Part 10 : Carried Away

3.4K 428 108
                                    

Sebenarnya pengen diupdate malming kemaren, tapi yaudahlah ya. Selamat membaca! 

.

.

.

"K-kacchan?"

Bakugou Katsuki langsung membuka kedua mata, seketika bangun dari lelap sehabis menunggu demam Midoriya Izuku turun. Ia tidak tega meninggalkan, karena si teman kecil beberapa kali mengaung setengah mengigau–akibat suhu badan yang tinggi semalam tadi.

Midoriya Izuku bergerak tidak nyaman, sadar jika kedua tangan mereka yang saling mengait.

Bakugou yang cukup tahu diri pun melepas genggaman itu, rasanya kebas. "Kau sudah bangun? Masih pusing?"

Si pemuda hijau menggigit bibirnya, menatap dengan takut-takut. "Kau menungguku di sini sejak kapan?" tanyanya panik. "Apa lama?"

"Semalam," jawab Katsuki. Sangat singkat, tanpa berpikir.

Midoriya langsung melotot. "K-kacchan tidak perlu seperti itu! Harusnya kau kembali ke kamarmu sendiri, daripada menunggu orang sakit begini. Nanti kalau tertular bagaimana?"

"Aku tidak bisa meninggalkan orang lain sakit sendirian." Katsuki tidak mau mengada-ada sedikit pun. Semua ucapan itu tulus dari hati, dia sudah muak membohongi perasaan sendiri selama ini.

Mendengar itu, berhasil membuat Midoriya merona. Entah kenapa, ia merasa malu sendiri. Namun di satu sisi juga merasa bingung, belum apa-apa jantungnya sudah berdetak kencang tak karuan. Meski tak pernah kesal, tapi tetap saja semua perlakuan ini membuatnya heran. Tanpa sadar Izuku bergumam sendiri, "Bukan seperti kau saja."

Sosok di sebelahnya, tak sengaja mendengar hal itu. Katsuki menunduk sebentar, lalu menertawakan diri sendiri. Izuku yang tidak paham jadi menoleh bingung, dan melempar tatapan penuh tanya.

"Aku memang sejahat itu, ya? Maaf. Aku memang brengsek."

Pupil mata Izuku melebar, hatinya semakin tidak tenang. "Maksud, Kacchan?" Dia tidak tahu, mau dibawa ke mana pembahasan Katsuki itu.

Bakugou kali ini menatap Midoriya sampai menusuk iris mata yang bersangkutan. Ia ingin menyentuh tangan itu lagi, tapi diurungkan. "Tidak, aku hanya ingat perbuatanku selama ini. Aku belum pernah meminta maaf dengan benar. Jadi ... maaf," ucapnya lagi.

Izuku, langsung meremas selimut yang membungkus kakinya. "Kau tak perlu membahas itu lagi, Kacchan. Lagipula, itu sudah masa lalu. Tidak perlu diingat-ingat."

Kali ini giliran jantung Katsuki yang sakit, mendengar kata masa lalu rupanya terasa agak sedikit perih juga. Ya, perih. Pemuda jabrik itu pun menggaruk kepala, berusaha mengalihkan pembicara yang mulai dirasa kurang nyaman. "Baiklah, asal kau tak membenciku." Lalu ia tersenyum kecil.

"Aku tidak pernah membencimu. Sedikit pun tidak pernah. Jadi, Kacchan tidak perlu merasa tidak enak atau apa." Midoriya ingin membalas senyum itu, tapi tidak bisa. Hatinya masih terasa berat. "Bisakah Kacchan kembali ke kamar? Aku ingin istirahat sendiri. Aku tidak mau merepotkanmu lebih lama. Ini sudah waktunya sarapan, kan?"

Dahi Katsuki mengerut. "Kau yakin? Tidak ingin makan sesuatu? Aku bisa membelikan bubur atau membuat sesuatu jika kau mau."

Si lawan bicara menggeleng sebagai jawaban.

Katsuki mengerti, Izuku ini cuma ingin sendiri. Dengan kata lain, keberadaannya di sini membuat sang mantan risih.

Ia menghela napas sebelum berdiri, puncak kepala itu diusap sebentar. "Baiklah, kalau ada apa-apa kau bisa hubungi aku. Ja."

If We [Bakudeku/Tododeku] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang