Ritme, 7

861 202 48
                                    

Myscha memutar knop pintu kamar Khanza. Ia tak menyangka jika sahabatnya akan berpenampilan sangat antimainstream di matanya. Ia melihat kebawah. Penampilannya, blues motif horizontal monokrom dipadukan dengan cardigan hitam, hijab hitam serta sneakers converse.

Khanza? hanya memakai piyama tidur dipadukan blazer hitam serta pashmina hitam.

"Lo ngapain pake baju kek ginian? Mau kepasar swalayan? Atau mau jadi pembantu? Kita mau ngonser sayyy," Myscha menatap tubuh Khanza dari atas sampai bawah.

"Ogah nyari baju. Untung aja lo tadi telepon gue lagi. Kalau kagak, ya mungkin gak jadi,,"

"Dasar ini anak. Biasanya juga suka rapi. Gak usah norak deh. Mentang-mentang pertama kali ke konser."

"Iya iya. Jadi?"

Myscha segera mencari pakaian yang cocok dalam walk-in closet Khanza. Beberapa menit kemudian, Myscha menghampiri Khanza tengah terduduk lesu di ranjangnya. Sesekali ia menguap.

"Udah gue siapin di dalam. Gue tunggu disini. Pokoknya lo harus ikut. Titik." Ucap Myscha penuh penekanan.

Khanza berjalan gontai memasuki walk-in closet. Ia melepas piyama tidurnya. Menghela nafas. Lantas, memakai set pakaian yang sudah Myscha siapkan.

"Terus?" ucap Khanza sebelum sesaat ia keluar dari walk-in closet. Myscha yang tengah berbaring. Menoleh. Menatapnya tak percaya. Segera saja ia menghampiri Khanza.

"So good," Myscha mengacungkan kedua jempolnya.

"Terpaksa Cha," Raut wajahnya sangat malas dipandang oleh Myscha. Myscha berfikir sejenak. Hingga terlintas sebuh ide di kepalanya.

"Ya udah, kalau lo terpaksa. Gue bisa pergi sendiri kok." Myscha berbalik. Ia angkat kaki. Namun, Khanza menghadang tepat di depan pintunya.

"Iya, iya. Gue ikut. Tadi terpaksa karena gue mager." Khanza mengacungkan lengannya.

"So?"

"Tungguin gue. Masa gue udah dandan cantik gini ala Myscha gak jadi berangkat?" tanyanya pada angin. Ujung bibir Myscha tertarik. Mudah saja bagi Myscha membujuk Khanza. Untung saja, ia piawai dalam beracting.

"Gue tunggu di depan," Myscha berjalan melewati pintu. Lagi-lagi, Khanza menghentikan langkahnya.

"Selesai," Khanza mensejajarkan langkahnya dengan Myscha. Membuatnya menoleh. Takjub.

"Apa lo lihat-lihat?" sewot Khanza. Myscha tersenyum. Terkekeh. Lantas, merangkul pundak sahabatnya. "Lo sahabat terbaik gue yang pernah ada,"

Khanza berjongkok. Memakai sneakersnya. "Ada maunya lo,"

"Eh, gue asli. Gak dusta ya kali ini."

Myscha berdiri. "Ya kali-kali aja ngonser. Buat nambah pengalaman hidup aja. Sekalian gak terlalu norak Za,"

Khanza mendengus.

"Lagian, ngapain perlu rapi-rapi gini. Padahal udah kayak tadi aja. Sekalian nanti langsung bobo,"

"Bukannya lo mau ketemu gebetan lo itu kan? Kayaknya makin ganteng aja tuh anak. Gak sabar dah gue pengen lihat."

"Percuma ganteng kalau bukan jodoh." ucapannya membuat Myscha menoleh.

"Lagian, percuma juga kita rapi-rapi gini kalau gak ketemu jodoh." lanjutnya.

Myscha menoyor pelan kepala Khanza. "Ceritanya lo pengen cepet-cepet ketemu jodoh?"

"Gak juga,"

"Terus?"

"Biar lo gak ngambek. Kan terpaksa," ucapnya asal. Seketika, Myscha sudah berjalan meninggalkannya. "Tuh kan ngambek,"

RITME; Married with SelebritiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang