Pulasan bertakjub jingga yang membentang ufuk panorama petang memberikan tanda bahwa sebentar lagi tuannya cahaya langit hendak menitip satu perizinan penting untuk berpulang.
Kabar menyenangkan itu tentunya disambut dengan baik oleh seluruh siswa-siswi SMA Bina Bingsa yang telah menyelesaikan satu harinya penuh menimba ilmu tanpa terhalang.
Beberapa yang merasa agendanya sudah bisa dicukupkan, tentu ingin segera melepas penat mengangkat kakinya jauh meninggalkan halaman sekolah. Belajar bagi mereka sangatlah menguras energi ternyata. Namun, teruntuk sejumput lainnya yang merasa tidak serupa, hadirnya sisa waktu luang ini justru mereka maksimalkan demi mengasah keterampilan, seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler atau sekadar bercengkerama menempati titik tongkrongan beramai-ramai.
Kumpulan kaum remaja di balik seragam putih abu-abu tersebut, jarang sekali membiarkan SMA Bina Bangsa sepi sebelum gerbang utama benar-benar ditutup. Area ini merupakan sumber di mana lingkup canda dan tawa mereka dapat berangsur tak kenal sayup.
"Ugh, what a day. Gue capek, tapi belum mau balik. Kalian ada rencana nggak habis ini? Udah lama kita nggak shop—"
"Sorry, hari ini gue ada jadwal kursus musik, maybe next time kita hangout?" Sebelum sempat mendapati ajakan Rania, Namira sudah terlebih dahulu menolaknya dengan memotong percakapan. Perempuan itu menatap layar smartphone—nya sembari mengetikkan seulas pesan. "Kakak gue udah di depan, nih, gue duluan, ya. Bye girls." Tangannya melambai singkat kemudian pergi begitu saja.
"Ya, ampun! Orang-orang kenapa pada sibuk banget, sih?" Rania berkomentar. Perempuan itu merubuhkan tubuhnya kembali di atas kursi. Ia menghadap Karin. "Lo juga diborong sama perlombaan. Bukannya gue melarang, ya, but can we at least take a moment to have fun and not the otherwise? We're still young anyway."
"Nggak setiap orang punya persepsi yang sama tentang having fun, Ra." Karin menanggapi. Ia menarik ritsleting tasnya ke ujung ingin merapikan. "Iya, kita masih muda. Tapi, muda kita dalam takaran segera beranjak menuju dewasa. Nggak semuanya harus dihabiskan buat bersenang-senang. Jadi, wajar aja kalau beberapa dari kita mulai concern untuk kembangin hobi, mengasah bakat, dan segala yang berkaitan dengan self-improvement atau pengejaran cita-cita."
"I know. Mungkin gue lagi bosan aja." Rania menopang kedua pipinya menggunakan kepalan tangan. "Daily activity gue nggak se-full lo berdua karena cuma fokus kembangin akun tutorial make up di youtube. Kadang pas nggak ada kerjaan, I'd kinda feel lonely."
"Oh, Ra." Karin bergerak mendekati niat merangkul Rania. "But you do have a boyfriend on your side, right?"
"Of course, I do!" Bola mata Rania membulat. "Tapi, dia sama jenisnya kayak lo berdua. Nggak bisa sesering itu gue ajak ketemuan dia di luar sekolah. Latihan taekwondonya padat. Kalau malam juga suka nongkrong sama teman-teman cowoknya. Walau gue tau dia bakal prioritasin gue asal gue minta, tapi gue nggak mau mengeksploitasi kebebasan dia."
"You're so sweet you know that?" ucap Karin menghibur kegalauan Rania. Ia merapatkan kepalanya untuk membagi perasaan. "Here's the thing, gimana kalau sekarang kita makan puding stroberi aja di kantin belakang?"
"Mau...." Rania menangguk-angguk. "Tambah milkshake juga, ya?"
"Noted, tambah milkshake juga," ujar Karin terkekeh kecil.
Kedua gadis itu lantas melepas pelukan lalu beranjak dari kelasnya mengarah ke tempat tujuan. Sebuah bilik terbuka yang biasa menjadi sasaran paling empuk ketika bel istirahat berbunyi, kini menjelma bangku-bangku sepi yang hanya disinggahi oleh sebagian kecil siswa-siswi. Beberapa stan penjual makanan besar telah tutup di jam seperti ini. Sisa deretan bilik yang masih terjamah sekadar berisi minuman penyegar atau kudapan ringan pengganjal perut.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARSA
Teen Fiction[Pemenang Wattys 2021 Kategori Young Adult] Semenjak dikalahkan secara berturut-turut selama 3 semester pertamanya menduduki SMA Bina Bangsa, Karin nyaris kehilangan bentuk kepercayaan dirinya sebagai sosok yang mewarisi otak pintar keluarga Wijay...