Untuk pertama kali dalam hidup, Bakugou Katsuki merasakan suatu kekosongan yang begitu menyakitkan. Sebelum ini, ketika dia merasa bosan ... dunia cuma akan sekadar terasa jenuh saja–tidak lebih. Namun sekarang? Sangat berbeda. Katsuki seolah sedang berdiri di tengah ruang hampa–dengan pecahan kaca, dan banyak bilah pisau yang siap menusuk kedua kakinya ketika akan melangkah.
Sudah hampir dua bulan, dan selama delapan pekan itu pula Midoriya Izuku juga tak bisa Katsuki temui di mana pun. Izuku tidak pulang, juga tidak membalas ratusan pesan yang ia kirim apalagi mengangkat telepon–yang sudah pemuda itu coba mungkin ribuan kali. Katsuki sudah berusaha setiap hari, namun tetap saja ... hasilnya nihil.
Pemuda pirang tersebut berusaha keras.
Bahkan, di kala akal sehat Katsuki–yang dia sendiri mulai pertanyakan tingkat kewarasannya–itu sedang kalut ... tetap tidak menghalangi dirinya untuk tetap mencoba. Berjuang mencari sang kekasih yang pergi entah di mana pun, atau ke mana pun ... menuju seluruh tempat–sepanjang mata memandang.
Katsuki sudah tak tahu lagi, berapa jam ia tidur setiap hari–atau bahkan, kapan terakhir kali dirinya makan dengan benar. Ketika memandang cermin, yang bisa pemuda itu lihat hanyalah sosok Bakugou Katsuki dengan tatapan kosong—bersama kantung mata yang semakin hitam, dan rahang yang makin menirus.
Sangat menyedihkan.
Saat itu ... di hari ketika pertengkaran besar antara mereka berdua terjadi, membuat Katsuki untuk pertama kalinya sadar–bahwa, ia ini tak ada bedanya dengan seonggok sampah. Berkali-kali pemuda itu mengumpat kepada diri sendiri. Memaki dalam hati, Kenapa kau masih menyangkal? Apa susahnya untuk diam, menerima dan meminta maaf dengan benar?
Kenapa kau masih menyalahkan Izuku demi membuktikan siapa yang paling salah di antara kalian?
Hal yang paling Katsuki sesali ialah, Kenapa aku tidak mengejar Izuku saat ia pergi?
Hanya karena bosan, cuma karena seonggok perasaan yang Katsuki sebut rasa bosan itu ... membuatnya berhasil kehilangan Izuku–dan semua kepercayaan yang sang kekasih tumpukkan pada punggung besar Bakugou. Rasa percaya tentang Bakugou Katsuki yang mencintai Izuku, menyayanginya, jujur, setia, dan Bakugou yang tak akan mengulangi kesalahan sama untuk yang kedua kali–hilang begitu saja.
Katsuki sudah melanggar janjinya sendiri.
Suara panggilan dadakan yang masuk dari handphone –yang kemudian menggema ke seisi apartemen sepi itu–ternyata, cukup berhasil memekakkan telinga Bakugou. Entah kenapa, pendengaran Katsuki semakin sensitif akhir-akhir ini.
Saat menatap layar, pemuda jabrik itu langsung mendecih saat melihat nama yang tertera di ponsel. "Sudah kubilang, jangan menggangguku."
"Ouh, kenapa kau dingin sekali?" Sosok di seberang telpon itu masih sempat-sempatnya meledek.
Katsuki menggeram kesal, "Jika yang kau bicarakan tidak penting, aku tutup telponnya."
"Hey! Hey! Tunggu dulu! Aku hanya khawatir padamu, kau jarang ke kampus. Profesor mencarimu, bro. Aku tahu kau sedang frustasi sekarang, tapi setidaknya jangan menghilang semaumu seperti ini!"
"Aku tidak peduli, lulus cepat bukan prioritasku sekarang."
Kirishima Eijirou menghela napas. "Bakugou, kau belum bisa menemukannya ya?"
Mendengar pertanyaan itu ... hatinya serasa diremas. Jujur, ia sangat tak ingin membicarakan ini. Akan tetapi, Katsuki tidak memiliki pilihan lain. Karena, jika hal itu berpeluang menemukan Izuku–walau sekecil apa pun kemungkinannya–Katsuki akan rela untuk melakukan apa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
If We [Bakudeku/Tododeku] End
Fanfiction(WARNING : MPREG! Jika tidak suka genre seperti ini, tolong jangan kunjungi lapak book saya. Sekian.) Ini adalah kisah, tentang Midoriya Izuku yang mencintai seorang Bakugou Katsuki. Cerita mengenai rasa sayang Izuku, juga sakit yang didapat ketika...