Ketika Rita pulih dari rasa sakitnya pagi itu, hal pertama yang terbesit dalam benaknya adalah menemui David. Ia membuat suatu kemajuan pada dirinya untuk tidak mabuk dan kini ia telah sadar sepenuhnya. Ia nyaris tidak dapat menunggu untuk kejutan berikutnya. Apa yang akan dikatakan David tentang hal itu?
Rita sudah memikirkan jawaban David di sepanjang perjalanan menuju apartemennya. Ia tidak mengendarai mobilnya kali ini, khawatir jika rasa sakit pada rahimnya kambuh dan ia tidak cukup kuat untuk menahannya, jadi Rita pergi menggunakan kendaraan umum dan turun di seberang jalan. Ia telah menunggu momen itu, orang-orang berkeliaran bebas di jalanan, kendaraan yang melintas di sana menciptakan kegaduhan yang membuatnya sakit kepala, tapi ia memiliki satu alasan lain. Itu adalah alasan yang sama yang memberinya harapan bahwa ia tidaklah mencelakai Jim.
Untuk satu alasan, hal itu membuatnya lega, namun disisi lain hal itu juga menimbulkan kegelisahan, rasa takut yang ia alami tetang kejadian sebenarnya. Mungkinkah benar bahwa penyebab kematian Jim murni karena sebuah kecelakaan? Dapatkah ia bergantung pada harapan itu? Apapun itu, Rita penasaran untuk mencari tahu dan ia benar-benar membutuhkan pendapat David tentang hal itu.
Ketika ia sampai di lantai tiga apartemen yang hanya berjarak beberapa meter dari pintu kamar David, Rita berpapasan dengan Amelia, wanita yang sama yang dijumpainya kala itu. Wajahnya seketika memerah dan wanita itu: Amelia - atau siapapun namanya, kelihatan terburu-buru saat melihatnya. Rita menghentikan langkah namun tampak sangat jelas bahwa Amelia berusaha sekeras mungkin untuk menghindarinya. Wanita itu berjalan melewati Rita dan nyaris berlari ketika menuruni anak tangga menuju lantai dasar.
Samar-samar Rita mendengar suara ketukan pelan dari pintu kamar David ketika laki-laki itu menutup pintunya. Kecemburuan itu muncul begitu saja. David mengatakan bahwa Amelia adalah sepupunya, namun Rita tidak dapat memahami untuk sedetikpun tentang bagaimana kedekatan mereka terasa begitu aneh. Kali ini apa yang dilakukan mereka di apartemen David? Rita ingin sekali memercayai David, ia berusaha sangat keras untuk itu. Apa yang disaksikannya barusan memberinya alasan untuk menolak memercayai laki-laki itu. David harus memiliki alasan yang bagus kali ini.
Persis ketika Rita mengetuk pintunya dan wajah David muncul di depan pintu, ketakutan itu menguar dalam dirinya. Laki-laki itu nyaris tidak berpakaian. Ia membiarkan tubuh bagian atasnya terekspos dan hanya menggunakan jeans yang mengantung rendah di bawah pinggulnya. Senyuman David terasa aneh. Rita merasakan kegelisaan yang asing ketika David membuka pintu lebih lebar untuknya dan mempersilakannya masuk sebelum menutup pintu di belakangnya.
“Apa yang terjadi?” tanyanya. “Kau mau duduk dan mengobrol?”
Namun, tiba-tiba Rita melupakan tujuannya datang ke sana dan satu-satunya pertanyaan yang terbesit dalam benaknya saat itu hanyalah, “apa yang dia lakukan disini?”
David yang sedang berjalan menuju konter kini menghentikan langkah dan berbalik ke arahnya. Kedua alisnya bertaut. “Apa?”
Ruangan itu berantakan, pakaian tersebar dimana-mana, barang-barang tidak diletakkan pada tempatnya dan ada aroma lain yang tercium berbeda disana. Setelah beberapa kali mengunjungi kamar itu, Rita hafal aromanya, David tidak menggunakan parfum berbau mencolok dan tercium sangat feminin. Selama sejenak, kedua mata Rita terasa menyengat. Rita perlu menarik nafas dalam-dalam agar suaranya tidak terdengar bergetar.
“Amelia, apa yang dia lakukan disini?”
David melambaikan tangannya, tersenyum seolah-olah hal itu dapat menghiburnya. Laki-laki itu bersikap sangat tenang, jika ditanya, ia memang sangat pandai bersandiwara. Langkahnya teratur ketika mendekati konter dan pergerakannya santai saat ia meraih gelas dari dalam lemari dan mengisinya dengan air.
“Oh, itu..” David menuang minumannya hingga memenuhi gelas kemudian meneguknya dengan cepat. “Kau mau duduk sebentar?” tanyanya sekali lagi.
“Tidak, aku ingin tahu apa yang dilakukannya disini. Kenapa tidak kau katakan saja?”
David berjalan meninggalkan konter dan mendekatinya. “Oke, pertama kau tidak dalam suasana hati yang baik..”
“Beritahu saja, aku akan pergi.”
Dari cara laki-laki itu menghela nafasnya, Rita menyadari bahwa David telah menyerah untuk membujuknya.
“Dia membutuhkan dukungan. Dia baru saja kehilangan orangtuanya dan hubungannya dengan kekasihnya kandas di tengah jalan..”
“Apa itu begitu penting untukmu?”
“Ya, karena dia benar-benar membutuhkan bantuan moral saat ini. Tidak ada keluarganya yang cukup dekat disini, aku menjadi satu-satunya orang yang tersisa. Aku harus membantunya, kan?”
“Benarkah?” kedua mata Rita telah berkaca, dan kini ia tidak dapat menahan dirinya hingga ia memutuskan untuk berbalik menuju pintu. Rita baru akan pergi sebelum David mencegahnya.
“Tunggu! Tunggu..” laki-laki itu menahan lengannya sebelum Rita menepisnya dengan kasar dan berbalik menatapnya. Alih-alih mempermasalahkan Amelia, Rita justru berkata,
“Jim tidak minum obatnya, bagaimana menurutmu?”
Kedua alis David sekali lagi bertaut, namun tatapannya sekosong malam. Ekspresinya menunjukkan secara jelas bahwa laki-laki itu tidak begitu peduli dengan apa yang hendak disampaikannya.
“Tapi kau sudah menukar obatnya, kan?”
“Ya, tapi dia membuang obatnya. Aku menemukan obat-obat itu dalam pot. Dia tahu.”
Keheningan sejenak menggantung di sekitar mereka sebelum David mengutarakan pendapatnya dengan tenang, “mungkin saja dia telah meminum sebagiannya, mungkin dia hanya ingin membuang obatnya dan memutuskan untuk berhenti mengonsumsi obat itu.”
“Itu tidak masuk akal!”
“Well, kita tidak benar-benar tahu kan?”
“Jika aku tidak meracuninya, jadi apa yang menyebabkan kecelakaan itu?”
“Aku tidak tahu.”
“Menurutmu aku harus mengakuinya pada polisi? Menurutmu apa itu akan menyeret kita pada masalah besar?”
Sudut bibir David terangkat dan laki-laki itu tersenyum lemah. “Kau tidak akan melakukannya, kan?”
“Aku bisa berubah pikiran kapan saja. Kau tidak tahu itu. Kau tidak ada disana ketika aku membutuhkan dukunganmu. Kau disini bersama wanita sialan itu.. bersenang-senang dengannya sementara aku..”
“Cukup!” tatapan David menusuknya, untuk pertama kalinya laki-laki itu berteriak di depan wajahnya. “Kau salah paham lagi.”
“Benarkah?!” Tapi Rita tidak menunggu jawaban dari laki-laki itu ketika ia memutuskan untuk pergi dan membanting pintu dengan kasar di depan wajahnya.
***
Rita mendapat sejumlah pesan suara dari Helen yang memintanya untuk membalas panggilannya dan atas dorongan untuk menghindari masalah lain, Rita menolak untuk menanggapinya. Ia berdiri di teras rumahnya sore itu, memandangi jalanan panjang di luar sana dan masih bertanya-tanya tentang pil yang ditemuinya.
Rita telah mengobrak-abrik seisi lemari Jim, ia berusaha mengungkapkan apa yang terjadi saat Jim mengetahui bahwa Rita telah menukar pilnya. Jim tidak mungkin diam, itu hal mustahil yang akan dilakukannya. Jika ada satu hal yang tidak ia ketahui tentang laki-laki itu, maka sikap diamnya adalah misteri paling besar. Tapi Jim tidak pernah diam bukan? Jim selalu mengutarakan jika ada hal-hal kecil yang menganggunya. Bisa saja laki-laki itu berteriak di depan wajahnya, memakinya, atau bahkan memukulnya saat tahu usaha Rita untuk meracuninya, tapi diam adalah tindakan paling konyol, paling asing yang mampu dipikirkan Rita. Jim tahu bahwa Rita meracuninya, dan laki-laki itu menolak untuk buka mulut. Itu mustahil terjadi kecuali Jim punya rencana lain untuknya.
Itulah dia!
Jim memiliki rencana lain untuknya. Tapi satu hal yang tidak dapat dihindarinya adalah fakta bahwa Jim telah tewas dalam kecelakaan maut. Laki-laki itu jelas tidak merekayasa kematiannya. Ingatan tubuh Jim yang terbaring kaku di atas matras putih masih terasa jelas. Jelas-jelas laki-laki itu terbaring tak bernyawa di hadapannya. Siapa sangka Jim tewas setelah mengetahui tindak kecurangan Rita? Siapa sangka laki-laki itu tewas dengan membawa rahasia terbesarnya? Siapa sangka Jim tewas setelah mengetahui – mungkin bukan hanya tentang obat itu, melainkan juga perselingkuhannya dengan David?
Benarkah?
Selama seharian, Rita dibayangi oleh prasangka-prasangka itu. Kemungkinan-kemungkinan konyol yang dapat terjadi tanpa sepengetahuannya. Untuk pertama kalinya, kematian Jim terasa ganjil. Tidak ada obat yang memicu kejadian itu, lantas apa? David tampaknya mengetahui sesuatu, namun apa yang benar-benar diketahui laki-laki itu? Mengapa Rita merasa bahwa David berusaha menyembunyikan sesuatu darinya? Mungkin ia dapat mengesampikan sejumlah alasan yang diberikan David tentang Amelia, namun Rita tidak dapat menyingkirkan satu pertanyaan dalam benaknya: mungkin saja David terlibat lebih jauh atas apa yang terjadi, atau mungkin - seperti yang sudah dapat diduganya, ini hanyalah permainan Jim yang lain, tipu muslihat laki-laki itu untuk menghukumnya.
Jim pasti bercanda! Rasa bersalah itu telah menghukum Rita selama berhari-hari, membuat bobot tubuhnya menurun dan pikirannya kacau. Jika Rita memutuskan untuk mengakui tindakannya pada polisi, ia mungkin telah bertindak gegabah dan masuk ke dalam jebakannya sendiri. Tapi untuk pertama kalinya, Rita bersyukur tidak mengambil tindakan itu. Meskipun saat ini ada lebih banyak pertanyaan yang bermunculan, lebih besar rasa takut yang menguasainya.
Rita berkeliaran di sekitar balkon, mondar-mandir dengan gelisah hingga ia merasa kelelahan sendiri. Sementara itu, di seberang taman sebuah titik cahaya merah berkedip. Lensa kamera sedang di arahkan pada wajahnya. Lensa itu kemudian berkedip dan diikuti oleh kilat putih kecil yang muncul ketika Louise menekan tombol kameranya untuk mengambil gambar.
Dua ekor tupai sedang berkejaran di atas atap rumahnya, sementara Louise masih melanjutkan aksinya. Kali ini Rita berbalik, berderap mendekati susuran balkon dan mencondongkan tubuhnya. Kamera itu jatuh, kini ia dapat menyaksikannya: wajah Louise yang pucat saat memandanginya. Apa yang terjadi pada wanita itu? Ketika Rita menatap lebih lama, Louise berbalik pergi meninggalkan jendela.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNISHMENT
WerewolfRita Foster menjalani kehidupan pernikahan yang sempurna bersama Jimmy Foster - Jim. Sejauh ini semuanya berjalan mulus hingga suatu hari ia menatap keluar jendela dan membayangkan kehidupan yang berbeda.. Dari balik kaca jendela, Louise Paige suka...