Ritme, 31

574 43 2
                                    

Setelah acara pesta Rio..

"Kemarin berhasil kan?" tanya bartender, teman dekat wanita itu.

"Gak sama sekali. Kayaknya ada yang salah ambil gelas deh." ucapnya seraya menyeruput minuman bersoda dalam sloki.

"Lo udah nyoba?"

"Udah. Ternyata dia bukan penganut SBM. Katanya, kalau gentleman gak bakal ngerusak wanita. Kecuali kalau udah waktunya." sloki ia simpan kembali di atas meja.

"Terus lo gimana?"

"Yaa mau gimana lagi, kalau marah percuma. Gue udah flirting dia berkali-kali juga gak ngaruh sama sekali."

"Apa yang bakal lo lakuin selanjutnya?"

"Entahlah." ucapnya seraya mengedikkan bahu.

𝓇𝒾𝓉𝓂𝑒

Lo nunggu dimana Zay, ini gue udah bawa 2 popcorn

Ini 2 green tea gak bisa gue pegang. Lo yang ambil sini

Khanza memanjangkan kepala. Mencari keberadaan Myscha. Keduanya tadi membagi tugas, Khanza membeli tiket, Myscha membeli konsumsi. Lalu-lalangnya orang-orang menyulitkan ia menemukan sosok Myscha.

Sebelah mana?

Dekat kursi tunggu

Khanza menerobos kerumunan. Weekend seperti ini pasti tempat-tempat hiburan selalu penuh. Terutama banyaknya manusia yang membawa pasangannya masing-masing. Mana romantis di depan umum pula. Khanza memalingkan wajah jika tak sengaja melihat keuwuan mereka.

Sudahlah, ia pun pasti merasakannya.

Bersama Ranz.

Ngomong-ngomong, bagaimana ya kabar Ranz hari ini?

Apakah dia merindukan dirinya?

Bukan, Khanza yang merindukannya.

Sudut bibirnya terangkat membayangkan Ranz selalu menjahili dirinya. Membuat rona pipi merahnya menyembul. Oh begini rasanya L-D-R.

Tanpa Khanza sadari, kaki kanannya tak sengaja menyenggol langkah seseorang. Membuat dirinya yang hampir terjatuh, refleks memeluk tubuh si pemilik  jangkung tersebut.

Cepat, ia menjauhkan diri dari si pemilik jangkung. Untung saja ia memakai celana highwaist, menghindari insiden terjatuh, terjerembab di hadapan banyak orang. 

Bukannya semakin menjauh. Tubuhnya di tarik mendekat. Khanza mendongak, aroma wangi khasnya menembus indera penciuman sejak mereka sekolah.

Netra itu menatapnya dalam. Sepersekian detik lamanya. Khanza tersadar, "Eh kak maaf." Khanza memundurkan tubuh. Gibran tetap menahan pergelangan tangan.

"Gibran, bukan kak."

"Eh iya," Khanza menghindari kontak mata dengannya. Gibran tetap menerobos kedua netra Khanza dalam, tersenyum.

"Khanza-" 

"Myscha nungguin Gib, gue duluan ya." Khanza melepas tangan Gibran. Namun, pergelangannya kembali dicekal.

"Lo gemesin aslian dah," ucapnya seraya menyentil hidung Khanza. Lantas berlalu.

Khanza berjalan cepat dari sana. Takut Gibran dari kejauhan masih memerhatikan dirinya. Jantungnya berdebar kencang. Setelah dari kejauhan ia melihat Myscha memainkan ponsel di kursi tunggu, ia menghentikan langkah.

Mencoba menghentikan debar jantungnya. Ia tak boleh seperti ini.  Perasaan ini seharusnya diperuntukkan khusus Ranz. 

Tetap saja, bagian Gibran masih tersisa disana. Ujung bibirnya pun ikut tersenyum mengingat bagaimana perlakuan Gibran terhadapnya tadi.

RITME; Married with SelebritiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang