15

80 12 4
                                    

Camelion masih teringat kejadian beberapa malam yang lalu, ketika sang suami yang akan menjadi mantan bercumbu dengan wanita lain. Ketakutan terbesar dalam hidupnya terjadi juga, Camelion mungkin akan benar-benar mengikuti saran Zac untuk terapi, namun Camelion masih belum mampu memaafkan Zac serta Sebastian pula.

Camelion tengah merapihkan pakaiannya, ia akan segera pergi dari rumah Chris. Kebetulan karena uang yang ia miliki berlebih, Camelion sudah membeli satu unit apartemen yang terletak cukup jauh dari New York, ia akan kembali ke Boston, melupakan Chris, Scarlett, bahkan Zac dan Sebastian. Ia sudah resign dari pekerjaannya di Efron Corps.

"Cam.. aku khilaf," Ujar Chris datar sambil menunduk.

Camelion ingat sekali kata itu yang terucap dari sang suami. Ia hanya bungkam dengan air mata yang berlinang di kedua matanya. Camelion tidak habisa pikir, menikahi Chris adalah hal yang salah selama ini.

"Kamu udah makan?" Suara Chris menggema, membuat Camelion mendongak menatap suaminya yang teramat ia cintai.

"Belum, aku masih beresin baju-bajuku ke kardus. Kamu makan duluan aja,"Balas Camelion lalu kembali merapihkan pakaiannya.

Chris mengangguk pelan lalu meninggalkan Camelion sendiri. Ingin rasanya memukul sang suami, membunuhnya dari ketinggian tertinggi, tapi ia sayang Chris. Memutuskan untuk pergi dan tidak menjadi istri Chris adalah hal yang terberat, namun Camelion sudah berjanji pada dirinya sendiri, bahwasanya perceraian harus terjadi bila sang suami berselingkuh atau melakukan kekerasan, karena hal itu didasari atas kesengajaan dan bukan kekhilafan atau apalah itu yang Chris sahutkan.

Camelion mulai menaruh lakban pada sisi-sisi kardus yang terbuka, Chris datang dengan sebuah nampan dan dua buah roti diatasnya.

"Aku takut kamu gak nyaman makan sama aku, jadi aku bawa french toast nya kesini,"Ujar Chris. Camelion hanya diam, ia tetap fokus pada paketnya.

"Em..soal perceraian kita,"Tambah Chris."Aku sudah dapat kabar dari pengacaraku, perceraian kita sudah disetujui."

Camelion kembali diam, ia tak perduli perkataan Chris, yang ia tahu adalah ia harus cepat pergi dari sini.

"Aku tidak tau akan hidup seperti apa tanpa kamu, Cam,"Kata Chris. Camelion menghentikan kegiatannya, ya, Chris, Camelion juga tidak tau bagaimana kedepannya. Apa yang akan ia lakukan tanpa seseorang yang ia sayangi pula, namun memaafkan kesalahan Chris bukanlah hal yang tepat pula bagi Camelion.

Ting..Tong..

"Aku buka pintu dulu, ya, " Kata Chris.

Camelion tetap diam. Ia tak tau harus merespon apa. Tak lama kemudian, Harry dan pacarnya masuk kedalam kamar Camelion dan Chris, mereka mulai membantu Camelion untuk berbenah.

Seusai berbenah dibantu Harry dan kekasih, tanpa memakan french toast yang dibuatkan Chris, Camelion memutuskan untuk langsung pergi. Tapi tetap saja, Chris masih menginginkan basa-basi dari istrinya yang akan segera menjadi mantan.

Tubuhnya yang kekar dibalut polo berwarna putih langsung memeluk tubuh sang istri ketika Harry dan kekasih mulai memasukkan kardus kedalam mobil, Chris memeluk erat sang istri walau Camelion tidak bergeming.

"Izinkan aku memeluk istriku untuk terakhir kalinya,"Ujar Chris."Cam, ini adalah mimpi saya sejak saya bertemu kamu, saya-"

"Sebuah mimpi yang kamu coreng sendiri karena keegoisanmu. Bukannya membantu aku untuk bangkit dan mencari terapi, kamu malah main sama cewek lain dibelakangku,"Balas Camelion. "Kalau kamu memang mau punya anak, kasih tau aku Chris, bukan ini caranya. Kedepannya, kalau kamu punya kekasih atau menikah lagi, ingat komunikasi itu yang utama. Jangan egois."

Camelion langsung melepaskan tubuhnya dari Chris, tanpa menoleh ia langsung masuk kedalam mobil Harry. Chris tau ia salah, tapi ia masih menyayangi sang istri.

"Lo tau gak sih, gue pengen banget nonjok si Chris. Dulu rebutan sama gue, dia yang menang lagi. Bukannya bersyukur dapet cewek sebohay lo, malah dibuang. Dasar cowok biadab." Celetuk Harry. Camelion hanya tersenyum palsu.

****

Camelion memeluk tubuh Raven, kembarannya yang ia sayangi. Ia langsung menangis dibalik pelukan Raven yang selalu ia anggap hangat.

"Jelek banget lo,"Celetuk Raven.

"Jelek-jelek gini udah janda,"Tawa Camelion walau tangisannya masih di pelupuk.

Sambil membuka jas dokternya, Raven menenggak kopi hangat yang dibelikan Camelion."Kenapa lo harus ke Boston? Lo disini udah stable banget, Cam."

"Gue mau mulai dari awal, gue mau berjuang dari awal, lo gak usah khawatir,"balas Camelion.

Raven mengangguk mengerti."Ada perasaan senang dalam diri gue karena kalah saingan sama lo, bahwa suami lo itu gak worth it. Dia lebih milih jalang ketimbang lo."

"Kadang orang emang suka gak ngotak, Ven. Gue take off sebentar lagi, I'm gonna miss you," Camelion memeluk tubuh Raven lalu melambaikan tangannya kepada kembarannya. Sudah saatnya pergi bagi Camelion dan memulai hidup yang baru sendiri. Di Boston.

*Gini aja kali ya? Udah ending? Wkwkwk jangan deng. Masih ada lagii kook tenaangg ajaa. 😂*

Mrs. EvansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang