Beberapa kenangan mungkin seperti mimpi buruk yang ingin kita lupakan.
Beberapa kenangan lainnya seperti musim semi yang ingin kita kenang selamanya.
Ketika terlalu menyesali apa yang terjadi kemarin, kita akan melewatkan hari ini, dan jika kita terlalu terpaku tentang hari ini, maka kita bisa kehilangan hari esok.
•
•
•
•Hari itu, cuaca berkabut dan dingin saat kami sampai di tempat tujuan perkemahan setelah menempuh perjalanan selama lebih dari satu jam. Aku segera menenteng tas ranselku ketika turun dari bus. Udara dingin seketika menggigit tulangku. Ketika kakiku menginjak rerumputan, aroma lembap hutan dan pemandangan pegunungan membuat suasana hatiku membaik dengan cepat. Untuk sejenak, aku sama sekali tak menyesali keputusanku untuk mengikuti kegiatan perkemahan ini. Aku merapatkan jaket yang kukenakan. Menyeret langkahku mengikuti gerombolan anak-anak yang bergegas menuju sumber suara—di tanah lapang sana sudah ada beberapa kakak panitia sedang memberikan instruksi kepada kami untuk segera berkumpul.
"Sini, aku bawain!" Aku terkejut ketika tiba-tiba tas ranselku sudah berpindah tangan dalam hitungan detik. Mataku memicing menatapnya yang hanya menunjukkan senyum dua jarinya.
"Sini! Aku bisa bawa sendiri!" kataku dengan nada protes. Berusaha untuk kembali merebut tasku, namun gagal karena ketua kelompokku-Hendra, memintaku untuk bergegas bergabung dengan barisan. Pada akhirnya, aku hanya menghela napas seraya melempar tatapan tajam padanya, membiarkan dia membawa tas ranselku.
Kak Faras menjelaskan beberapa peraturan yang harus kami taati selama kegiatan berlangsung. Salah satunya untuk tidak pergi sembarangan tanpa izin dan pendamping. Mengingat tempat kita berkemah dan melakukan kegiatan adalah alam terbuka dengan dikelilingi hutan yang masih asri dan hijau, yang bisa saja memungkinkan kita tersesat jika buta arah.
Setelah upacara singkat, kami mendapatkan waktu istirahat tiga puluh menit sebelum akhirnya kakak panitia memberikan rundown kegiatan. Sebelum memulai kegiatan pertama, kelompok kami sedang berdiskusi untuk membicarakan apa yang akan kami masak untuk makan malam nanti, Kak Sandra datang menghampiri bersama seseorang di belakangnya.
"Kelompok kalian ada yang izin satu, ya?" Kak Sandra menatap Hendra, ketua kelompok.
"Iya, dia tiba-tiba sakit jadi enggak jadi ikut," jelas Hendra.
Dina, yang merupakan teman satu kelompok kami tiba-tiba izin di hari pemberangkatan karena jatuh sakit. Pada akhirnya, kami kekurangan satu anggota.
"Alena bakal gabung ke kelompok kalian buat gantiin Dina."
Aku mendongakkan kepalaku saat mendengar nama itu. Wajahku sedikit menegang saat sosok Alena muncul di balik punggung Kak Sandra.
"Maaf, ya, tadi aku enggak berangkat sama kalian. Aku nyampenya telat." Dia duduk bergabung dengan kami di sebelah Sena. Hanya berjarak lima anak dari tempatku duduk.
Aku melirik ke arah Kak Devan yang duduk bersama Kak Dio tak jauh dari kami. Aku tak melihat ekspresi yang berarti di wajahnya saat kehadiran Alena di antara kami. Mungkin hubungan mereka sudah baik-baik saja. Namun aku juga tidak ingin berusaha mencari tahu tentang bagaimana hubungan mereka sebenarnya.
"Kegiatan kita habis ini apa?" Feny bertanya. Gadis dengan kaca mata itu terlihat murah senyum dan ramah.
"Setelah ini kita bakalan mendirikan tenda lebih dulu, habis itu ada kegiatan lomba memasak buat makan malam nanti. Ingat, kalian harus masak yang enak karena ini bakalan dinilai sama kakak panitia." Kak Dio memberikan penjelasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Youth
Teen FictionRinjani adalah gadis biasa yang memiliki banyak mimpi. Selain ingin melanjutkan sekolah, pindah ke Yogyakarta adalah jalan yang mudah untuknya melarikan diri dari luka karena kepergian ibunya. Ia ingin memulai kehidupan sekolah yang tenang dan lulus...