Camelion duduk di sudut kamarnya dengan secangkir kopi di tangannya. Matanya menangis sambil menatap langit malam. Berada di usia 20 an akhir, menjadi janda dan pengangguran. Jangan lupakan kesepian. Camelion tidak habis pikir dengan apa yang harus terjadi padanya.
Drdtt..
Chris : Cam, kamu udah sampai Boston lagi?
Camelion : Udh
Chris : Udah makan?
Camelion : Udh
Chris : Apartemen udah beres?
Camelion : Udh
Chris : Udah apa?
Camelion : Udh
Camelion langsung menutup ponselnya. Ia tidak mau termakan api cinta yang masih menyalak dalam dirinya. Katakan ia bodoh, tapi cinta memang terlalu tolol untuk melihat apa yang telah pujaannya lakukan dan merusak dirinya hingga ke akar. Camelion bahkan tidak paham apa yang ia harus lakukan kedepannya.
Tok..tok..tok..
Pintu apartemen Camelion diketuk beberapa kali, wanita itu langsung mengelap air matanya, ia bergegas untuk membukakan pintu. Betapa kagetnya ia melihat Aunt Gesine yang tampak muram.
"Aunt," Camelion langsung memeluk hangat tubuh tantenya. Ia pun menangis dalam sekejap, tidak perduli kebisingan yang dihadapi orang-orang sekitar.
"Ayo masuk dulu, Cam,"Ujar Gesine seraya menutup pintu apartemen Camelion. Camelion pun kembali menangis, Gesine sudah seperti ibunya.
Gesine dan Camelion pun duduk di sofa apartemen yang cukup empuk itu. Gesine masih memeluk Camelion yang sesenggukan. Ia mengelus kepala Camelion beberapa kali.
"Sayang, aunt tau ini berat, sayang," Ujar Gesine.
"Aku tau aku salah karena gak mau punya anak, Aunt. Tapi aku kasih semua kebutuhan biologis Chris kecuali yang satu itu. Kenapa aku masih disakitin aunt?"Tangis Camelion kembali pecah.
****
Hari ini adalah hari pertama bagi Camelion untuk melakukan counseling. Ia diantar oleh Greyson dan anak Gesine kesana, Camelion tersenyum karena sejak 6 tahun lalu ia pergi ke New York dan keduanya masih berhubungan baik. Rencananya tahun ini mereka akan menikah.
Pintu ruang psikolog yang Camelion percayakan pun terbuka, menampakan seorang lelaki yang Camelion kenal.
"Sebastian, kok lo-"
"Masuk," Potong Sebastian.
Tatapan Camelion nanar, mengapa Sebastian mendadak jadi psikolognya? Sebastian Stan kan nama psikolognya? Hah?
"Lo ceritain ke gue, kenapa lo bisa jadi therapist disini!" Omel Camelion.
"Gue lulusan S2 Psikologi. Gue direkrut Chris juga kaget banget pas itu, gue gak paham apa-apa tentang marketing. Setelah tau gue kongkalikong sama Zac, Chris mecat gue. Daripada gue kehilangan pekerjaan dan lo, mending gue kesini,"Celetuk Sebastian.
Camelion menelan ludahnya. Baru saja mau sembuh, bebas dari trauma. Kenapa si begajulan yang jadi therapistnya? Bagaimana ia bisa sembuh?
"Apapun yang terjadi disini, jadiin rahasia. Gue gak bakalan kasih tau siapapun kalau lo pasien gue. Kalo lo udah siap, lo boleh cerita sama gue, Camelion Kensington."
Kalau gak karena pengen sembuh, gua ga bakalan mau, deh, terapi sama si Sebastian.
***
Camelion mengelap air matanya yang masih membasahi kedua pipinya. Ia tengah berada di dalam taxi dengan pemandangan kota Boston yang sudah tidak asing bagi Camelion.
"Nona, maaf jika saya lancang, mengapa nona menangis, ya?" Tanya supir tua tersebut. "Mungkin nona ingin pergi ke tempat yang tenang terlebih dahulu?"
Camelion menelan ludahnya. "Nggak usah, pak, jalan aja ke apartemen saya."
"Nona habis diputusi kekasih, ya? "Tanya sang supir. "Nona mirip anak perempuan saya."
Camelion terkekeh."Saya habis terapi inner child di psikolog tadi, pak. Saya gak menyangka ternyata sesakit itu. Kebetulan saya janda, pak."
Sang supir tampak terkejut."Wah, kok bisa ada lelaki yang menyia-nyiakan wanita seperti kamu, nak? Kamu pasti wanita yang hebat."
"Suami saya beda dua puluh tahunan sama saya, pak. Dulu guru matematika saya, sudah enam tahun saya menikah tapi saya selalu menolak untuk memiliki anak. Mungkin karena trauma saya, suami saya jadi minggat,"Ujar Camelion.
Sang supir menggeleng."Tidak, nona. Seharusnya mantan suami nona membantu nona untuk sembuh dari trauma. Saya yakin kalian sudah berkomitmen dari awal pernikahan, bukan? Jikalau memang tidak sanggup, seharusnya mantan suami nona tidak menikahi nona dari awal. Memang jaman sekarang sulit mencari yang benar-benar setia. "
"Terima kasih, pak,"Sahut Camelion.
"Saya percaya, mantan suami nona pasti sangat menyesal sekarang. Perselingkuhan memang tidak patut dimaafkan,"Balas sang supir."Semoga nona mendapatkan lelaki yang lebih baik daripada dia."
"Terima kasih, pak."
Sesampainya di apartemen, Camelion membersihkan tubuhnya yang lengket karena penuh air mata. Ia membilas wajahnya yang tanpa make up dengan cekatan, ia ingin bergegas untuk menonton netflix tanpa perduli ia sedang menjadi seorang pengangguran. Ia belum memiliki niat untuk benar-benar bekerja sekarang.
Drddtt..
Sebastian : sent you a photo
Sebastian : gambaran lo sekarang kan, nih? Hahaha
Camelion : ihh daster siapa ituu, cantik banget anaknya bapak stan
Sebastian : bacot, cepetan tiduur udah malem. lo pasti capek abis nangis-nangis
Camelion : kelonin dong, tepok-tepokin biar tidur
Sebastian : you want ME to $m4ck your a$$?!?!?
Camelion : jijik apaansih wkwkw
Sebastian : tidurlah, udah kena plot twist tau-taunya gue therapist ganteng lo
Camelion : bye pak dok mau nonton netflix. janda juga butuh belaian kali walau lewat netflix doang
Sebastian : gue beneran kesana, nih!
Camelion tertawa lalu mulai menyalakan ipadnya untuk mencari tontonan Netflix yang ia inginkan. Satu pesan masuk di ponselnya.
From : Zac
We need to talk right now.To be continue..
*Guys thank you masih support cerita yang udah pending bertahun-tahun ini hahaha. Oh iya, kalo kalian di posisi Camelion, kira-kira kalian bakalan tetep milih Chris? Or Zac or malah Sebastian yang gadanta?
Me? Aku Zac sih, awww*
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Evans
FanfictionCerita tentang kehidupan selanjutnya antara Camelion dan guru matematikanya, Chrstopher Robert Evans. [Sequel to Mr. Evans] Copyright 2023 All right reserved By -Haizlee11