Ritme, 25

523 73 24
                                    

Ranz membelokkan mobil. Memasuki pagar yang dibuka satpam rumah. Rumah selama beberapa bulan terakhir tak dikunjungi tak ada yang berubah. Segalanya tetap sama. Hanya teras depan sedikit berbeda. Lebih berwarna ditanami tanaman hias beraneka ragam.

Seorang paruh baya kepala lima menanti mereka depan pintu. Kacamata bertengger, rambutnya sudah memutih seiring berjalannya waktu. Pakaiannya kasual. Kaos abu berkerah dipadukan dengan celana hitam bahan. Pancaran aura wibawanya sangat terlihat begitu bijaksana.

"Bubu anak pungut ya?" ledek Khanza. Wajah keduanya tak ada kemiripan.

Sejak Afkar mengatai nama panggilan. Mereka sepakat membuat nama itu secepat mungkin. Agar tak ada lagi kecanggungan diantara mereka.

Ranz menatap tajam dari spion. "Kok gak mirip ya? Lebih mirip sama bapak yang jaga gerbang," Khanza terkikik geli.

"Mulutmu satu sekolah sama Afkar ya?" tanya Ranz intograsi.

"Satu sekolah beda kelas. Kak Afkar kelas C. Miwa kelas A."

"Nanti kalau udah depan mertua, Miwa diem aja ya. Jangan banyak omong. Pamali," imbuh Ranz. Menepikan mobil di garasi.

"Iya Bubu."

"Miwa pintar," pujinya seraya mengelus puncak kepala Khanza.

"Ayo, keluar. Mertua Miwa udah nungguin di depan." Ranz membuka sabuk pengaman.

Khanza bergeming di tempat. "Mertua galak gak?"

"Galak banget. Saking galaknya, istrinya banyak hahah," Ranz terkekeh. Melepaskan sabuk pengaman Khanza.

Merasa jarak mereka dekat. Khanza menahan nafas sesaat. "Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Bubu juga mau poligami?"

Ranz tersenyum. Mengecup singkat puncak kepala Khanza. "Emang Miwa mau poligami?"

"Cerai lebih baik daripada poligami." Khanza mengerucutkan bibir.

"Cerai di murkai Allah. Poligami dapat surga. Hayoh, mau yang mana?" Ranz gemas sendiri melihat ekspresi Khanza seperti itu.

"Emangnya kalau Bubu poligami, udah ada calon?" 

"Kalau Miwa setuju. Bubu bakal cari lagi."

"Jangan. Nanti Miwa bakal hilang dari hidup Bubu lhoh."

"Ya nggak-lah. Miwa juga udah cukup kok sebagai perantara bahagianya masa depan Bubu."

Khanza tersipu lagi. Ranz menepuk puncak kepala Khanza.

"Udah ayok keluar. Kasihan mertua nungguin." imbuh Khanza.

Ranz keluar dari mobil. Khanza menyusul di belakangnya.

"Assalamualaikum pa," Ranz menghamburkan pelukan erat.

Khanza terdiam di belakang Ranz. Tersenyum menunduk.

Berasa jadi angin disini, batinnya.

"Waalaikumsalam. Bagaimana kabarmu nak?" Ranz melepas pelukan. Melihat wajah papa-nya mulai mengerut seiring bertambahnya usia.

"Alhamdulillah baik pa."

Khanza bergeming di tempat. Papanya, Ramzi menyadari hal itu.

"Oh iya pa, kenalin ini calon istri Ranz." Ranz tersenyum. Mempersilahkan Khanza menyalami namapapa.

"Assalamualaikum pa," sapa Khanza tersenyum. Menyalami Pak Ramzi.

Pak Ramzi mengerutkan kening. "Waalaikumsalam. Sudah kenal berapa lama kamu dengan anak saya?" tanyanya.

RITME; Married with SelebritiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang