Ritme, 9

806 182 33
                                    

Suara riuh kian menggema. Lampu menari kesana-kesini. Teriakan orang-orang membuat gendang telinga Khanza hampir rusak. Tidak seperti Myscha. Mungkin ia sudah terbiasa dengan keadaan ramai. Ia menyumpal telinganya dengan earphone. Mendengarkan sembari memuroja'ah. Mungkin karena tiket gratis. Ia tak perlu menyayangkan uang. Hanya waktu saja. Sebagai pengalaman.

Tak lama, keadaan kembali hening. MC kembali ke stage. Memanggil seseorang. Yang mampu membuat hatinya bergetar. Jantungnya berdetak. Suara teriakkan semakin menggema menyentuh langit. Ramai. Bahkan sangat ramai. Khanza memperhatikan sedari tadi. Beribu-ribu pasang kaki manusia menepi ditempat ini. Hanya untuk menyaksikan perform seseorang yang telah mengambil first kissnya. Ia coba lupakan kejadian tadi. Tapi tetap saja bayangan Ranz terus menghantui fikirannya. Jangankan itu. Ucapannya pun terus terngiang di telinganya.

Hampir saja ia menangis. Karena dosa yang telah ia lakukan. Namun, apalah daya jika ia kira hanya ekspetasi semata. Bukan realita. Percuma saja ia menangis. Karena menangis tidak akan merubah takdirnya. Tidak akan mengubah waktu. Tidak akan membalikkan keadaan. Terlanjur sudah.

Ranz memasuki stage. Diiringi beberapa kameradnya yang membawa masing-masing alat musik. Penggiring Ranz. salah satu diantara mereka. Pernah ia lihat. Mengembalikan dompetnya tempo hari. Ternyata, ia salah satu kamerad Ranz. Khanza tidak terkejut. Memang, terlihat dari penampilannya saja sudah sangat fashionable. Seperti model saja.

Usai menyapa seluruh pengunjung. Satu titik yang ia perhatikan. Ia tatap sedari tadi hanya vocalis yang memegang gitar. Manik matanya menari kesana-kesini. Setelah menemukan apa yang dicari. Ranz tersenyum merekah. Matanya tak bisa ia alihkan kala tatapan keduanya bertemu. Khanza segera membuangnya. Takut rona merah dipipinya kian menyembul. Mencari objek pemandangan yang enak dilihat. Karena, ia tak mau insiden tadi terus berputar dikepalanya. Mengotorinya saja.

Senar gitar mulai dipetik. Alunan musik mulai menggiring. Tetap saja tak ada objek yang indah selain vocalis yang mulai bernyanyi. Wajahnya tak lepas dari senyuman. Siapa saja yang melihatnya mungkin akan tergila-gila akan pesona ketampanannya.

Khanza menelan saliva. Ribuan tangan terangkat mengikuti iringan musik. Ribuan lightstick memancarkan cahaya variasi warna. Bagai ribuang rasi bintang yang menghiasi langit. Hanya beberapa orang yang tidak mengabadikan moment berharga ini. Dengan alat bidiknya masing-masing.

Ia sendiri pun tak percaya. Bisa menyaksikan sedekat ini. Walaupun ada hal yang seharusnya ia sesali. Jantungnya tak berhenti berdetak dengan cepat. Sesekali ia menarik nafas panjang. Menghembuskannya perlahan. Melihat Ranz yang terus menatapnya. Sesekali mengalihkan perhatian pada seluruh penonton. Para fansnya selalu saja meneriaki namanya berkali-kali. Memberi semangat. Ada juga yang membawa banner berisi foto Ranz. Serta berbagai macam partisipasi lainnya untuk menyemangati biasnya.

Lagu selanjutnya berputar. Tepuk tangan kembali meriah bersama sorakan-sorakan. Sorot lampu kembali redup. Iringan musik mulai saling bersahut. Satu persatu lampu mulai menyembul. Kala Ranz angkat bicara.

"This is a song for her, All."

Sekali lagi. Tepuk tangan sangat meriah. Myscha sedari tadi tak berhenti mengambil bidikan. Untung saja ia tak seperti kebanyakan. Berteriak sampai kehabisan suara. Dan tetap saja. Ranz mengatakan itu tanpa mengalihkan perhatian terhadapnya.

Ku tak bisa berhenti

Untuk mencarimu

Walau kini yang ada

Kamu tak mau

Khanza mencoba mengalihkan pandangan. Menjauhi kontak mata dengan Ranz. Tapi cukup sulit.

RITME; Married with SelebritiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang