Bagian 8

50 4 1
                                    

Aku menatap kagum melihat bangunan rumah Shaba. Rumahnya berlantai tiga dengan desain yang menarik. Tidak disangka wanita yang sering naik angkot ke sekolah punya rumah semewah ini.

"Ayo masuk Far! Ada banyak hal yang ingin aku tunjukkan padamu."

Aku mengikuti Shaba di depanku. Di belakangku ada Zay dan Yuga sedang berbisik-bisik. Entah apa yang di bisikkan oleh dua bocah itu. Mungkin mereka sedang merencanakan permainan apa yang akan mereka lakukan nantinya.

Setelah aku masuk, Shaba malah berdiri di mulut pintu sambil berkacak pinggang. Ia melotot pada Yuga mengancam. "Sebelum kamu masuk ke rumah ini kamu harus berjanji dulu."

"Ngapain sih Kak harus ngehalangin jalan."

"Diam dulu Zay!" Shaba masih fokus pada Yuga. Ia sedang menunggu jawaban Yuga.

"Kak Shaba mau aku janjikan apa. Mau aku janjikan kita akan menikah setelah aku tamat sekolah?" Yuga malah mengedipkan matanya menggoda Shaba.

Shaba bersiap akan menjitak kepala Yuga. Tapi dengan segera Yuga memohon ampun.

"Ampun Kak! Cuma bercanda." Yuga malah menyeringai. "Iya aku mau janji. Janji apa memangnya Kak?"

"Jangan membuat ulah di rumah ini. sekali saja kamu berbuat ulah maka aku tidak segan-segan mengusirmu."

"Siap!" Yuga memberikan hormat. Dia tidak keberatan dengan perjanjian itu.

Aku melihat ke sekililingku. Terlihat beberapa foto keluarga tertempel di ruangan itu. Di bingkai foto yang besar, ada foto Shaba kecil. Adiknya Zay yang masih merah berada di gendongan mamanya yang duduk di atas sofa. Disamping mamanya tampak papanya Shaba berdiri sambil tersenyum lebar. Papa Shaba sangat mirip dengan Zay.

Satu bingkai besar lagi sama seperti yang tadi terdapat tiga orang disana. Terlihat Shaba yang berusia tiga tahunan. Disamping kanannya ada Mama Shaba tersenyum begitu manis, sangat mirip dengan Shaba. Bedanya gigi Mama Shaba rapat tidak jarang sepertinya. Disebelah kanan Shaba ada Papanya yang tersenyum sama seperti senyuman di foto yang tadi. Papa Shaba tampak bahagia dengan dua orang yang sudah menemani kehidupannya.

"Ini kamarku Far." Shaba sudah membuka pintu kamarnya lebar menyuruhku untuk masuk. Lalu ia segera menutupnya kembali karna melihat Yuga yang malah mengintip ke dalam kamarnya seperti penasaran dengan isi kamar wanita yang ia sukai.

"Ganti pakaianmu Far! Ini baju untukmu. Kita akan makan siang. Mamaku pasti sudah memasak makan. Biasanya mama pulang saat jam makan siang hanya untuk memasaki kami kalau tidak ada pekerjaan di luar kota. Lagi pula kantor mama dekat dengan rumah," jelas Shaba.

Aku mengangguk paham, lalu mengambil pakaian yang sudah di sediakan Shaba. Dia sudah bilang padaku untuk tidak membawa apa-apa kerumahnya. Semua akan di sediakan di rumahnya selama aku menginap. Aku hanya membawa seragam sekolah untuk ku kenakan besok.

Shaba sudah menunjukkan ruangan untukku berganti pakaian. Ia tau kalau aku malu berganti pakaian di hadapan siapapun. Termaksud di hadapan umi.

"Zay! Cepat turun makan siang!" Shaba berteriak sedikit kencang di pintu kamar Zay yang berhadapan dengan kamarnya.

"Sebentar Kak. Kami sedang main play station."

"Makan dulu Zay!"

"Rasakan Bang! Sudah kubilang kan jangan macam-macam denganku," Zay tampak sedang berbicara dengan Yuga mengenai game yang di mainkan.

"ZAY!" Suara Shaba tampak lebih keras.

"Kakak makan saja duluan! Lima menit lagi aku akan menyusul."

"Awas saja kalau kamu tidak menyusul."

"Jangan remehkan aku Zay!" suara Yuga terdengar. Sepertinya, ia sudah mengejar ketertinggalannya dari Zay dalam permainan itu.

Shaba menghela nafas. "Ayo kita ke dapur!" ajaknya.

Aku menurut, mengikutinya menuju dapur untuk makan siang. Jujur saja dari tadi aku sudah merasakan perasaan cacingku yang kelaparan di dalam perutku.

Shaba membuka tudung saji besar di meja makan. Terlihat makanan lezat tertata rapi disana melepaskan bau lezat ke setiap sudut ruangan. Ada banyak jenis makanan yang di sajikan. Dari sayur-mayur hingga daging yang tampak segar tertata rapi. "Tenang saja, semua makanan halal," ujar Shaba agar aku tidak khawatir dengan daging-daging itu.

Shaba menyuruhku untuk duduk, sedang ia mengambil piring untuk di tata di meja makan. "Dimana anak itu? Dari tadi belum turun juga." Shaba mulai menyendok nasi putih ke piringnya begitu juga denganku.

Aku hanya terdiam tidak merespon ocehan Shaba. Dia memang sudah mengoceh sejak mengambil piring.

"Jangan malu-malu Far! Anggap saja rumah sendiri. Sama seperti aku makan siang di rumahmu kemarin," Katanya.

"Siap," jawabku memberikan jempol lalu memulai sesi mengisi perutku.

Shaba sudah selesai makan, aku masih proses penghabisan. Masakan mama Shaba sangat enak, bahkan bisa menyamai atau kadang ada yang mengalahkan masakan bibi Sun dirumah. Tapi Zay dan Yuga belum juga terlihat batang hidungnya. Mungkin mereka masih asik bermain play station.

"Far! Aku tinggal dulu sebentar. Aku mau memanggil Zay."

Aku mengangguk masih menikmati makananku.

Baru saja Shaba bersiap marah-marah naik ke lantai dua. Akhirnya dua anak itu terlihat juga turun untuk makan. Urung, Shaba kembali duduk di kursinya menungguku makan.

"Nasinya Kak!" Zay memberikan piringnya pada Shaba. Shaba menerimanya lalu memberi piring yang terisi nasi kembali pada Zay.

"Nasinya juga Kak!" Yuga tersenyum memperlihatkan derekan giginya pada Shaba.

"Kamu sudah besar." Shaba meletakkan centongan nasi ke piring Yuga. "Jangan manja!" Shaba terlihat seperti mama tiri yang memperlakukan Yuga semena-mena sebagai anak tirinya.

Yuga memasang muka cemberut menaruhkan nasinya ke dalam piring. Aku tertawa cekikikan, seru juga melihat drama cinta Shaba dan Yuga selama seharian ke depannya.

Kupu-kupu dan Senja ~TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang