Ketidaksempurnaan praktik rencana pada ronde pertama lusa kemarin membuat Karin menyadari suatu hal tentang kelemahan yang terdapat dalam performa timnya. Tanpa terkecuali kemampuan Alfa yang tentu masih bisa ditingkatkan, dirinya dan—utamanya—Luna ternyata kurang tanggap perihal ketangkasan motorik. Selang 1 hari berlatih menjawab cepat sembari memperagakan menekan tombol berwujud benda sembarang sayangnya belum cukup meningkatkan pergerakan. Permainan kedua di babak penyisihan sungguh sengit. Sedari tadi, Alfa, Karin, dan Luna kesulitan menyeimbangi sengitnya dominasi pertarungan menghadapi sembilan regu lawan sekaligus.
Tet
"Pada proses biosintesis metabolisme sel, substansi unit yang membentuk makromolekul disebut sebagai polimer."
Hening meliputi sejenak, juri pun mengonfirmasi kalimat tersebut selaku jawaban yang benar. Satu poin lagi-lagi diakumulasikan ke tim musuh.
Karin menggertakkan giginya kesal. Perolehan skor SMA Bina Bangsa sekarang urung menjamin kelompoknya mampu melanjutkan ke babak semifinal. Setidaknya, Karin wajib memastikan mereka bertiga masuk ke peringkat enam besar menurut hasil penjumlahan nilai di tahap ini dan kotak penentuan. Meski begitu, Karin tentu tidak memperlihatkan kecemasannya terhadap Alfa dan Luna. Mengacu jabatan ketua yang saat ini ia emban, sikap bijak dan ketenangan yang ia miliki jelas lebih pantas ditunjukkan.
Akibat keluhan berkonteks membandingkan mamah-nya yang cenderung mengganggu kestabilan berpikir, Karin jadi tahu bahwa performanya barangkali memang belum seberapa. Terbiasa akan kemenangan membuat Karin cukup terlena atas kepuasan fana. Sekejap, Karin lupa menghitung kumpulan insan yang melampaui perkembangannya.
"Nilai membanggakan bukan sebatas simbol siapa yang jadi juara pertamanya, 'kan? Mungkin segalanya nggak harus diartikan secara harfiah. Di balik itu, pasti ada usaha yang mengimbangi."
Beruntung, perbincangannya dengan Alfa 2 hari yang lalu menguatkan Karin soal bangkit menyiasati keterpurukan. Walau sempat kecewa lantaran mamah-nya hanya menyoroti satu hal, yakni dominansi, kalimat Alfa meyadarkan Karin bahwa perjuangan menuju ke situ adalah unsur penting yang patut pula memegang perhatian. Berdasarkan itu bagaimanapun kendalanya, Karin rasa semua sanggup dibenahi.
"Alfansa, Luna, dengar ucapan gue. Kita nggak bisa begini terus. Apa pun yang terlintas di otak lo berdua, tombol itu harus langsung ditekan."
Mendengar bisikan Karin, Luna termenung. Raut wajahnya mengerut kebingungan tengah menimbang keputusan. "Tapi, kalau salah, skor kita bakal dikurangi satu, Rin. Apa kamu yakin, kita bisa terima resiko itu?" balas Luna tampak bimbang. Perempuan itu ragu dapat melakukannya seiring pengalaman ini masih awam baginya.
"Kalau sisa tim ini isinya bukan kalian, gue nggak mungkin ngomong begitu. Alasan gue berani mengucapkan hal tersebut adalah karena gue tau betul lo berdua sehebat apa. Hafalan lo itu super banget Luna. Gue jamin lo nggak bakal salah. Sebaliknya, lo cuma perlu mempercepat gerakan supaya dapat mencuri kesempatan untuk menjawab. Kepintaran lo nggak akan berpengaruh apa-apa buat kita, Lun, semisal lo tahan terus di dalam otak. Alfansa juga, walau sepanjang permainan lo udah gesit, gue percaya lo bisa jauh lebih cekatan dibandingkan ini."
Saling beradu pandangan, Alfa, Karin, dan Luna kemudian menganggukkan kepala menandakan persetujuan. Masing-masing menampilkan gestur yang berkesan serius seolah semangatnya berkibar semakin membara. Alfa menegakkan kerangka tubuhnya, Karin menyesuaikan posisi bingkai kacamatanya, sedangkan Luna mengambil napas panjang mengisi ketenangan.
Mengamati pertanyaan berikutnya, materi lingkup sosial humaniora pun muncul dibacakan dengan keras oleh pemandu acara perlombaan. Topik mengenai pertempuran mempertahankan negara pasca kemerdakaan sontak dilontarkan kembali menegangkan suasana. Alfa dan Karin lantas melirik Luna hendak menyisipkan kekuatan agar rekannya itu siap merebut peruntungan kali ini. Begitu waktu menjawab diberikan, tangan Luna segera berayun tangkas ke pusat podium mengabulkan harapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARSA
Teen Fiction[Pemenang Wattys 2021 Kategori Young Adult] Semenjak dikalahkan secara berturut-turut selama 3 semester pertamanya menduduki SMA Bina Bangsa, Karin nyaris kehilangan bentuk kepercayaan dirinya sebagai sosok yang mewarisi otak pintar keluarga Wijay...