Chris menatap foto pernikahannya dengan Camelion tiga tahun lalu. Senyumannya terukir jelas disana. Ia masih tidak menyangka bahwa ialah yang pada akhirnya memenangkan pertarungan dengan Harry.
Namun dalam sekejap senyuman itu memudar. Kodratnya sebagai lelaki, keegoisannya menghujam dirinya sendiri. Mungkin ia sudah bahagia karna menikah dengan Camelion, namun ia tetap ingin memiliki buah hati dengan Camelion.
"Mendung amat muka lo."
Suara pintu yang ditutup kencang dan langkah kaki yang sangat Chris hafal itu membuat pandangannya teralihkan kepada seorang lelaki berambut coklat itu, siapa lagi kalau bukan Sebastian Stan, sahabatnya.
"Gue duduk disini, ya. Capek," Sebastian mendaratkan bokongnya di sofa berwarna hitam pekat itu lalu menuangkan white wine ke gelasnya.
"Bukannya lo di Moskow? Ngapain kesini?" Tanya Chris dingin.
"Kenapa sih lu? Gasuka gue disini? " balas Sebastian jengkel."Capek, cewek-cewek disana cakep, tapi gak menarik."
"Bodo amatlah, serah lo. Mangkannya nikah."
Sebastian berdecak lalu menenggak white wine itu sekaligus."Gue gak siap punya anak, bro, cewek biasanya minta anak mulu."
Chris terdiam. Tatapannya menusuk pada kedua iris mata biru milik Sebastian. Sebenarnya Sebastian yang lupa apa mabuk sih?
"Gak bro, gue sengaja. Istri lo satu pendirian soalnya sama gue," Tawa Sebastian."Udahlah, yang penting kan lo bisa milikin Camelion seutuhnya. Apa kurangnya lagi, sih? Udah cantik, bodynya bagus, pasti lo puas terus, kan? Apalagi dia lebih muda daripada lo, lo udah beruntung banget, man. Sekarang lo tinggal kerja aja buat mempererat jalinan pernikahan kalian."
"Ya tapi kan gue—"
"Lo tuh pemimpin keluarga, lo harus menghargai keputusan Camelion juga. Heran gue." Sebastian pun beranjak dari sofa Chris lalu berjalan cepat menuju pintu keluar.
"Ntar malem ketemu sama gue di Club. Gue malem ini ulang tahun. Gak ada kata enggak, udah tiga belas tahun lo nggak pernah dateng ke ulang tahun gue, ya. Gak ada kata tapi!"
Pintu pun ditutup dengan kencang. Chris menghela nafas pendek.
To: My amor
Aku pulang agak malam, Sebastian menyuruhku datang ke pesta ulang tahunnya. Aku usahakan pulang cepat, Cam.
****
Camelion menatap layar smartphone nya cepat, satu pesan masuk dari Chris. Ia membacanya cepat tanpa ingin membalasnya. Ia pun kembali meneguk Orange Juice nya diikuti tatapan mengintimidasi dari Dave dan Olivia.
"Itu suami message jawab dong!" Tegur Olivia, tatapannya tajam. Ia sudah tidak kuat dengan tingkah keanak-anakan sahabatnya yang ingin ia timpuk saja.
"Bodo, gak penting."
Dave terus mengelus pundak Olivia agar istrinya itu tidak naik pitam. Ketika hamil, Olivia sering sekali naik pitam. Mungkin bawaan bayi?
"Lo mau pulang kapan?" Tanya Dave cepat.
"Sampe Chris gak ngerengek-rengek minta anak, capek gue dengernya," balas Camelion cepat.
Dave menghela nafasnya pendek, ia pun bangkit dari sofa berwarna abu-abu gelap itu.
"Liv, ayo masuk. Aku tau kau lelah," Dave pun mengecup kening Olivia seraya menuntunnya masuk kedalam kamar.
Camelion menghela nafas pendek lalu meneguk beer kaleng ditangannya. Tatapannya lurus tertuju pada televisi berukuran 32 inch itu yang dibiarkan mati.
Tak lama kemudian pintu kamar utama tertutup, dibarengi Dave yang mendaratkan bokongnya di samping Camelion. Tangannya tengah memeluk sepiring berondong jagung.
"Lo abis ngomong apa sih sama istri gue dua hari yang lalu? Dia sampe nangis loh!" Tanya Dave, memulai obrolan.
"Gua marah, gue bilang gue gak mau dateng ke persalinan dia."
Dave menghela nafas pendek. "Pasti karna istri gue nyuruh lo punya anak."
"Ya apa lagi kalau bukan itu?"
"Lo gak mau punya anak karna takut gak bisa berduaan sama Chris?"
"Nggak, alasannya bukan urusan lo," Balas Camelion."Gua mau pergi, gabetah disini."
***
Drdtt...
Sebastian?
Camelion meraih iPhone 11 Pro miliknya. Ia pun menempelkan benda pipih yang baru dibelikan Chris dua hari yang lalu. Camelion dapat mendengar suara dentuman musik yang cukup keras disana.
"Suami lo drunk, bisa kesini Cam?" Tanya Sebastian memastikan.
"Kok?"
"Iya, dia ke acara ulang tahun gue, sorry gue ajak dia minum, Cam. Lo tahu kan cowok gimana."
"Oh."
"Lo bis—"
"Gua lagi di luar kota. Lo urus aja suami gue."
Camelion memutuskan panggilan secara sepihak. Tank top dan hot pants ketat, wanita itu masuk kedalam club dengan rambut yang terurai bebas. Bibirnya semerah darah, Camelion mulai berjalan ke atas panggung. Menyatukan gerakan tubuhnya dengan musik club.
"Fuck you, and you, and you. I hate your friends, and they hate me too. I'm through i'm through~"
Camelion terus bersenandung ria mengikuti lagu yang tengah diputar, tidak perduli liriknya benar atau salah. Ya, Camelion sadar, dia sudah memiliki suami dan tidak seharusnya ia begini. Pergi jauh ke Dakota hanya untuk melepaskan jiwa hewannya, seolah ikatannya dengan Chris menyiksanya setiap hari.
Camelion juga sadar bahwa banyak mata lelaki yang menatapnya dari kejauhan. Camelion puas, ia suka tatapan liar itu, namun Camelion tidak akan tergoda, ia percaya bahwa ia milik Chris.
Pukul 3 dan bar akan tutup sebentar lagi, Camelion bergegas menenggak whiskey miliknya untuk segera pulang ke rumah dan menemui Chris. Ia memang sedikit mabuk, ia akui itu. Malam itu cukup liar, ia bertemu banyak orang walau ia tidak yakin akan mengenal mereka ketika bertemu untuk kedua kalinya.
"Nona?" Seorang lelaki mencegat Camelion, membuat wanita itu melotot karna merasa dihalangi.
"Get off my way, sir."
Lelaki berjas itu tersenyum. Ia memainkan rambutnya dan sedikit tertawa.
"Kau mabuk? Kau yakin bisa pulang dengan selamat? Kau butuh tumpangan?" Tanya lelaki itu cepat.
"Tidak."
Camelion berusaha melewatinya, namun lelaki itu semakin mencegatnya.
"Ini sudah jam tiga dini hari, Dakota bukan kota yang aman untuk seorang wanita sepertimu. Lebih baik kau bermalam di Flat ku."
"Tidak usah kau—"
Tubuh Camelion ambruk, lelaki berambut coklat itu menangkap tubuh Camelion tanggap. Ia tersenyum tipis sambil menyibakan sedikit rambut Camelion. Ia dapat melihat wajahnya sedekat ini, sebuah prestasi yang tidak akan pernah ia lupakan.
Ia pun membopong tubuh Camelion menuju range rover putihnya. Sambil mengeratkan safety belt pada tubuh Camelion, mobil pun melesat meninggalkan Club.
TBC
*Sorry udah lama banget ga update karnaaa sibuk tugas + writer block. Don't forget to leave vomments yaww<3
Waduuh sapatu ya yang bawa Camelion pergi? Harry? Sebastian? Dave? Duhh siapa ya? *
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Evans
FanfictionCerita tentang kehidupan selanjutnya antara Camelion dan guru matematikanya, Chrstopher Robert Evans. [Sequel to Mr. Evans] Copyright 2023 All right reserved By -Haizlee11