"Midoriya, bagaimana kabarmu?" Todoroki melemparkan pertanyaan pada Midoriya Izuku yang sejak tadi tercenung di kursi duduk. Ia lalu memberikan sekaleng minuman dingin ke kepala si surai hijau. "Untukmu."
Pemuda yang sama, masih dengan luka di mata kiri serta senyum yang sama. Tatapan hangat, paras yang tampan–persis seperti beberapa tahun silam. Midoriya Izuku tidak bisa berhenti melihat ke arah kedua iris mata itu lama.
Meski pada akhirnya, ia cukup tahu diri untuk tak bernostalgia sendirian.
"U-uhm, aku baik. Todoroki-kun sendiri bagaimana?"
Manusia yang ditanya lantas duduk di sebelah Izuku. "Seperti yang kau lihat," jawab Todoroki singkat.
Izuku memutuskan untuk mengangguk saja, walau jawaban yang diterima agak sedikit ambigu. Tidak jelas apa maknanya, entah itu berarti aku baik atau aku tidak baik-baik saja.
Kebetulan kantor ayah Todoroki Shouto ini lumayan dekat dengan beberapa akses umum seperti stasiun, taman, dan lain-lain. Jadi di sinilah mereka, menghabiskan waktu istirahat bersama. Rasanya seperti dejavu. Hal yang membedakan adalah pertemuan ini sedikit banyak harus mengingat masa lalu yang kurang mengenakkan.
"Aku tidak tahu, kalau ternyata ayah Todoroki-kun itu pengacara terkenal." Izuku memulai obrolan untuk memecah kecanggungan.
Shouto pun tersenyum. "Aku tidak terkejut. Ia jarang menyebutkan nama asli ketika menangani kasus. Endeavor, lebih keren katanya. Aku juga tidak paham apa yang orang tua itu pikirkan."
Tidak ada lanjutan dari percakapan tersebut, keduanya diam lagi.
Midoriya Izuku yang paling merasa tidak enak di sini, mengingat perpisahan mereka dulu dilalui dengan kesan yang kurang baik. Ia juga cukup sadar diri kalau 80–tidak, 90 persen faktor yang menyebabkan Todoroki Shouto keluar dari sekolah kemungkinan besar adalah dirinya.
Izuku menggigit bibir, lantas menoleh dan menatap gugup ke arah si pemuda setengah-setengah. "T-Todoroki-kun, aku–"
"Kalau kau mengajakku bicara, hanya untuk minta maaf tentang apa yang sudah terjadi di masa lalu ... tenang saja, aku sudah memaafkanmu." Todoroki Shouto langsung memotong. Ia menoleh ke arah Midoriya sambil tersenyum kecil. "Aku sudah melupakannya, Midoriya. Tenang saja."
Harusnya, mendengar pernyataan tersebut bisa membuat hati Izuku lega–tapi, kenyataan justru sebaliknya. Rasa bersalah itu semakin besar. Izuku merasa ingin menangis. "T-Todoroki-kun, maaf ..."
"Midoriya, aku sudah bilang kalau kau tidak perlu–"
"Tetap saja!" Midoriya Izuku menoleh, kedua matanya nampak berkaca-kaca. "Setelah apa yang sudah aku lakukan pada Todoroki-kun, aku ingin meminta maaf secara langsung padamu atas semuanya. Tentang segala hal yang terjadi saat itu. A-aku, aku merasa sudah sangat jahat pada Todoroki-kun."
"Midoriya ... " Todoroki Shouto menatap tak percaya kepada sosok di sampingnya ini. Namun, ia lalu tersenyum lagi. Karena semua ini bukan suatu hal yang mengejutkan. "Kau tidak pernah berubah ya." Ia terkekeh, puncak kepala itu diusap.
"Todoroki-kun?" Telapak besar di kepalanya itu cukup membuat si pemuda hijau bingung, dan gugup secara tak sadar.
"Sudah kubilang kalau aku memaafkanmu, kan? Lupakan saja, oke? Sekarang kau harus fokus untuk magang."
Midoriya Izuku dapat merasakan kehangatan melalui usapan tangan yang lebih besar itu di puncak kepalanya. Setelahnya, dia pun mengangguk. "Todoroki-kun juga, tidak pernah berubah. Kau selalu baik padaku seperti dulu."
Sosok yang duduk di sebelah Izuku tidak menjawab. Entah, apakah Shouto harus mengutuk atau malah bersyukur atas pertemuan mereka sekarang. Yang
Sosok di sebelahnya tidak menjawab. Entah, si pemuda setengah-setengah ini harus mengutuk atau bersyukur atas pertemuan mereka sekarang. Jujur, perasaan ini sangat membuat tidak nyaman. "Midoriya, maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
If We [Bakudeku/Tododeku] End
Fanfiction(WARNING : MPREG! Jika tidak suka genre seperti ini, tolong jangan kunjungi lapak book saya. Sekian.) Ini adalah kisah, tentang Midoriya Izuku yang mencintai seorang Bakugou Katsuki. Cerita mengenai rasa sayang Izuku, juga sakit yang didapat ketika...