Usai mementaskan sandiwara—yang ke sekian kalinya hari ini sukses dilancarkan—sesuai instruksi Jo persis di sekitaran presensi Alfa, kini Karin berpindah tempat menuju ruang baca sekalian menunggu anggota timnya memasuki waktu belajar. Agenda makan sore usai berjalan. Isitirahat pula telah disematkan oleh Karin kepada Alfa dan Luna untuk sejenak merebahkan diri atau membersihkan tubuh sebelum bergabung dengannya yang sudah rapi, bahkan saat gelap urung sepenuhnya menyentuh langit malam.
Kebetulan, Jo sama rajin seperti Karin rupanya. Melihat Karin yang tengah sendirian, Jo lantas bergabung menarik kursi tepat duduk di seberangnya. Kontak spontan tersebut tentu tidak ada dalam rencana, perbincangannya didasari penantian kehadiran akan rekan masing-masing di titik pertemuan.
"Berhubung ronde pertama bakal dimulai besok dan sekarang kita juga lagi senggang, mau bahas ini?" Jo mengeluarkan selembar kertas yang ia duga berpotensi menuntut sumber kekacauan Alfa.
Sebelah kaki Karin melipat ke atas lutut. Ia menopang dagunya menggunakan ruas jari seolah-olah siap menghadapi evaluasi Jo. Jantungnya berdegup cukup kencang. Sebenarnya tanpa dijelaskan pun, Karin tahu hasilnya bagaimana. Karena setiap percobaan berlangsung, Alfa selalu terjerat memasuki jaring perangkap. "Boleh, kenapa enggak?"
Kepala Jo mengangguk. Telunjuknya menyorot daftar reaksi buatannya yang menunjukkan adanya tanda ketertarikan. Ia berkata, "Kita cuma butuh 5 list sikap unik untuk membuktikan dia suka sama lo. Yang mana, sebanyak empat dari keseluruhan udah berhasil dikerjakan." Jo mencentang urutan kotak ceklis menggunakan pensil yang ia simpan di saku baju. Batang kayu tersebut ia jepit di depan mulut. "Lo tau, 'kan? Itu artinya apa?"
"Ini terlalu kenak-kanakan. Semua yang kita lakukan sekadar permainan, bukan?"
"'Sekadar permainan'?" Jo terkekeh. Jemarinya sigap mengambil alat tulis yang menghalanginya untuk berbicara, "Karin, cewek secerdas lo nggak mungkin mau terima taruhan 'kekanak-kanakan' ini kalau lo nggak serius pengin cari tahu tentang kebenarannya. Kenapa pura-pura nggak peduli, 'kan?" Karin tidak menjawab. Keraguan itu menyebabkan Jo niat mengulas pertanyaan mematikan lainnya, "Lo takut menerima fakta andai dia suka sama lo, ya?"
"Nggak!" Tanpa disadari, Karin tiba-tiba membentak. Ia menelan ludahnya berusaha menetralkan panasnya suasana. Letak kacamatanya ia benahi sesuai posisi seraya memindahkan pandangan. "Maksud gue, data yang lo punya nggak valid. Tau dari mana kesimpulannya bisa ditanggungjawabkan?"
"Ya, gua akui memang nggak scientific. Tapi, selaku remaja laki-laki yang pernah jatuh cinta dan memiliki sekitar lima mantan pacar, gua rasa pengalaman tersebut cukup kredibel dimanfaatkan buat menilai. Nggak segalanya perlu disetujui secara ilmiah dulu untuk digunakan, bukan? Lagi pula, hubungan itu sifatnya practical. Kalau intuisi lo buta, setidaknya lo butuh mengandalkan logika."
Karin termenung. Ia tahu Jo lebih ahli di bidang ini. Pengetahuan Karin seputar keterikatan soal laki-laki dan perempuan adalah nol besar! Tidak seperti Rania atau Namira, Karin tidak pernah sekali pun terlibat kisah romansa yang berkaitan terhadap lawan jenis. Menyisipkan sekilas keinginan saja enggan. Namun, di luar dugaan, hatinya malah beresonansi terpikat pesona Keith Farez Alfansa yang belakangan ini baru ia akui. Meski begitu, tekadnya masih sama, Karin tidak mau mengejar asmara karena menurutnya perlombaan merupakan hal yang paling utama.
Sayangnya, tawaran Jo yang—semudah itu—mengupas dunia baru Karin, justru membubarkan sisi profesionalismenya tanpa pertahanan. Mengetahui bahwa sosok laki-laki yang ia sukai mungkin juga membalas perasaannya serupa, tentu membuat Karin penasaran. Suatu gejolak aneh memaksa Karin untuk membuktikan jika memang timbal balik itu benar adanya, maka esensi yang tercipta antara dirinya dan Alfa patut dihubungkan. Melalui sandiwara ini, betapa terkejutnya Karin ketika Alfa banyak menguar reaksi negatif atas apa yang Jo sebut sebagai respons kecemburuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARSA
Teen Fiction[Pemenang Wattys 2021 Kategori Young Adult] Semenjak dikalahkan secara berturut-turut selama 3 semester pertamanya menduduki SMA Bina Bangsa, Karin nyaris kehilangan bentuk kepercayaan dirinya sebagai sosok yang mewarisi otak pintar keluarga Wijay...