48. Kabar

5K 1.2K 82
                                    

Suara ketukan halus disertai panggilan lengkap nama depannya yang disebut sebanyak berulang kali, sayup-sayup membangunkan Alfa dari tidur lelapnya. Masih mengumpulkan kesadaran, laki-laki itu sempat memijat pelipisnya sebentar sembari mengembuskan satu napas berat. Waktu istirahat yang ia gunakan kali ini, entah kenapa terasa nyaman sekali, padahal usai memikirkan apa pun yang berkaitan terhadap perlombaan apalagi melaluinya secara langsung, Alfa biasanya akan kesulitan untuk sekadar memejamkan mata layaknya kumpulan periode sebelum kini.

Mungkin, akibat sekarang anehnya semua berjalan sesuai yang ia inginkan, Alfa tak lagi mencemaskan beberapa hal yang berpotensi memicu mimpi kelamnya. Bisa dibilang, emosi Alfa lebih stabil perihal mengolah agenda yang begitu ia hindari.

Menapakkan kakinya ke lantai, Alfa mulai beranjak mendekati pintu masuk hendak menilik sang entitas yang menginterupsi ruang tenangnya. Namun, bukannya protes yang diutarakan, Alfa justru senang ketika menemukan sesosok perempuan yang ia sukai tengah memeluk diri terlihat bersalah. Laki-laki itu lantas menyampirkan sebelah lengannya di bingkai pintu untuk menumpu beban tubuh. Ia menunggu Karin berbicara.

"Eh, gue ganggu, ya?" Mengalihkan pandangan seraya menggigit bibir bagian bawahnya, Karin mengajukan kalimat retorik yang sudah jelas hanya dengan mengamati penampilan rambut laki-laki itu yang berantakan, ia tahu persis jawabannya bagaimana.

"Ada apa, Karina?"

Mendengar nada berat Alfa bergaung tanpa membalasnya sesuai konteks, Karin semakin tidak enak hati yang lantas ia segera mengurungkan niatnya demi menyuruh Alfa melanjutkan kegiatan mengisi tenaga. "Nanti aja. Lo pasti capek. Sorry, ya? Gue kurang pengertian."

Namun, alih-alih menyetujui dan lekas memutus kontak untuk kembali membaringkan badan, Alfa justru menarik lengan Karin bermaksud mengindahkan tujuannya datang ke sini. "Gua udah nggak mau tidur, Karina. Kenapa?"

Termenung sejenak memindai tegasnya raut wajah lelaki tersebut, Karin hendak memastikan Alfa benar sudah segar dan tak membohongi ucapannya. Daripada berpura-pura—jika memang kelelahan, tentu yang Karin inginkan adalah Alfa sanggup jujur pada keadaan. Namun, mendapati sorot mata laki-laki itu kemudian kian menajam seolah sedang meyakini, Karin tak mempunyai pilihan lain kecuali menawarkan ajakan kecilnya. "Jadi, gue sama Luna mau keluar makan bareng sekalian bincang-bincang santai. Kali aja, lo mau ikut? Kita quality time dulu sambil cari yang enak-enak."

Tak membutuhkan waktu yang lama untuk menimbang keputusan, Alfa langsung mengangguk menerima usulan Karin. Asal bersama perempuan itu, rasanya ia rela dibawa pergi ke mana saja. Adapun, senyum Karin yang mengembang ceria tak luput ia perhatikan begitu lekat. Tampaknya, Alfa benar-benar habis dimabuk ajaibnya percikan asmara.

"Iya, tunggu sebentar, Karina."

Selesai menanti Alfa membersihkan diri hingga kini sudah berpenampilan lebih rapi, Karin mengajak kedua rekannya berkeliling kota—tak jauh dari tempatnya menginap—untuk kemudian singgah di suatu restoran yang menyajikan susunan menu cukup menarik ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selesai menanti Alfa membersihkan diri hingga kini sudah berpenampilan lebih rapi, Karin mengajak kedua rekannya berkeliling kota—tak jauh dari tempatnya menginap—untuk kemudian singgah di suatu restoran yang menyajikan susunan menu cukup menarik bagi mereka bertiga. Meski begitu, baik Alfa, Karin, dan Luna tentu mempunyai pilihannya masing-masing terkait apa yang ingin dikonsumsi. Satu memesan kudapan kecil berupa salad berkomposisi buah-buahan segar, sebelahnya memesan cakupan imbang antara nasi, lauk, dan sayuran yang kaya akan serat, sedang yang di seberang setia menjaga massa tubuhnya dengan memakan asupan nutrisi berprotein yang mengandung rendah lemak.

"Oh, ya, sesuai perjanjian, berhubung sekarang status kita resmi naik ke tiga finalis besar, kalian udah berkabar ke orang tua?" Di tengah aktivitas melahap masakan tersebut, Karin yang melihat isi piring Alfa pada dasarnya telah bersih sedangkan Luna tersisa sekitar tiga suapan terakhir pun membuka pembicaraan niat meramaikan suasana.

"Kalau aku udah, Rin. Mereka senang banget mendengarnya." Menjawab pertanyaan, senyum Luna terukir manis usai meletakkan sendoknya ke permukaan. Ia menyambung kalimat, "Katanya, mereka nggak sabar mau datang ke pertandingan nanti. Entah kenapa, aku jadi tambah bersemangat."

Menanggapi reaksi Luna yang teramplifikasi sebab pentingnya sebuah dukungan dari sanak terdekat, mata Karin sontak membulat lebar lantas mengeratkan jemarinya ke hadapan. Binar antusiasmenya berujar seru membalas pernyataan, "Ya, 'kan, Lun? Gue juga sama! Motivasi gue langsung meningkat habis-habisan kayak, this is it! Ini saatnya gue tampil maksimal untuk memukau orang-orang yang menonton! Terutama kalau bawa anggota keluarga, pasti pengin, deh, bikin mereka bahagia."

Mengamati respons Karin yang terkesan membara, tiba-tiba Alfa teringat tujuannya dahulu tentang mengapa ia menerjukan diri ke ranah perlombaan. Apa yang Karin ucapkan, sebagian besar melingkupi tekad besarnya, yaitu hendak membuktikan bahwa ia sanggup menyisipkan kebanggaan bagi papah dan mamahnya. Mengalahkan sekian banyak pesaing hingga pada akhirnya bisa meraih juara satu, sungguh merupakan perjuangan besar yang mengartikan bahwa ia bersungguh-sungguh ingin menyenangkan kedua orang tuanya.

Walau Alfa menyadari ia diberkati kepintaran yang mumpuni sejak lahir, perihal mengasah bakat, tentu tidak pernah semudah dan sekilat itu untuk dikembangkan. Semua melewati kumpulan usaha yang menguras sekian waktu dan tenaganya. Tidak jarang, Alfa, bahkan perlu mengorbankan—hampir seluruh—masa bermainnya demi melatih kemampuan—secara ekstra—dibandingkan anak seumurannya.

"Alfansa, kalau lo bagaimana?"

Bersangkutan hal tersebut, sehubung ia telah menerima kabar baik, dengan lega kini Alfa dapat bertindak seolah ia usai menemukan titik pencerahan terhadap upayanya yang tak kunjung membuahkan hasil.

"Everything's fine. My parents are coming."

Beberapa jam sebelum ia terlelap dalam kantuk, Alfa sempat menghubungi mamahnya untuk mengirim tiket lampiran selaku tamu undangan spesial. Sembari menunggu balasan tersebut, jujur saja, Alfa agak khawatir semua tak berjalan sesuai harapan. Namun, respons yang Alfa peroleh kemudian, ternyata sangatlah melegakan sebagaimana perangkatnya menampilkan tangkapan gambar berupa dua tiket pesawat dengan jadwal keberangkatan serupa akan segera mengunjunginya tepat di hari kompetisi. Mamahnya tidak ingkar janji dan pula turut membawa sang papah berada di sisi.

Meski waktu penerbangan terhadap diselenggarakannya babak final terbilang lumayan sempit—lantaran ada urusan yang perlu diselesaikan terlebih dahulu, Alfa tidak keberatan selagi pada akhirnya mereka mau hadir menemaninya secara langsung. Tenggat 90 menit dari bandara ke lokasi perlombaan, rasanya cukup menimbang jaraknya yang dekat. Alfa yakin, segalanya akan berjalan baik-baik saja.

"Baguslah kalau begitu." Seraya menarik napasnya lega, mata Karin pun terpejam santai mengisyaratkan ketenangan. Semburat kedamaian yang terpancar dari wajah kedua rekannya, membuat Karin ikut lega masing-masing turut mendengar kabar gembira. "Sisa 2 hari lagi. Mungkin gue udah sering, sih, mengucapkan hal ini ke kalian. Tapi, tanpa bosannya gue bakal terus bilang, ayo, semangat dan mari kita kerahkan seluruh kemampuan yang kita punya di tahap terakhir ini. Semoga berita kemenangan EKSEMPELAR benar jatuh di tangan kita."

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang