Bab 11 - Kebahagian Untuk Dirimu Sendiri

78 6 0
                                    

Kamu tidak perlu berusaha keras untuk menjadi mengesankan. Terus melanjutkan hidup saja sudah hebat sekali.

Mulailah hidup untuk dirimu sendiri. Lakukan sesuatu untuk dirimu sendiri.

Tak perlu menyenangkan orang lain. Tak apa menjadi sedikit egois.

Karena dirimu jauh lebih berharga dari yang kamu kira.




Desember, 2013

Hari-hari berlalu seperti arus putaran waktu yang hanya terpusat pada satu arah. Di dalam lini masaku, aku berusaha menjaga semua kenangan tentang Ibu sebanyak mungkin. Susah payah untuk tidak melupakan senyuman ataupun suaranya dalam ingatanku. Namun pada titik tertentu, aku mulai menyadari, dalam arus waktu yang kian berlalu, semua kenangan tentang Ibu mungkin perlahan akan memudar. Mungkin pula hanya akan meninggalkan bekas samar.

Hampir dua tahun, waktu berlalu tanpa sesuatu yang berarti. Dalam hati kecilku, aku berharap setidaknya bisa menemukan secuil kenangan masa muda yang menyenangkan dan layak untuk aku kenang kelak.

Aku menarik napas dalam-dalam, menutup mata. Di tengah suara musik dari earphone yang menggema di telingaku, aku mulai merasakan sesak sedang merayapi kedua kakiku sebelum akhirnya meremas dadaku. Sejenak, tubuhku gemetar merasakan sesuatu seperti sedang mencengkeram leherku.

“Kamu baik-baik aja?”

Sampai pada akhirnya, suara itu seolah menarik kesadaranku. Aku membuka mata nyaris terbelalak, mendapati wajah tak asing itu kini sedang menatapku dengan penuh perhatian.

“Enggak apa-apa,” bisikku seraya melepas earphone di telingaku dengan gugup. Aku merasa seperti terpergok sedang melakukan sesuatu yang memalukan untuk kedua kalinya. Aku bergegas berdiri, menghindar darinya adalah pilihan yang tepat, namun dengan cepat tangannya menarikku hingga aku kembali ke posisi semula.

Aku menatapnya dengan wajah jengkel. Kenapa dia selalu suka menggangguku di waktu yang tidak tepat? Setelah pertemuan kami waktu itu, aku berusaha sebaik mungkin untuk menghindarinya demi menyingkirkan perasaan aneh yang mengganggu.

“Nih, minum!” Dia menyodorkan sebotol air mineral dingin. Aku tak segera menerimanya, tatapanku masih saja kesal karena kemunculannya yang selalu tiba-tiba. Setelah dua minggu aku berhasil mengabaikannya, dia lagi-lagi menggangguku dengan hanya senyum tipis di bibirnya.

“Ngapain kakak di sini?” tanyaku dengan nada ketus.

Dia lagi-lagi tersenyum. Lalu memperhatikan sekeliling. “Bukannya ini tempat umum, ya? Masa aku enggak boleh ke sini?”

Lihat! Dia selalu menyebalkan seperti biasanya.

“Bukan gitu maksudku,” ujarku. Aku mengembuskan napas keras, lalu menerima botol minumannya dan meneguknya dengan cepat. “Makasih,” kataku seraya menyerahkan botol minuman yang masih sisa setengah padanya.

“Gimana kabar kamu?” Dia menatapku dengan penuh minat, membuat kedua alisku saling bertaut, heran.

“Seperti yang kakak lihat, kabarku baik-baik aja sampai beberapa menit yang lalu, sebelum ada pengganggu,” kataku terdengar ketus, menyiratkan rasa tidak sukaku atas kehadirannya yang seolah telah merusak ketenanganku beberapa menit lalu.

YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang