Part 17 : The Nightmare

2.4K 269 199
                                    

Peringatan : Chapter ini akan sangat mengundang emosi negatif pembaca dalam bentuk apapun, jadi jangan menyesal. 

Selamat membaca!

.

.

.

Sekarang, Bakugou Katsuki tak tahu harus melakukan apa untuk menghadapi rasa bosannya.

Jika Tuhan memang bisa melihat, pasti apa yang dilakukan sudah kena kutuk sekarang. Bisa jadi Katsuki tak sadar, kalau godaan sudah terlanjur mencekik akal sehatnya. Secarik kertas–yang bahkan sebelum ini diabaikan selama berminggu-minggu, malah berakhir membawa pemuda tersebut pada sebuah panggilan singkat.

Ya, untuk bertemu dengan gadis itu.

Ia tak tahu, apa yang begitu menarik dari sosok Utsushimi Camie. Bakugou jelas merasa, jika ada satu hal yang dimiliki gadis itu tapi tak ada dalam diri kekasihnya. Meskipun, jika dibandingkan pun ... cuma sekadar satu dari seluruh kesempurnaan yang ada pada Midoriya Izuku. Bahkan, dipikir-pikir juga kurang etis untuk dipadankan.

Entahlah, sifat serakah memang musuh terbesar manusia yang paling menyebalkan. Padahal Katsuki harusnya paham betul, seberapa besar konsekuensi dari ini semua.

"Jadi, kau datang ke sini lagi?" Gadis itu tertawa aneh, memandang dari atas ke bawah pada sosok Bakugou Katsuki yang tampak kacau. "Kupikir, kau cukup setia untuk membuang nomor ponselku," sindirnya.

Si korban cibiran hanya bisa membuang muka. Muak sendiri, karena merasa lemah cuma karena godaan dari seorang gadis. "Ini bukan mauku."

"Jadi, ini mau kekasihmu? Atau, itu sebatas keinginan nafsumu?" Utsushimi terkekeh lagi. "Tidak masalah. Apa pun motifmu, aku terima dengan sukarela."

"Diam." Bakugou berdecih kesal, sedang berusaha keras untuk menahan segudang pikiran yang secara bergantian menghantam isi kepalanya.

Meski begitu, Camie tetap paham. Ia lantas menyodorkan segelas minuman utuh–yang sama sekali belum tersentuh–sambil berkata, "Kau berusaha menahannya sendiri, ya?"

Katsuki membuka kedua mata. Ia menoleh ke arah Utsushimi Camie, yang entah mengapa melemparkan tatapan yang berbeda. Bukan menggoda, melainkan rasa iba.

"Apa maksudmu?"

"Masalahmu." Gadis itu menarik satu puntung rokok, menyalakan sepihak tanpa peduli dengan Katsuki yang menatap bingung. "Kau tak bisa menceritakan keluh kesahmu pada kekasihmu, kan?"

Katsuki meremas gelas kecil itu.

Benar. Ia tak bisa menjelaskan masalahnya sendiri pada Izuku.

Ia takut jika kenangan buruk di masa lalu akan terulang. Katsuki takut meninggikan suara saat bicara, juga tak ingin sampai membentak Izuku–juga enggan untuk bertengkar. Hal itulah yang membuat hubungan mereka baik-baik saja sampai sekarang. Bakugou selalu berusaha untuk menciptakan tempat ternyaman bagi kekasihnya.

Agar Izuku tak merasa khawatir akan apa pun, contohnya pemikiran tentang segala di antara mereka berdua bakal berakhir buruk.

Namun, yang Katsuki lakukan justru sebaliknya. Ia justru memperburuk keadaan dengan mencari kesenangan di luar, bahkan tanpa berusaha membicarakannya sama sekali pada Izuku. Semata-mata, demi tidak bertengkar.

Kasarnya, ia adalah sosok pengecut yang suka lari dari masalah.

Gelas yang sejak tadi dimainkan pun akhirnya diteguk, Katsuki mengusap wajah kasar. Kuliah, magang, persiapan kelulusan, semua terasa begitu melelahkan untuk diingat-ingat.

If We [Bakudeku/Tododeku] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang