Ritme, 24

510 78 21
                                    

Lampu lalu lintas kini berwarna merah. Mobil Ranz berhenti sejenak.

"Khanza," panggilnya.

Khanza menoleh. "Ranz minta maaf lagi ya."

"Eh?"

"Kamu dengar pembicaraan Ranz di telepon gak?" tanya Ranz gundah.

Khanza berpikir sejenak. "Nggak kak,"

Ranz menepuk jidat. Pantas saja. Ia semakin gelisah.

Ranz mengambil nafas panjang. Menghembuskan perlahan. "Malam ini, kita akan menemui Papa." ucapnya to the point.

"Orang tua kak Ranz?" Khanza baru ingat. Sejauh ini hubungan dengan Ranz, ia belum pernah dikenalkan pada orang tuanya sama sekali.

Toh mereka baru menikah a.k.a halal baru beberapa hari.

Ranz mengangguk. Traffic light kembali berwarna hijau. Ranz melajukan mobil.

"Nah, Ranz belum bilang apa-apa soal hubungan kita. Papa baru pulang dari luar negeri."

Ranz menghela nafas sebelum melanjutkan. "Kalau kita bilang sudah nikah. Takutnya papa kaget."

Khanza menelan saliva. Jadi?

"Kalau bilang kita ta'aruf gimana?" Khanza memberi usul.

Notebene Ranz tak pernah membawa wanita ke rumah. Pasti menjadi sebuah pertanyaan bagi penghuni rumah. Terutama ayahnya.

"Bagus. Kalau bilang pacaran, kayaknya gak mungkin. Iya ta'aruf aja ya."

Khanza mengangguk tersenyum.

"Takut papa nanti kaget kalau bilang Zay sudah ku nikahi."

Khanza terkekeh pelan. "Santai aja. Pelan-pelan aja ngasih tau nya."

Ranz mengusap kepala Khanza. Membuat hijab Khanza sedikit berantakan. "Makasih banyak ya."

Khanza tersenyum. Mengalihkan pandangan keluar jendela.

"Selamat datang di kehidupanku Khanza Ayesha," gumam Ranz.

Selamat bergabung dengan lika-liku kehidupanku Ranz Kenzia.

Tiba-tiba, ponsel di tas Khanza berdering. Khanza mengambil ponsel. Tertera nama Afkar disana. Khanza menggeser tombol hijau.

"Khan-"

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam. Khanza kamu dimana?" suara lantang Afkar menggema di seberang telepon.

Ranz mendengar pertanyaan abang iparnya mengambil alih ponsel Khanza. Mengaktifkan loud speaker.

"Ini Khanza lagi jalan sama gue bang."

"Oh. Semalem tidur dimana?" oktaf Afkar merendah. 

"Di hotel,"

Mendengar hotel disebutkan. Rona merah bagai kepiting rebus Khanza menyembul. Ranz gemas dibuatnya. Menahan senyum.

Terdengar Afkar cekikikan di seberang telepon. "Curiga nih gue. Ngapain aja disana?"

"Gak usah kepo atuh kak. Pamali." sarkas Khanza. Ranz tersenyum.

"Lo juga pernah di posisi gue," Afkar terbahak disana.

"Kita balik ke rumah sekarang." Khanza mendekatkan wajahnya ke ponsel.

"Ciee udah jadi kita. Semenjak kapan nih jadi kita? Semenjak semalem yaa," goda Afkar.

Keduanya saling memalingkan wajah. Samar-samar rona di pipi Ranz muncul.

RITME; Married with SelebritiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang