Hawa dingin menusuk kedalam tulang Camelion. Satu pesan singkat dari Chris yang menyatakan bahwasanya lelaki itu harus pergi dinas ke New Jersey. Camelion tidak mau merasakan kesendirian di rumah. Biasanya, Camelion akan pergi ke rumah Olivia dan suaminya, Dave, untuk hanya sekedar menghilangkan penat. Agar tidak merasakan kesendirian tepatnya.
Camelion memegang sebuah payung di tangan kirinya, malam itu pukul sepuluh malam tepat. Wanita dengan scarf berwarna hijau itu datang ke cemetery sahabatanya. Sudah sebulan dua sahabat terbaiknya meninggalkan dunia, namun Camelion belum sempat menjenguk keduanya.
Tepat di lot nomor 56, Camelion menghentikan langkahnya. Olivia dan Dave sudah terbaring tertimpa tanah disana. Camelion menghela nafas seraya mendoakan keduanya. Bulir air matanya mulai turun, Camelion pun bergegas menghentikan doanya.
"Hai Dave, Hai Olivia. Gue inget banget berapa tahun lalu gue minta tolong ke kalian soal Chris. Gue sama Chris udah bahagia sekarang, kalian pun juga pasti," Ujar Camelion sambil memegang salib milik Dave yang tertancap disana. "Gue cuman mau bilang, jangan khawatir soal masalah Edward Paine. Dia diadopsi sama ibu mertua gue. I guarentee both of you kalau mertua gue will have a huge concern to Edwards."
"Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa gue baru kesini. Paino, jangan karena gue suka ngaret yaa. Chris yang gak izinin gue untuk kesini karena takut kenapa-kenapa. Kan kata lo gue harus patuh sama suami,"Tambah Camelion, sedikit tertawa pelan walau bulir air matanya terus mengalir. "Dave, gue kangen diomelin sama lo kalo gue bikin Olivia ngambek. Lo tuh suami yang baikkk banget buat Paino yang buluk."
"Gue ganyangka kalau secepat ini Tuhan bakal ambil kalian dari hidup gue, I've missed you guys already!" Camelion mulai beralih pada salib milik Olivia, ia mengelusnya cepat."Sorry liv, gue belum mau punya anak. Keyakinan gue masih bulat pepat kayak dada Kim Kardashian—aduh sorry, gak etis banget gue ngomong gini di pemakaman. Tapi tenang, gue tau apa yang gue laluin kook."
"Gue ngerasa kesepian karena gak ada kalian. Harry mau nikah kayaknya? I'm happy for him. Gue cuman mau bilang kalau gue bisa putar waktu, gue bakalan nyuruh kalian untuk gak sama sekali pergi ke rumah mertua lo, Liv. Biar kalian berdua bisa lebih lama sama gue disini." Ujar Camelion. "Bentar lagi udah mau hu—"
Dan hujan pun mulai mengguyur tubuh Camelion yang belum tertutup oleh payung. Camelion menghela nafas pendek seraya membuka payung yang ia bawa. "Gue izin pamit ya, hujan. Baik-baik disana ya sama Tuhan, Tuhan selalu bersama kalian."
Camelion pun mulai meninggalkan lot pemakaman milik Dave dan Olivia, sebuah mobil range rover berhenti tepat di hadapannya, membuat Camelion menghela nafas pendek. Lagi.
"Cam, go inside."
Zac menatap kedua pupil mata Camelion, menyuruhnya untuk masuk karena hujan. Camelion pun menyetujuinya untuk segera pergi dari sana.
"Lo ngapain kesini?" tanya camelion cepat.
"Kebetulan lewat, gue abis lembur ketemu klien," Jawab Zac cepat."Lo sendiri?"
"Ke pemakaman temen. "
Zac mengangguk mengerti. "Lo mau kemana sekarang? Gue tau kehilangan lo pasti sulit."
"Kenapa menurut lo gitu?"
"Karena gue tau Camelion gak bakalan se-gloony ini. Malem-malem ke pemakaman, lo gak takut?" tanya Zac.
Camelion menggeleng.
"Kalo gue takut," Ujar Zac.
"Takut kenapa?"
"Gue takut lo kenapa-kenapa. Apalagi ini udah malem, hujan. Kalo sakit gimana?" Zac menatap Camelion nanar. "Mau nginep di apart gue? Gue tau lo gak punya tempat buat pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Evans
FanfictionCerita tentang kehidupan selanjutnya antara Camelion dan guru matematikanya, Chrstopher Robert Evans. [Sequel to Mr. Evans] Copyright 2023 All right reserved By -Haizlee11