Bertepatan sekian hari setelah perlombaan EKSEMPELAR benar-benar rampung diselenggarakan, petaka sebuah berita akan munculnya agenda ujian akhir semester, sontak menghebohkan siswa-siswi SMA Bina Bangsa yang mempunyai sejarah tak mengenakkan atas hadirnya sistem peringkat yang mematikan.
Euforia yang sempat beberapa waktu mengerubungi presensi tiga remaja kebanggaan, yaitu Alfa, Karin, dan Luna selaku pemenang juara kedua, mendadak redam begitu saja lantaran semua sibuk memperjuangkan nasibnya masing-masing.
Jalannya tes, untungnya berlangsung sangat khidmat tanpa ada kabar mengenai praktik perilaku menyontek yang dilarang. Walau memang tingkat ketegangan di SMA tersebut bernilai tinggi soal mempertaruhkan kecerdasan, seluruh peserta didiknya senantiasa bersaing secara sehat mengimplementasikan sikap kejujuran berlandaskan asas sportivitas.
Terhitung seminggu, gempur berperang menuangkan serba-serbi pengetahuan yang diserap sepanjang setengah tahun berlalu, semua sukses direkap melalui monitor keramat Bina Bangsa yang menjelma mimpi buruk bagi mereka. Naik turun susunan posisi mengobrak-abrik suasana hati kaum pelajar tentang evaluasi hasil belajarnya yang memuaskan atau tidak.
Namun—tak berbeda dari kejadian sebelumnya, hal tersebut jelas tidak berpengaruh pada seorang remaja laki-laki yang setia mengamankan gelar bertahannya. Lagi-lagi, Alfa menduduki peringkat satu sedangkan Karin refleks membentuk raut cemberut masih setingkat ada di bawahnya. Menilik akumulasi poin yang ternyata hanya tipis bersaing di angka satuan, Karin gemas sendiri ingin segera masa ujian berikutnya datang menghampiri.
Mendengarnya, Namira dan Rania tentu dibuat tercengang lantas tercengir seadanya menanggapi pola pikir Karin yang tak sanggup mereka pahami. Panas di kepala mereka, jujur saja urung mereda sedikit pun habis disuruh kerja mati-matian mengusai ragam materi. Di luar itu, semburat kesal yang umumnya hinggap mengelilingi Karin kala mengetahui dirinya—secara berulang—dikalahkan oleh sosok congkak nan menyebalkan, sudah tak relevan ia yakini kembali malah sebaliknya, Karin semakin termotivasi niat menyaingi kepintaran laki-laki yang dikagumi.
Menyadari bahwa perempuan yang ia sukai menargetkannya selaku tonggak pencapaian, Alfa pun turut senang enggan sekadar melemparkan tatapan rendah sembari meninggalkan seperti biasa, tetapi justru berjalan mendekat demi mengelus puncak kepala Karin tanpa keraguan. Berdampingan lewat gestur lembutnya, Alfa menyemangati Karin untuk belajar lebih giat agar ke depannya objektif tersebut mampu terwujudkan.
Ketika transparansi nilai dikirimkan ke orang tua, Karin pula tidak lagi dikenai beragam protes menyakitkan lantaran mamahnya benar telah berhenti memaksakan ekspektasi yang dahulu acap digarap tak berhati-hati. Sebagai gantinya, kalimat afirmasi layaknya 'Karin pasti bisa', kini rajin diberikan untuk menumbuhkan mental yang senantiasa berprogres dan berkembang. Hujan dukungan positif mencerahkan ambisi dunia Karin serempak melepaskannya dari macam-macam tuntutan kecuali berdasarkan penetapan targetnya sendiri.
Libur semester dan meriahnya momen tahun baru kemudian sempurna menutup rangkaian kegiatan akademik beralih menuju serunya jadwal kebebasan yang menanti. Sepanjang itu, Karin rajin berkontak menghubungi Alfa, namun sayangnya, mereka hanya bisa berkomunikasi melalui media virtual saja karena laki-laki itu banyak menghabiskan waktu di luar negeri merekatkan hubungan bersama orang tuanya.
Sedikit kecewa, padahal ia berharap dapat pergi berduaan dengan Alfa, Karin mengesampingkan ego sejenak lantas turut berbahagia laki-laki itu sanggup menikmati apa yang dahulu tidak ia miliki tentang dekatnya sebuah keluarga. Melalui panggilan video atau melampirkan kumpulan gambar, Alfa sering mengabarkan keadaannya di sana yang semua terkesan menyenangkan sebab tak jarang laki-laki itu menampilkan senyum manis di beberapa titik. Sekian destinasi wisata, Alfa kunjungi ditemani papah dan mamahnya, namun yang menjadi favorit laki-laki itu adalah ketika ia menonton klub sepak bola kegemarannya di stadion besar ternama.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARSA
Teen Fiction[Pemenang Wattys 2021 Kategori Young Adult] Semenjak dikalahkan secara berturut-turut selama 3 semester pertamanya menduduki SMA Bina Bangsa, Karin nyaris kehilangan bentuk kepercayaan dirinya sebagai sosok yang mewarisi otak pintar keluarga Wijay...