16. Surat

7.6K 1.7K 89
                                    

Di selasar jajaran XI-IPA-1 sampai dengan barisan depan ruang XI-IPA-4, seluruh siswa-siswa yang baru saja keluar kelas setelah denting bel pulang berbunyi tengah dihebohkan akibat pertemuan dua remaja pintar yang disinyalir diam-diam membentuk sebuah hubungan.

Tentu, kalimat 'sebuah hubungan' yang terselip di antaranya tercetus hanya karena kaum bergosip saja yang senang membuat agenda. Tidak seperti umumnya, jika perempuan yang ada di hadapan sosok Keith Farez Alfansa saat ini bukanlah Karina Garda Kusuma, mungkin suasana yang tercipta tidaklah mungkin jadi semeriah kini.

Di SMA Bina Bangsa, khususnya mereka yang menempati tiga rentang waktu angkatan tahun sekarang, sejatinya bukanlah hal yang asing lagi untuk mengetahui bahwa Alfa merupakan sosok laki-laki yang paling diincar karena ragam pesonanya. Meski begitu, Alfa tidak pernah menerima satu pun pernyataan cinta dari sekian banyak kandidat yang berani menyampaikannya.

Menurut sekumpulan gadis yang hobinya membicarakan seputar kisah romansa dibandingkan membahas ilmu pengetahuan, sih, katanya Alfa berada di puncak tertinggi dalam skor lelaki yang paling sulit untuk didapatkan. Rasanya, perempuan mana pun yang hanya mengandalkan kecantikan dan pandai bersolek tidak akan cukup untuk merebut hati laki-laki itu.

Di sisi lain terkait persoalan asmara, reputasi Karin pun tidak jauh berbeda dengan karakteristik Alfa. Satu titik yang dapat digaris bawahi mengenai keunikan mereka hanyalah, Karin lebih menekankan kalimat pedas agar kumpulan cowok yang mendekatinya dapat mundur tanpa memberi sedikit kesempatan. Sebaliknya, Alfa cenderung menolaknya tanpa menunjukkan minat yang justru hal tersebut membuat para perempuan jauh lebih tergila-gila dan penasaran kepadanya.

Ya, bisa dibilang, daripada memaksakan diri atas sesuatu yang tidak bisa diraih saking misterinya—entah standar apa—yang ditentukan oleh Alfa maupun Karin agar pada akhirnya mau membuka hati, mereka—kalangan IPA—dari pihak pengagum laki-laki maupun perempuan justru menantikan dengan kompak kira-kira spesies mana yang berhasil meluluhkan dua insan yang berlagak nyaris tak tertarik akan cinta tersebut.

Pastinya, jika dilihat kembali apakah Alfa dan Karin cocok atau tidak, semua mungkin berkata setuju bahwa mereka bisa membentuk pasangan remaja yang serasi. Walau begitu, sepanjang 3 semester berjalan, aura pertikaian yang mengitari keduanya membuat siapa pun yang berniat ingin mendekatkan turut mundur membungkus harapan.

Alfa dan Karin mana mungkin bisa bersatu? Jangan bercanda.

"Thanks buat hoodie-nya, ya? Lain kali, jangan sembarangan kasih barang mahal kayak begini buat tutupin hal remeh. Untung nodanya bisa hilang," ucap Karin menjulurkan tote bag putih berisi pakaian yang terlipat tersebut.

Sontak, mereka yang menonton interaksi dua remaja jenius itu riuh sendiri melayangkan komentar. Pasalnya, tidak ada sejarahnya Alfa pernah meminjamkan barang pribadinya kepada perempuan lain. Sebaliknya, tidak ada sejarahnya pula Karin mau menerima pemberian dari lelaki lain.

Barangkali, beda halnya dengan hari ini, doktrin bahwa Alfa dan Karin merupakan musuh besar perlahan-lahan bisa terhapuskan berganti kalimat Alfa dan Karin diam-diam menghanyutkan.

"Hah, yang Karin kasih itu hoodie-nya Alfa?"

"Pantas aja dari kemarin Alfa nggak pakai outerwear, ada di Karin ternyata."

"Demi apa Alfa pinjamin hoodie-nya langsung ke Karin? Guys, lo tau nggak, sih, ini artinya apa?"

"Jangan bilang Alfa sama Karin? Kyaaa!"

"Wait! Nggak mungkin nggak, sih? Bukannya mereka saling benci?"

"Astaga! Lo ketinggalan zaman, deh. Benci itu ramuan jatuh cinta!"

KARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang