54. Pulang

5.7K 1.2K 87
                                    

Busana serba hitam dilengkapi dengan sebuah buket bunga cantik, tak lupa Karin persiapkan sesuai janjinya sebelum bertemu di pemakaman. Rangkaian lili putih yang menjelma favorit nenek Alfa semasa hidupnya, menemani penantian Karin lewat 10 menit tak kunjung menemukan keberadaan lelaki tersebut.

Beruntung—tak lama kemudian, suara deru motor yang melambat dari belakang, akhirnya menampakkan sosok sang penduka turun menenteng plastik putih berisikan botol air beserta kelopak segar yang rencananya akan ditaburkan.

Satu set jas berwarna gelap membungkus tubuh Alfa rapi tampak niat sekali mengunjungi neneknya yang sekian tahun tidak ia temui. Laki-laki itu terlihat gugup berulang membenahi ikatan dasinya sambil menelan ludah mengalihkan pandangan.

Karin yang sedikitnya sudah paham mengenai serba-serbi gestur Alfa, lantas berjalan mendekati untuk menggandeng tangan lelaki tersebut ke titik lokasi. Perlahan-lahan, Alfa pun menunjukkan koordinat pasti terkait di mana jasad neneknya bersemayam dalam kubur.

Sekilas tentang mengapa mereka tidak datang berbarengan, alasannya adalah sudah hampir seminggu ini, Alfa tidak menetap di rumah sendiri melainkan menginap di tempat Zaki sehingga ia tidak bisa membawa mobil pribadinya. Lantaran memegang karangan bunga yang pasti akan hancur diterpa angin jika ia duduk di motor sport—kepunyaan Zaki—yang Alfa kendarai, Karin memutuskan untuk berangkat menggunakan jasa supir online mengamankan simbol bela sungkawa.

Mengetahui dua sobat karib tersebut kebetulan sedang tinggal di atap yang sama, Karin tidak jadi heran kenapa Zaki bisa menjelma sumber informan terpercaya perihal menanyakan kabar Alfa ketika pesan Karin dibalas saja pun tidak.

Adapun, pertama kali mendengar agenda menenangkan diri Alfa ternyata berlangsung serumit itu, Karin cukup terkejut mengenai fakta bahwa lelaki tersebut segan membatasi jarak ke orang tuanya yang berlaku mengecewakan. Apabila kondisi tersebut dikembalikan pada Karin, paling-paling ia hanya berani mengurung diri di kamar, namun tidak sampai menyembunyikan keberadaan.

Mungkin, hubungan Alfa dengan papah dan mamahnya memang tidak sebaik itu jika dibandingkan. Atau sekelebat dalam bayangan Karin sempat mengira, apa, ya? Yang perlu dilakukan untuk membenahi runyam situasi tak mengenakkan tersebut?

"Di situ, Karina."

Melempar pandangannya pada sorot mata Alfa yang terkunci ke sebuah petak berukuran tertata, Karin menuntun laki-laki itu maju walau langkahnya agak tersendat seperti sukar menghadapi sesuatu. Mendapati di titik tertentu Alfa enggan mendekat lagi, Karin memutar cara untuk membuat lelaki tersebut nyaman melawan kondisi.

"Pagi, Nenek. Kenalin, saya Karin, temannya Alfa. Tiba-tiba datang ke sini, nggak apa-apa Karin izin ikut berkunjung, ya, Nek?" Sembari bersimpuh di permukaan keramik yang melingkupi tanah berumput tipis, Karin meletakkan karangan yang ia genggam tergeletak di muka batu nisan. "Ini, Karin punya sesuatu buat Nenek. Kata Alfa, Nenek suka banget, ya, sama bunga lili putih?"

Mengamati percakapan terhadap objek yang sejatinya telah mati tersebut ternyata bisa berlangsung begitu lembut, Alfa turut menekuk lututnya menempel persis di sebelah presensi Karin. Namun, laki-laki itu belum mau berbicara. Gerak-geriknya masih kaku memproses entah apa yang tengah dirasa.

"Alfansa, kitabnya nggak lupa dibawa, 'kan?"

Mengangguk singkat, Alfa mengeluarkan benda terkait yang ia simpan di dalam saku. Selagi lelaki tersebut urung siap membuka diri, Karin terus menginisiasi agenda agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan lancar tanpa mengurangi makna terselubung.

"Kita mulai, ya?

Dari situ, berbagai doa dan surat pelapang kubur akhirnya Alfa pimpin mengawali sentuhannya kepada nenek. Di beberapa pelafalan ayat suci yang menenangkan, suara laki-laki itu terdengar agak bergetar barangkali sangat khusyuk menitip pesan baik untuk nenek.

KARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang