Ritme, 8

814 189 39
                                    

Jangan lupa komen setiap paragraf ya:)

Share juga ke teman² kalian

Makasi:)

***

Sudah tak tahan ia menahan rindu pada gadis yang sudah menjadi miliknya beberapa hari yang lalu. Ia mencoba menahan sabar. Berusaha menghindar dari penglihatan Khanza. Walaupun sesekali ia berpapasan dengan Khanza. Ia tak melihatnya. Dengan gerakan cepat, Ranz menghindar. Dengan selamat.

Wajah Khanza sudah merah padam sejak tadi. Kilatan matanya memancarkan halilintar. Pantas saja ia kehabisan nafas. Ia kira ini dunia fantasi. Atau Ekspetasi. Ternyata,

"Lo mabuk!" suaranya sudah meninggi. Khanza menunjuk Ranz. Ia mengindahkan rasa dalam dadanya. Yang ditunjuk, hanya menyandarkan bahunya pada dinding seraya mengendikkan bahu. Lengkungan bibirnya tak berhenti tersenyum. Seolah-olah, tidak ada yang terjadi dengannya beberapa detik yang lalu.

Cukup tersenyum menanggapi. Memperhatikan gadisnya yang mulai naik pitam karena ulahnya.

Naasnya, beberapa pasang mata melirik ke arahnya. Untung saja, ada yang mendahului untuk pura-pura tidak tahu saja. Sehingga, mereka kembali melanjutkan langkahnya. Walaupun sesekali melirik kearah keduanya.

Ranz dan Khanza.

"Lo salah orang! Kenapa harus gue yang jadi mangsa lo?" kali ini oktafnya sedikit diturunkan. Namun, terdengar sangat jelas di pendengaran Ranz. Dengan jarak kurang lebih dari 2 meter. Sepertinya gadisnya akan memangkas jarak lagi. Posisi lalu-lalang manusia, ia cukup menghalangi jalannya.

Tangan Khanza sudah melayang, hendak menampar Ranz. Mungkin karena Khanza terlalu shock dengan kejadian hari ini. Alih-alih menampar. Justru, Ranz berhasil meraih tangannya. Kembali menariknya mendekat.

Semerbak parfum mewah memasuki indra penciuman Khanza. Sebelum sesaat, manusia berpakaian cukup mengalihkan perhatiannya dari penglihatan Khanza menghilang. Khanza hanya tercengang. Terkejut atas ucapannya. Naasnya lagi, ia sudah lupa dengan kejadian beberapa tahun yang lalu. Seperti karya 3 dimensi saja ia berdiri disana. Mencerna ucapannya yang terasa seperti mimpi.

Ranz mendekatkan bibirnya pada telinga Khanza. Intruksi, Khanza sudah menutup mulut dengan satu tangannya. Takut hal yang tidak diinginkan terjadi kedua kalinya. Berbisik. Bukan kata pujangga. Bukan kata cinta. Melainkan, Khanza perlu menggali ingatannya lebih dalam. Karena pada dasarnya ia pelupa.

"Gue gak mau sampai ada orang yang ngerebut semua first dari lo. Cukup gue yang merasakan. You my first." ucapnya sembari memasukkan tiket VVIP pada saku outfit Khanza.

𝓇𝒾𝓉𝓂𝑒

"Za, lo kenapa sih dari tadi diem mulu?" tanya Myscha sembari menyikut lengan Khanza. Selama mereka berjalan hendak membeli tiket. Myscha tak berhenti mengoceh. Khanza hanya mendengarkan. Sesekali tersenyum. Tak seperti biasanya yang selalu menyahuti ocehan sahabatnya.

Khanza menoleh. Mengerutkan keningnya. Lantas tersenyum. "I'm fine Myscha. No problem,"

"Tapi kok dari tadi lo diem mulu?"

Khanza tampak berfikir sejenak. "Tadi, ketemu sama orang yang mirip mantan gebetan. Jadinya, flashback gue." Alibinya. Namun, Myscha mengangguk. Percaya.

"Kita kan mau beli tiket. Dan gue lupa. Kalau gue cuman bawa duit dikit. Jadi,"

"Lo mau gue nabung di lo gitu?" Khanza memotong ucapannya. Myscha hanya menyengir tanpa dosa.

"Gimana sih? Mana jajanan lo gue yang bayar. Gak modal sih. Katanya bokek,"

"Eh sorry ya. Duit gue masih ada. Baru gajian kan kemarin. Cuman masih ada di atm. Lo mau anter gue ke atm? 280 meter lhoh dari sini."

RITME; Married with SelebritiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang