Part 22 : The Truth

2.1K 279 124
                                    


Chapter ini akan sangat emosional, jadi jangan benci saya :)

.

.

.

"Aku akan menikah dengan Midoriya Izuku!"

Kalimat itu terngiang begitu nyaring di kepala Bakugou Katsuki–seperti sedang ada yang berteriak sangat kencang tepat di telinga. Begitu memekakkan, serasa bakal membuatnya pecah apabila dibiarkan. Kala itu pun, untuk pertama kali Katsuki merasa kepalanya seolah tengah dihantam palu besar yang sangat keras. Seakan berusaha menyeret pemuda jabrik itu dengan pemikiran naif sendiri, agar kembali sadar jika ia bukanlah siapa-siapa.

Ya, Izuku sudah benar-benar melupakannya.

Namun tetap saja, respon shock yang Katsuki lontarkan benar-benar tak bisa bohong. 

"Apa kau bilang?" tanyanya lirih.

Semua orang yang tadinya bersorak bahagia untuk Todoroki dan Midoriya langsung menoleh. Tentu saja, yang paling terkejut di situ adalah Izuku. Tubuh yang bergetar hebat itu sudah akan mundur, kalau saja tangannya tak digenggam oleh telapak besar Todoroki. Jika tidak, mungkin anak itu sudah jatuh sekarang.

Melihat semua respon hening dan tegang itu, akhirnya membuat Bakugou berteriak, "Kenapa diam? Hei, setengah-setengah! Katakan padaku ... Apa tadi yang kau bilang?" Katsuki mengulang pertanyaan yang sama dengan emosi. 

Tentu saja banyak yang terkejut. Para gadis sudah ketakutan, sedangkan para teman laki-laki yang lain langsung berdiri.

Todoroki Shouto menatap tajam ke arah Bakugou Katsuki–yang tengah melihat padanya dengan pandangan sama. Menusuk, seolah ingin membunuh di tempat. Dengan lantang, Shouto sekali lagi mengucapkan deklarasi perang, "Aku-akan-menikah-dengan-Midoriya," seru pemuda itu dingin, penuh dengan penekanan.

Namun di detik berikutnya, Bakugou langsung melepaskan hantaman ke arah wajah tampan itu.

Para gadis sudah berteriak kencang, sedangkan Sero, Kirishima dan beberapa pemuda lainnya langsung memegangi Katsuki yang sudah kesetanan. "Beraninya kau! Lepaskan aku, sialan!" 

Di situ, Midoriya Izuku sudah hampir menangis. Ia memegang erat lengan Todoroki, berharap semua ini berhenti. Andai, jika ego seorang pria tidak sekeras itu ... dan benar saja. Berkat harga dirinya yang terluka, Todoroki pun balas menonjok wajah Katsuki dengan tenaga lebih kuat dibanding apa yang ia terima di wajah sendiri. Sampai-sampai yang bersangkutan tersungkur jauh ke belakang.

Kali ini teman-teman yang lain ikut memegangi Todoroki Shouto, berharap keributan itu tidak jadi semakin besar. Karena, restoran ini bisa hancur kalau mereka berdua dibiarkan. "Todoroki hentikan!" Beberapa orang mulai berteriak.

Bakugou menatap nyalang ke arah Todoroki. Ia hendak bangun detik itu juga jika saja Todoroki tak berkata, "Aku sangat ingin menghajarmu sampai mati. Aku sangat ingin membunuhmu kalau bisa ... jika tidak demi Midoriya, aku takkan menahan diriku sampai sejauh ini. Aku sedang berusaha mempertahankan kewarasanku di sini, jangan buat aku marah." Kata-kata yang terlontar itu sangatlah dingin.

Todoroki itu memang diam. Dia tak pernah berteriak akan sesuatu yang membuatnya kesal,  bahkan jika sedang marah sekalipun. Hanya saja, ketika kesabaran orang itu sudah berada di titik ia akan khilaf, pemuda tersebut benar-benar akan membunuh yang bersangkutan–jika perlu. Apalagi, ini berkaitan dengan orang yang sangat ia cintai.

Katsuki mendecih, "Beraninya kau? Beraninya kau mengambil milikku?" teriaknya tidak terima. 

"Milikmu?" Shouto tak habis pikir. "Kau pikir Midoriya ini apa? Dia bukan barangmu, dia adalah milik dirinya sendiri!" Todoroki sudah akan melemparkan pukulan yang lain, kalau saja Midoriya tak memeluknya erat–sangat erat

If We [Bakudeku/Tododeku] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang