Ritme, 15

744 137 35
                                    

Selama perjalanan menuju rumah. Keheningan menyelimuti mereka. Khanza menatap nyalang keluar jendela. Ia tak pusing memikirkan ucapan siswi tadi. Toh, mereka mengatainya karena mereka tidak tahu apa-apa tentang hidupnya ini. Hanya melihat dari satu sisi yang belum jelas tentunya.

Ella es mi novia.

Satu kalimat terus menggema dalam pikirannya. Apa artinya itu? Wajah Ranz memerah tatkala mengucapkannya. Entah menahan amarah atau, tersipu malu?

Khanza tak begitu jelas melihat wajah Ranz. Ia melihat gelagat setiap siswi. Ketakutan. Lantas keduanya pergi dari sana setelah Ranz berucap.

Tak kuasa menahan rasa penasarannya. Khanza menoleh. Tepat traffic light merah.

"Kak. Tadi kakak ngomong apa ke mereka?" 

"Yang mana? Banyak keluar kalimat dari mulutku," jawabnya tanpa menoleh. Menyembunyikan rona sama sekali tak terlihat Khanza.

"Ella es mi novia." Ranz menelan saliva.

"Aku gak ngomong itu deh," traffic light kembali hijau. Ranz menjalankan mobil.

"Sebelum kita pergi dari sana,"

"Yang mana?"

Khanza membalikkan tubuh. Menghadap Ranz walau tak sepenuhnya.

"Gak usah pura-pura lupa lhoh kak. Dosa. Pamali,"

"Tapi dosa kita berguguran lhoh kalau kayak gini," Ranz mengambil tangan Khanza. Menggenggam erat diatas pahanya. Pandangan tetap fokus menatap jalanan.

Ingin ku teriak, batin Khanza.

Sudut bibir Khanza terangkat. Pipinya berulah lagi. Seperti kepiting rebus saja.

Khanza hendak menarik tangannya sesaat Ranz berkata.

"Gini aja. Dosa kita berguguran. Apalagi kalau melakukan eksperimen di atas ranjang. Dosa berguguran banyak."

Tangannya benar ditarik cepat. Khanza memalingkan wajah ke jendela. Membelakangi Ranz. Meskipun Khanza menyembunyikan rona merah semakin memerah dibalik punggung. Kaca spion membuktikan segalanya.

Gadisnya mulai terperangkap oleh pikiran Ranz.

Beberapa menit setelahnya dilanda keheningan. Khanza menopang kepala. Sikutnya berada diatas dashboard. Masih membelakangi Ranz.

"Mampir makan dulu yuk. Baru pulang. Hitung-hitung kencan biasa."

Ranz menoleh sekilas, kendaraan didepannya tak begitu padat. Seolah angin lalu ucapannya. Ia menepuk bahu Khanza pelan.

"Hmm," Khanza bergumam. Mengiyakan pertanyaan Ranz. 

Ngambek rupanya.

"Kamu penasaran arti Ella es mi novia?"

Khanza baru menoleh. Melipat tangan depan dada. Ia mengangguk. Tingkahnya, membuat sudut bibir Ranz terangkat.

"Artinya adalah," Ranz menggantungkan kalimat sengaja. Membuat Khanza lebih mendekat.

"Adalah?"

Ranz menepikan mobil tepat didepan salah satu caffe favoritenya dulu. Tempat berkumpul dengan kameradnya sebelum wajahnya menjadi sorotan publik. Tempat berkumpul untuk melakukan sebuah aksi. Tempat berkumpul untuk mengambil hasil dari usaha kerasnya.

"Maaf ya Khanza." Ranz menghela nafas. "Artinya kamu sepupuku. Soalnya, aku takut kamu kenapa-napa. Kecuali kalau hubungan kita di-"

Bukan respons kecewa Ranz dapati. Wajah Khanza berbinar. Saking senangnya, refleks ia menggenggam tangan kiri Ranz dengan kedua tangannya.

RITME; Married with SelebritiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang