10. Dekat

9.1K 1.7K 36
                                    

Kemarin sore, ada suatu ilmu baru yang Karin peroleh dari membaca sebuah buku bertemakan psikologi. Katanya, jika seseorang terus-menerus mendekati sosok yang sedang disasar, maka kemungkinan terbentuknya suatu hubungan pun akan semakin besar. Ya, sejujurnya Karin tidak tahu, sih, konsep tersebut dapat dipastikan 100% benar atau tidak. Namun, alasan yang mendasarinya cukup masuk akal juga andai dipikir kembali.

Masalahnya, di sisi lain kedekatan itu berkaitan dengan tingkat kesamaan. Orang yang satu frekuensi cenderung menempel satu sama lain sehingga lingkup interaksinya menjadi lekat.

Secara geografis, bukan perihal yang sulit memang bagi Karin untuk melakukan kontak dengan Alfa menimbang posisi mereka yang sama-sama menduduki SMA Bina Bangsa. Tetapi, Karin rasa dirinya dan Alfa tidaklah memiliki adanya kemiripan yang selaras. Satu-satunya hal yang Karin persepsikan sebagai serupa hanyalah pada bagian otak. Serupa yang salah sangka, tahu sendiri, bukan? Bagaimana sikap Alfa di kala menanggapi basa-basi atau keseriusan Karin ketika membawakan topik tersebut?

"Kalau gua bilang nggak tertarik, ya, artinya gua nggak tertarik! Gua nggak tertarik!"

Apa Karin harus mulai belajar stalking untuk mencari tahu kesukaan dan kegiatan sehari-hari Alfa agar ia bisa memancing pembicaraan yang sesuai demi laki-laki tersebut? Dahulu, waktu zamannya Rania dan Zaki belum berpacaran, temannya itu juga gemar menggali informasi secara diam-diam, bukan? Agar dapat mengenal Zaki lebih dalam?

"Nggak, Karin ... nggak! Haram hukumnya lo cari tau seluk-beluk tentang kehidupan cowok arogan kayak dia!" seru Karin bermonolog sendiri pada bangku ayun di taman belakang. Pasti ada cara lain yang lebih wajar.

Kemarin, seusai Zaki heboh sendiri dengan argumennya yang menentang Karin mengajak Alfa ikut lomba, laki-laki itu langsung pergi begitu saja tanpa memberikan isyarat lebih.

Memang ada apa, sih, dengan mengikuti sebuah kompetisi? Bukannya setiap orang berlomba-lomba, ya, ingin menunjukkan bakatnya? Demikian, mengapa tidak dengan Alfa?

"Lo, tuh, kenapa sombong banget, sih, jadi orang?"

Hari ini, sudah dua kali secara tidak sengaja Karin berpapasan dengan Alfa. Dan parahnya, raut yang ditunjukkan laki-laki itu jauh lebih tidak ramah dibandingkan biasanya. Dalam satu kali percobaan, Karin bahkan sudah ditolak mentah-mentah—secara kasar—oleh Alfa. Jelas kesimpulannya, Karin hanya memiliki 0,1% keberhasilan untuk merekrut Alfa ke dalam tim.

Ada kesamaan? Tidak.

Menjalin hubungan pertemanan yang berkesan baik sebelumnya? Juga tidak.

Saling membenci? Ini baru, iya.

"Hah! Urusan dia nanti aja, deh! Gue perlu cuti," ujar Karin menggunakan kosa kata lebaynya. Baginya, membujuk seorang Alfa adalah pekerjaan yang paling menyulitkan. Tentu, ia perlu menyusun ulang strateginya. Namun, bagaimana? "Luna? Kenapa gue nggak ke Luna dulu pertama-tama? Duh, bego banget, sih, gue?"

Menarik napas panjang, Karin pun mengangkat tubuhnya berdiri menapaki jajaran rumput hias. Tak terasa, cukup lama juga ternyata ia merenung sendiri menghabiskan waktu istirahatnya di taman belakang. Jika sudah begini, Karin perlu mengingkari janji makan siang bersama Rania dan Namira yang sudah menunggunya dekat kantin.

Mencari keberadaan siswi bernama Luna adalah prioritasnya sekarang.

Mencari keberadaan siswi bernama Luna adalah prioritasnya sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang