Louise menyukai Ed dan caranya mengatur strategi dalam permainan catur. Mengalahkan laki-laki itu nyaris tidak mungkin. Di akhir pekan, mereka terbiasa duduk dan menghabiskan waktu untuk bermain catur. Ed akan mengoceh sepanjang hari sementara Louise berbaring di kakinya dan mendengarkan laki-laki itu berbicara. Ada satu bagian dalam diri Louise yang selalu penasaran tentang isi pikiran Ed. Ed bukannya tidak terbuka, laki-laki itu hanya enggan menceritakan masalahnya. Ed mungkin lebih memilih untuk diam ketimbang berbicara tentang apa yang dialaminya. Louise telah terbiasa dengan sikap itu. Sikap Ed kadang-kadang bisa terasa sangat menjengkelkan, bukan hanya karena laki-laki itu selalu berhasil mengalahkannya dalam permainan catur, namun juga karena Ed tidak mengizinkan Louise untuk masuk ke dalam lingkaran pribadinya dan mengetahui apa yang dipikirkannya.
Pada musim panas, mereka suka pergi memancing. Ada sebuah danau yang jaraknya tidak cukup jauh dari perumahan penduduk. Mereka akan berkendara dengan van untuk sampai di danau itu. Biasanya, Louise selalu menyiapkan tikar dan sebotol tequila untuk mereka bagi bersama-sama. Louise tidak suka memasak, jadi ia akan memesan barbeku yang bisa mereka bawa. Kegiatan itu dapat memakan waktu beberapa jam. Louise menyukai momen ketika ia duduk di atas tikar dan merasakan sinar hangat matahari yang menyentuh kulitnya, dan memandangi genangan air yang tenang di danau. Rumput-rumpur berbaris memanjang di sekelilingnya, terdapat sebuah pohon besar di tempat ia berada. Ia akan menyandarkan punggungnya pada batang pohon itu dan memejamkan mata. Aroma burrito yang menyenangkan memanjakannya. Ed biasa melapisi tortilla gandum itu dengan saus. Menurutnya, itu versi terbaik untuk menikmati burrito. Mereka tidak banyak berbicara. Louise hanya suka memandangi laki-laki itu di atas dek kapal dan melempar kailnya ke tengah danau. Ed juga memasang penjerat di kapalnya, namun itu tidak cukup membantu.
Pagi itu cuacanya cukup bersahabat. Louise akan memanfaatkannya untuk berbaring di atas rumput sembari memejamkan mata. Sementara Ed duduk di sampingnya, menikmati torilla isi ayam dengan lahap.
“Kau yakin tidak ingin satu?” tanya Ed dengan mulut yang terisi penuh makanan.
“Tidak terima kasih. Aku sudah cukup menikmati dengan mencium aromanya.”
Ed terkekeh. Laki-laki selalu mengejutkan Louise dengan tindakannya.
“Kau akan menyesal.”
“Mungkin. Tapi aku hanya ingin berbaring di sini.”
“Apa rencanamu pekan ini?”
“Kembali ke sekolah, bekerja. Apa rencanamu?”
“Aku mengusulkan liburan.”
Louise membuka satu matanya, memandangi Ed dengan kening berkerut.
“Apa?”
“Sebenarnya kemah. Acara pramuka. Aku menghubungi Tyson, aku bilang bahwa sebaiknya aku ikut berkemah.”
Seringai muncul di wajah Louise. Namun itu bukan seringai yang dimaksudkan untuk apapun dan membayangkan Ed pergi berkemah tanpanya sudah cukup menganggu.
“Kau tidak suka berkemah, kau tidak menyukai kegiatan pramuka. Kau bilang sendiri padaku.”
“Well, aku terkejut kau masih mengingatnya. Tapi aku akan tetap berkemah.”
“Kapan?”
“Lusa.”
“Kenapa kau tidak mengatakan rencana itu? Aku bisa mengajukan cuti sejak minggu lalu. Minggu ini sangat sibuk.”
“Maaf sayang, tapi kemah ini kegiatan khusus dan aku tidak yakin dapat membujuk Tyson untuk mengajakmu ikut serta. Lagipula ini hanya kegiatan anak-anak, kau tidak perlu ikut.”
Perkataan itu membuat Louise geram. Ia menopang tubuhnya dengan kedua siku dan menatap Ed dengan kesal. “Oke, sementara kau bersenang-senang, aku mengerjakan pekerjaanku.”
“Jangan terlalu membesar-besarkan masalahnya..”
“Tidak, itu sangat jelas. Aku mengerjakan pekerjaan sialan itu, kau berguling-guling di atas lumpur..”
Tawa Ed menggelegar. Laki-laki itu menelan makanannya dengan cepat.
“Tidak seperti itu. Aku tidak akan berguling-guling di atas lumpur.”
“Tolong Ed, jangan memutar kata-kataku.”
“Dan jangan mencoba berpikir buruk! Dengar, aku hanya akan pergi sehari setelah itu aku kembali. Lagipula itu seharusnya bagus untukmu. Kau bisa melakukan apa yang kau sukai seperti, menyetel musik norak itu atau.. menonton seharian. Kau bisa mengosongkan seisi kulkas kita atau mengotori seprai.”
“Aku akan mengencingi bantalmu, dan tidak – musikku tidak norak. Kau membuatnya terdengar sangat buruk Ed.”
“Maaf sayang, tapi sebaiknya kita tidak berdebat disini.”
Louise ingat ia mengoceh sepanjang perjalanan. Namun itu tidak menghentikan Ed untuk mengurung niatnya. Hari-hari yang dihabiskannya dengan menyantap kentang dan cola di rumah telah berakhir. Louise tertidur cukup lama hingga suatu saat ketika ia terbangun di pagi hari dan duduk sembari meneguk anggurnya hingga langit gelap, Louise menyadari bahwa Ed tidak pernah kembali. Semua berawal dari kemah sialan itu. Kalau saja Louise bisa mencegahnya – atau setidaknya ia memaksa Tyson untuk membiarkannya ikut, Louise mungkin dapat mencegah pertemuan Ed dengan Lidia. Bocah kepala besar itu pasti menggoda Ed sementara Louise hanya berdiri di dapurnya, berkutat dengan potongan kentang dan acar sembari mendengarkan musik favoritnya dan terus berharap hujan badai akan turun sehingga mengacaukan acara kemah itu. Louise tidak pernah merasa lebih baik ketika menertawakan Ed. Bagian terbaik dari semua itu, Louise dapat menghabiskan satu lemari penuh gin tanpa memikirkan Ed, dan ketika semuanya benar-benar terjadi Louise menjadi kacau.
Setidaknya ia mendapatkan hiburan baru dengan percakapan bersama Rita Foster. Siapa sangka hal itu mampu mengalihkan pikirannya barang sejenak dari kekacauan yang dibuat Ed. Meskipun ia merasa geli karena menciptakan kesan yang buruk di hadapan Rita, Louise merasakan kekosongan yang sama di mata Rita. Menatap wanita itu dari dekat nyatanya hanya menguatkan gagasan Louise tentang apa yang mungkin dirasakan wanita itu. Rita Foster kesepian di dalam istana yang dibangun Jim untuknya. Itu tidak dapat dipungkiri. Louise menambah catatan kecilnya agar ia tidak lupa untuk memasukkan kata itu di dalam jurnalnya.
Louise merasa geli dengan dirinya. Ia menegaskan pada Ed bahwa dirinya tidak menyukai fiksi. Namun, ada banyak hal di kepalanya, gagasan yang hanya didasari oleh spekulasi kosong bahwa Rita tidak bahagia dengan pernikahannya dan Louise memiliki dorongan besar untuk menulis hal itu dalam jurnalnya. Ia telah mendapat prolog yang bagus, Louise berharap ia dapat menulis lebih banyak lagi. Dulu, ia selalu menyukai pekerjaan itu. Namun Louise telah menghabiskan waktu berjam-jam duduk di belakang meja, merasakan jari-jarinya menekuk dengan kaku akibat menulis terlalu lama. Akhirnya Louise memutuskan untuk berhenti menulis tesis. Ada satu gin yang menantinya di ruang tengah untuk dihabiskan. Sofa di sana menyediakan tempat yang cukup nyaman untuknya. Ia dapat menghabiskan waktu seharian, berbaring di atasnya dan menyaksikan televisi.
Kali ini, godaan untuk mengetuk pintu rumah Rita lebih besar dari kenyamanan yang dapat ditawarkan oleh sofanya. Lagipula, Louise cukup sibuk. Ia harus menelepon Dr. John dan menjadwalkan terapi mereka berikutnya. Louise juga harus menghubungi Neil O’Brien, pengacara pernikahannya dengan Ed. Ed membayar laki-laki itu untuk mengurus perceraian mereka yang sempat tertunda karena kehamilan Lidia. Louise merasa jijik dengan wanita itu. Ia tidak bisa membayangkan kalau suatu saat nanti, ketika Louise dan Ed benar-benar berpisah, polisi akan memaksanya keluar dari rumah ini dan Lidia akan menempatinya. Louise tidak ingin membayangkan ketika bokong wanita itu menempati sofa-nya yang nyaman. Louise perlu menghubungi Ed dan membujuk laki-laki itu agar tidak mengusirnya dari rumah ini. Bagaimanapun Ed yang bersalah, Ed tidak bisa selamanya memperlakukan Louise dengan semena-mena. Setidaknya Louise harus mempertahankan rumah itu untuk dirinya – kecuali jika Ed tidak berbaik hati dan memutuskan untuk menendangnya keluar sehingga Louise tidak punya pilihan selain tinggal bersama Ally. Bagaimanapun itu adalah pilihan terburuk, dan Louise menolak untuk mempertimbangkannya sekarang.
Louise merasa ragu ketika ia sampai di depan pintu Rita dan mengangkat tangan untuk mengetuknya. Namun wanita itu telah muncul di halaman belakang, tampak mengenakan pakaian tipis dan menggenggam sebuah cangkir perak di tangannya.
“Kau ingin bergabung?” Rita berseru dari tempatnya.
Louise tidak berpikir dua kali untuk itu. Mereka bergerak menuju halaman belakang rumah dimana kolam renang dengan kedalaman air setinggi dua meter terbentang di hadapannya. Udaranya cukup sejuk, air kolam itu cukup jernih untuk dipandang dan dua bangku yang disediakan di sana benar-benar dirancang khusus untuk menikmati kebaikan sinar matahari pagi.
Louise dan Rita duduk di sana. Rita menuangkannya segelas rum kemudian duduk dan bergabung dengannya di bangku. Wanita itu telah menata rambutnya, membuat pola yang rumit dari biasanya.
“Bagaimana menurutmu?”
“Itu bagus untukmu.”
“Aku suka ikatan ini,” kata Rita. “Ketika aku masih kecil, kakakku suka mengikat rambutku seperti ini. Katanya ini ikatan khas keluarga kami. Entahlah, dia selalu membicarakan hal-hal aneh. Setidaknya sampai dokter mengatakan dia mengidap bipolar.”
“Itu mengejutkanku. Bagaimana kau menanggapi hal itu?”
“Aku masih kecil, aku tidak terlalu memahami betapa berbahayanya penyakit mental itu. Ayahku mengatakan dia tidak tahan dengan ibu dan kakakku, jadi dia meninggalkan kami, tapi aku tahu itu hanya alasan kosongnya untuk meninggalkan kami. Dia sudah berencana untuk melakukannya dengan atau tanpa kondisi itu. Itu hanya membuatku kecewa karena dia berbohong.”
“Dia meninggalkan kalian?”
“Ya,” Rita menunduk memandangi cairan rum di dalam gelasnya. Ibu jarinya mengusap tepi gelas itu saat ia berkata, “kakakku, Nina, berusaha sebaik mungkin untuk bersikap normal. Dia menelan banyak obat, mengikuti terapi secara rutin. Dia sangat bertekat untuk sembuh. Dia melakukannya untukku dan ibu kami, Jukie. Ketika aku semakin dewasa aku sadar bahwa penyakit itu memakan pikirannya. Dia semakin parah. Sejauh yang kutahu, pengobatan itu tidak berhasil, itu hanya menahan rasa sakitnya. Dia sering terbangun di malam hari, menangis tanpa sebab, dan pada momen-momen tertentu dia membuatku takut. Bagian lucunya, dia dibenci temannya karena tertawa geli saat menghadiri pemakaman ibu dari temannya. Tidak ada yang mau mendekatinya, tidak ada yang mau berbicara dengannya. Orang-orang berpikir dia gila, kemudian aku menemukannya berniat untuk bunuh diri. Aku berhasil mencegahnya, namun itu hanya masalah waktu sebelum ia benar-benar mati karena penyakitnya. Seperti kataku, penyakit itu memakan pikirannya. Tidak seorangpun yang dapat menghentikannya.”
Ada keheningan yang mengisi ruang di antara mereka. Kebisuan Rita telah menjadi misteri untuknya selama ini namun kisah yang diceritakannya telah memberi Louise presepsi lain, sebuah kesimpulan yang berbeda dari sebelumnya. Namun keterbukaan Rita membuatnya merasa nyaman berada di sana. Mungkin disanalah mereka seharusnya berada, mungkin mereka hanya dua orang yang dipertemukan untuk membantu satu sama lain. Mungkin.
“Itu bukan versi terburuk kurasa. Aku tinggal berasama ibu yang membesarkanku dan tidak pernah tahu kalau dia seorang pelacur hingga aku dewasa. Adikku, Ally, masih menolerir hal itu. Dia berpikir logis bahwa kami membutuhkan uang untuk tetap hidup, tapi aku tidak bisa menerimanya. Aku terus menyanggah hingga ibu memutuskan untuk mati dengan overdosis. Aku bahkan tidak berbicara dengannya, aku tidak pernah melihatnya selama dua tahun, dan kabar itu datang seperti angin lalu, tapi aku terus memikirkannya. Aku pikir aku menjadi bagian dari kekacauan itu. Aku tidak pernah merasa begitu buruk mendengar itu dan rasa bersalah itu menggerogotiku hingga saat ini, tapi aku tidak bisa mencegah apa yang terjadi atau memutar keadaan. Semuanya terjadi begitu cepat hingga aku sadar aku tertinggal begitu jauh. Begitu jauh dan semakin jauh dari diriku. Aku tidak pernah menjadi sama lagi. Tidak peduli bagaimana aku berusaha.”
Rita mengamatinya dengan serius. Segaris kerutan yang tipis dan tegas terlihat di dahinya. Wanita itu menegakkan tubuh, membawa tepian gelas ke bibirnya, menyesap minumannya dengan tenang. Di bawah cahaya matahari yang hangat Louise dapat mengamati wajahnya, setiap aspek yang ingin dilukiskannya di dalam jurnalnya. Garis-garis sempurna itu kini akan sedikit berubah, mungkin jika ia mengetahui lebih banyak itu akan mengubah susunannya secara utuh. Pandangannya tidak akan pernah lagi sama, atau ia hanya berusaha menenak-nebak.
“Kenapa kau tidak menyukai anak-anak?” tanya Rita ketika Louise sedang memandangi barisan rumput di sekeliling kolam.
“Ed menginginkan anak, tapi aku tidak. Proses persalinan membuatku takut. Aku punya teman, Kim, dia mengalami pendarahan hebat setelah melahirkan, dan dia kehilangan nyawanya karena itu. Aku hanya tidak bisa membayangkannya bagaimana nyawa dapat ditukar dengan mudah. Itu membuat sebuah kesimpulan yang seharusnya tidak kutarik. Aku tidak memiliki pengalaman, tapi tetap saja aku takut.”
“Apa ini ada hubungannya dengan ibumu?”
“Tidak, sebenarnya tidak. Aku merasakan beberapa hal memudar. Ally selalu mengingatkanku bahwa aku tidak pernah menjadi sama setelah peristiwa itu. Kemudian memperkenalkanku dengan seorang terapis yang membuatku semakin buruk. Ketakutan ini, semuanya.. bukan milikku. Itu muncul begitu saja dan terkadang itu membuatku berharap aku menjadi orang lain. Hanya sebuah pemikiran licik bahwa mungkin ada kehidupan yang lebih baik untuk dijalani dan itu membawaku pada momen dimana aku hanya ingin menghilang. Tidak peduli apa, hanya menghilang.”
--
![](https://img.wattpad.com/cover/244707002-288-k972466.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNISHMENT
مستذئبRita Foster menjalani kehidupan pernikahan yang sempurna bersama Jimmy Foster - Jim. Sejauh ini semuanya berjalan mulus hingga suatu hari ia menatap keluar jendela dan membayangkan kehidupan yang berbeda.. Dari balik kaca jendela, Louise Paige suka...