49. Final

5.3K 1.2K 132
                                    

Tingkat ketegangan di belakang panggung perlombaan saat ini, bisa dinilai sudah cukup tinggi sebagaimana para finalis yang berkumpul tengah bersiap menunggu dipanggil sebelum acara tepat dilaksanakan. Beberapa dari mereka, memiliki strateginya masing-masing untuk meminimalisir kecemasan yang diderita, seperti sibuk merapalkan doa atau menyemangati diri dengan bicara di depan cermin.

Sekian persentase kecil lainnya yang tidak biasa terhadap atmosfer sebesar ini, terkadang tampak jelas menggerakkan gestur menggigit jemari seolah berusaha mengeluarkan aura ketakutan yang mengelilingi sekujur tubuh. Lalu, rekan pesaing yang mempunyai empati tinggi atau berstatus sebagai ketua akan segera mendatangi demi menenangkan temannya yang kesulitan menangani tekanan.

Persisnya apakah reaksi tersebut bisa dibilang berlebihan atau tidak, jujur, Karin tak mau berkomentar menimbang situasi yang tercipta kini sifatnya memang mendadak dan mengejutkan. Perbedaan pengalaman terlihat nyata sekali memengaruhi mental para kompetitor perihal mengeksekusi tribune kompetisi.

Beruntungnya, keseimbangan emosi anggota tim Karin tidak ada yang jatuh ke titik mengkhawatirkan sehingga ia sanggup duduk santai tanpa harus membelah atensinya secara cuma-cuma. Untuk sekelas Karin dan Alfa yang sudah umum mengikuti kejuaraan, tentu suasana ini bukanlah apa-apa lantaran kepercayaan diri mereka telah lama terbentuk seiring koleksi trofi setia menemani pula di sepanjang perjalanan. Sebaliknya, binar kekaguman ditujukan kepada Luna yang sejatinya tergolong baru, tetapi bukannya takut, perempuan itu malah sering tersenyum di sela penantian berlangsung.

Ketika ditanyakan, Luna banyak bercerita tentang antusiasmenya berjuang di muka orang tua. Harapan berupa terwujudnya hal-hal positif cenderung mendominasi benak Luna dibandingkan membayangi pahitnya keresahan.

Mendengarnya, tentu Karin merasa senang pada akhirnya Luna mampu memaknai esensi penting terkait fokus perlombaan. Usahanya menjaga kedamaian batin Alfa dan Luna belakangan ini, sepertinya membuahkan hasil yang tajuknya tak sekadar tersia-siakan.

"Karina, udah siap?"

Menoleh ke sumber suara yang memiliki intonasi berat, presensi Alfa yang baru saja keluar dari ruangan kostum mengejutkan Karin sebab pesona laki-laki itu tampak berkali lipat lebih tampan ketimbang biasanya. Jujur, Karin, bahkan dibuat tak berkedip terpapar eksistensi Alfa yang pasti akan memukau sekian banyak pasang mata.

Sebaliknya, Alfa yang tengah dipandangi seserius itu oleh Karin, lantas mengusap tengkuknya halus karena malu harus didandani oleh tiga pasang tangan sehingga ia hanya setuju para perias mengatur tatanan rambutnya. Selain alasan tersebut, Alfa juga kewalahan mengamati penampilan Karin yang sangat berkilauan sehingga netranya perlu mengerling ke sembarang arah. Karin cantik sekali. Jantung Alfa sontak berdebaran akibatnya.

"Udah, dong. Sini duduk." Mengendalikan kontrol diri sepenuhnya, Karin menjawab pertanyaan Alfa sembari menepuk pelan sisi permukaan sofa yang kosong di sebelahnya.

"Hm." Laki-laki itu kemudian beranjak menghampiri—dengan lagak kerennya, namun enggan menatap Karin secara langsung. Alis Alfa tertaut dalam masih beradaptasi melumaskan posturnya yang sedikit kaku. Ia menarik satu napas panjang untuk membuang gestur salah tingkahnya yang tak elok ditunjukkan. Mulai dari situ, barulah Alfa berani memindai wajah Karin seutuhnya.

"Wah, kalau begini caranya, gue yakin, sih, followers lo bakal meningkat semakin drastis." Membuka topik pembicaraan, Karin menyinggung fenomena kemarin soal melunjaknya jumlah pengikut sosial media Alfa—yang melesat jauh apabila dibandingkan dengan dirinya dan Luna. "Ya, ampun, ganteng banget! Kakak semangat, ya, lombanya! I love you, Alfa!" Sembari menirukan beragam komentar yang tersemat di kumpulan foto akun laki-laki tersebut, Karin terkekeh kecil hendak menggoda Alfa yang mendadak populer di kalangan remaja.

KARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang