Hidup kadang bisa sangat menyebalkan dan melelahkan.
Di suatu waktu, kamu mungkin merasa begitu lelah dan tak ingin melakukan apa pun. Tidak masalah.
Tidak perlu terlalu berusaha keras seperti orang yang kamu lihat di luar sana.
Kamu bisa bangun dari tempat tidur dan membalut lukamu perlahan, tak perlu memaksakan diri.
Kamu sudah melakukan yang terbaik untuk bertahan.
Bukankah itu sudah lebih dari cukup?
•
•
•
•Erkan menatap gadis yang berdiri di hadapannya dengan tubuh menegang. Dadanya tiba-tiba bergemuruh hebat saat gadis itu tersenyum dan berjalan mendekatinya dari ujung koridor. Erkan berharap dia bisa pergi dan mengabaikan gadis itu begitu saja seperti sebelumnya, namun kali ini, Erkan tidak bisa. Kedua kakinya seperti tertahan di atas lantai, tak bisa bergerak maju ataupun mundur.
“Hai!” Gadis itu menyapanya dengan canggung, senyumnya pun terlihat kikuk. Meski begitu, ada hal yang masih sangat jelas terpancar dalam sorot mata gadis itu, kelembutan.
“Hai!” Erkan membalas sapaan itu dengan senyum tipis. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa untuk menghadapi gadis yang berdiri di depannya. Rasanya terlalu aneh dan canggung disaat yang bersamaan, seperti melihat seseorang yang sudah berhasil kamu lupakan, lalu tiba-tiba muncul di hadapanmu dan memorak-porandakan perasaan dalam hitungan detik.
“Gimana kabar kakak?” tanya gadis itu masih dengan senyum yang sama di bibirnya. Senyuman yang satu tahun lalu sempat menjadi sesuatu yang membuatnya dirasuki oleh perasaan bersalah.
Erkan mengurai senyum tipis. “Baik. Kamu sendiri? Aku denger kamu pindah ke Jakarta saat itu.” Erkan menemukan suaranya sedikit bergetar.
Gadis itu mengangguk. Ada sorot kesedihan dalam matanya. “Aku baru pindah ke sini kemarin,” jelasnya, senyumnya tampak getir di mata Erkan. “Kayanya Jakarta kurang cocok sama aku. Aku ngerasa lebih nyaman kembali ke sini.”
Erkan hanya tersenyum dengan canggung. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Perasaannya tentang sosok di hadapannya seperti telah menguap hingga dia tidak tahu harus bersikap seperti apa ketika pertemuan tak terduga ini terjadi.
“Aku enggak liat Kak Devan sama sekali, kakak tahu dia ke mana?” Gadis itu berujar dengan nada bersahabat, berharap suasana canggung di antara mereka memudar. “Padahal aku pengen nyapa dia setelah pindah ke sini,” tambahnya menampakkan wajah yang sedikit kecewa.
Erkan mengatupkan rahangnya rapat-rapat. Dia memandang gadis di depannya dengan tatapan tak tertebak. “Aku enggak tahu,” balas Erkan dengan suara tertahan. Menyadari bagaimana raut wajah Erkan di depannya, ekspresi gadis itu berganti muram, seolah tahu apa yang terjadi.
“Kalian berdua ... belum baikan?” tanya gadis itu menatap ke dalam mata Erkan dengan lekat.
Merasakan tatapan gadis di depannya seolah menekannya, hati Erkan mencelus. Dia berusaha menekan perasaan dan emosinya supaya tidak tampak jelas. “Aku duluan, ya!” Erkan melempar senyum tipis yang terkesan seperti paksaan sebelum berjalan pergi. Sementara gadis itu hanya menghela napas panjang menatap punggung Erkan yang kian menjauh dari jarak pandangnya. Ada kesedihan yang terpancar jelas dalam matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Youth
Teen FictionRinjani adalah gadis biasa yang memiliki banyak mimpi. Selain ingin melanjutkan sekolah, pindah ke Yogyakarta adalah jalan yang mudah untuknya melarikan diri dari luka karena kepergian ibunya. Ia ingin memulai kehidupan sekolah yang tenang dan lulus...