Jangan lupa vote dan komennya, selamat membaca!
.
.
.
Tidak ada yang berubah setelah itu.
Midoriya Izuku memang bukan sosok yang pendendam, hatinya bahkan terlalu lembut untuk bisa marah kepada seseorang. Karena hal itulah yang membuat pada keesokan hari, semua tetap berjalan sama. Tidak ada yang berubah, kecuali saat ia mengucapkan selamat pagi pada Bakugou dengan mata yang luar biasa sembab.
Semalam Izuku menangis. Ibunya begitu khawatir, tapi bocah itu terlalu sedih sampai tidak bisa berkata apa-apa.
Hasilnya, ia hanya meratap. Menenggelamkan wajah dalam bantal, menutupinya semalaman.
Berangkat bersama merupakan sebuah formalitas, yang lama kelamaan jadi kebiasaan setiap hari. Alasannya? Karena mereka adalah tetangga. Alasan lainnya? Ibu mereka berdua benar-benar akrab. Sementara, alasan yang lain lagi ... kalau kepergok berangkat sendirian, nanti ketika di tanya oleh sang ibu seperti mana Izuku? atau, mana Katsuki-kun?
Bakal terlalu rumit untuk dijelaskan, kalau harus mengaku jika mereka sedang bertengkar.
Entah sampai kapan kondisi ini akan terus terjadi, sepertinya akan berlarut-larut. Karena mereka paham betul, kalau pindah rumah dan berganti tetangga tidak semudah membalik telapak tangan.
Hari ini mereka tetap saling diam. Bakugou tetaplah Bakugou–tidak merasa bersalah sama sekali. Namun, melihat ekspresi Midoriya Izuku yang seperti itu ... bukan berarti tidak mengganggunya sama sekali. Berbeda dengan Midoriya, ia tidak terlalu banyak bicara hari ini.
Sesampainya di sekolah, para anak laki-laki yang bermain bersama mereka kemarin, secara silih berganti berdatangan kepada Izuku.
"Midoriya, maaf!" Menata diri, berjejer seperti akan upacara, membungkuk 90 derajat meminta maaf secara bergerombol. Yang bersangkutan? Tentu saja, speechless. Sampai-sampai para anak perempuan-yang notabene fans terselubung Midoriya–mengira mereka tengah melakukan perundungan.
"Hey, kalian sedang apa? Jangan ganggu Midoriya-kun!" Salah satu gadis kecil berteriak, yang lain sudah pasang badan.
Suasana mendadak jadi panas, para bocah laki-laki melotot. "Kami tidak mengganggunya! Kami sedang meminta maaf. Kuso (Sial)!"
"Apa kalian bilang?" Mendengar umpatan itu, para subjek target klarifikasi mereka malah marah.
Jadi, agak salah paham dan membuat timbulnya kekacauan kecil di kelas.
Tidak banyak yang bisa dipelajari dalam masa kanak-kanak. TK tidak lebih dari tempat yang sedikit belajar, tapi banyak bermain, dan bersosialisasi. Secara keseluruhan hanya lebih terletak kepada penekanan pelajaran etika sesuai kurikulum negara.
Midoriya–yang sudah akrab dengan teman-teman–akhirnya bisa bermain bersama. Kebetulan, saat jam makan siang, sensei mempersilahkan untuk membuka bekal, dan Izuku terkejut. Terselip minuman kotak, susu kemasan–yang ia tidak ingat kapan ibunya bilang memasukan susu coklat di tasnya. Namun, ada satu kertas kecil, tulisan yang berantakan ditempel dengan lem kertas setengah niat berisikan sebuah pesan.
Aku mungkin keterlaluan, aku minta maaf ... tapi bukan berarti aku salah.
Midoriya Izuku menatap penuh binar. Bocah berambut hijau itu langsung menoleh ke arah Bakugou yang sibuk dengan bekalnya sendiri, lalu tersenyum.
Kacchan yang keras kepala, ternyata bisa minta maaf juga, dalam hati ia berseru senang.
Perasaan kecewa Izuku hilang seketika. Bocah kecil itu memeluk pemberian sederhana sahabatnya penuh sukacita sebentar, lalu meminumnya pelan-pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
If We [Bakudeku/Tododeku] End
Fanfiction(WARNING : MPREG! Jika tidak suka genre seperti ini, tolong jangan kunjungi lapak book saya. Sekian.) Ini adalah kisah, tentang Midoriya Izuku yang mencintai seorang Bakugou Katsuki. Cerita mengenai rasa sayang Izuku, juga sakit yang didapat ketika...