Part 6 : You

4.4K 574 183
                                    

Peringatan! FF ini BakuTodoDeku, jadi bisa Bakudeku atau Tododeku sewaktu-waktu, karena sesuai plot dari draft yang ku buat so.. Mohon pengertiannya. Hehe

Selamat membaca!

.

.

.

Merenung dalam sunyi, sambil senyum-senyum sendiri seperti orang sinting–sebenarnya bukan passion seorang Todoroki Shouto. Akan tetapi, setiap kali duduk di meja belajar sembari menatap game kubik yang nampak rumit–selalu berhasil mengingatkan si pemuda belang akan sosok Midoriya Izuku.

Kalau diingat-ingat juga, terakhir kali pergi ke wastafel untuk sikat gigi tadi Shouto kaget. Bagaimana tidak? Ia bahkan memergoki bayangan sendiri sibuk cengar-cengir tidak jelas, sambil mengemut odol–persis orang bodoh. Anak itu tidak bohong, Sekarang, rasanya Todoroki mau gila.

"Terimakasih ya, Todoroki-kun. Ja, sampai jumpa!"

Senyum itu. Pemandangan saat Midoriya Izuku sedang melambaikan tangan untuk pamit dari depan pagar rumah di tengah gerimis rintik tadi, terbukti menyisakan emosi aneh sendiri dalam batin Todoroki. Ah tidak, kalau diingat mungkin sudah sejak pertama kali bertemu. Menatap Midoriya Izuku itu, selalu bisa memberikan afeksi sendiri.

Bila melihat dia bersedih, kau merasa ingin cepat-cepat mendekapnya erat. Jika pemuda hijau itu nampak senang, kau ingin menciu–sebelum pemikiran aneh-aneh muncul, Shouto sudah menggeplak kepala sendiri.

"Shouto?" panggil seseorang dari luar.

Pintu kamar terbuka pelan, suara deritan kayu yang sedikit mengganggu terpaksa membuat si bungsu menoleh. Seketika itu juga, si pemuda Todoroki menatap horor ke arah kakak perempuannya–yang tengah berdiri dan ikut bingung juga seperti orang bodoh, sambil membawa nampan.

Jantung anak itu berdegup gila-gilaan, layaknya orang cabul kepergok habis masturbasi dengan majalah porno.

"Kau kenapa?" Todoroki Fuyumi ikut menatap horror ke arah adiknya. "Kenapa berkeringat begitu?" tanya perempuan itu was-was.

"Nee-san (Kakak), kenapa ke kamarku?" Alih-alih menjawab, Shouto malah balik lempar pertanyaan.

Fuyumi membuang napas, ia sedikit lupa kalau adik bungsunya ini memiliki sejuta rahasia batiniah yang siapa pun tidak akan pernah tahu. Bahkan ibu mereka sendiri. "Tentu saja aku membawa makan malammu, kukira kau mengerjakan tugas seperti biasa."

"Uhm, arigatou."

Segelas susu, soba dingin, dan beberapa potong apel diletakkan di meja kosong Shouto. Anak itu hanya diam, menunggu sang kakak dengan kesadaran diri untuk segera menyingkir dari teritori privasinya. Namun, hal tersebut tak kunjung terjadi. Jadi ia memicingkan mata, bingung. "Kenapa, nee-san?"

Tergugu sebentar, perempuan tersebut nampak berpikir keras sebelum bertanya, "Kau tidak ikut makan malam bersama kami di bawah?"

Fuyumi sangat tahu, pernyataan yang barusan dilontarkan akan menimbulkan kontroversi dari pihak sang adik. Hanya saja rasanya seakan meminggul beban moral, jika semua ini tidak diselesaikan dengan segera. Juga ia tahu, kalau sang adik bakal memasang ekspresi luar biasa muak.

Sudah terbukti sekarang. "Kau tahu, aku tidak mau. Dan tidak akan," tolak Shouto sepihak. Di balik ucapan itu, terselip suatu amarah yang berusaha ia tekan.

"Tapi–"

"Kalau nee-san ke sini hanya untuk mendamaikan aku dengan orang itu, maaf aku tidak sudi. Lebih baik nee-san keluar dari sini. Aku butuh waktu sendiri," usir anak itu kemudian.

If We [Bakudeku/Tododeku] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang