Bagian 2

324 30 1
                                    

Wajah-wajah itu menatapnya kosong: pelik dan membingungkan. Mulanya ia menyukai gagasan untuk bergantung pada harapan semu, kemudian semua itu terdengar konyol. Baginya kehidupan seperti roda yang berputar pada porosnya. Ia tidak memercayai kebetulan-kebetulan berulang yang selalu disebutkan dalam setiap kejadian. Ia menyukai segala sesuatu berjalan dengan cermat, mengikuti aturan dasar logika dan tidak menyalahi hukum alam.

Tidak ada sebuah kebetulan yang dirancang secara berulang di dunia ini. Begitulah yang dipikirkannya. Ia tidak menempati rumah itu secara kebetulan, ia tidak mendapatkan uang secara kebetulan, dan ia tidak tertarik pada pasangan yang menempati rumah besar di seberang taman itu secara kebetulan. Intinya, semua hal itu terencana. Pergi ke gym, membayar tagihan, membeli pakaian, bekerja, dan mengulangi kegiatan yang sama pada hari-hari berikutnya, semua itu adalah rencana. Termasuk menyaksikan Deniese Owen berputar-putar di balik layar dalam irama akustik yang memanjakan telinga.

Louise menyukai kegiatan itu: duduk di sofa, memulai skenario teka-tekinya sembari menyaksikan Deniese muncul di balik layar berlatarkan nuansa hitam putih yang pekat. Louise akan berlama-lama duduk disana, menyesap anggur terbaiknya, menyusun rencana-rencana. Ia ahli dalam menyusun sebuah rencana. Siapa sangka kemampuannya menyusun rencana, memainkan kartunya dengan baik di hadapan lawan mainnya, telah membawa kemenangan berkali-kali yang menguntungkannya dalam sebuah taruhan. Bagaimanapun, Louise menikmati hidupnya. Ia membeli rumah itu dengan kerja kerasnya, mengisi setiap sudutnya dengan barang-barang yang didapatkan dengan susah payah – membeli anggur terbaiknya. Dunia adalah versi lain dari kisah-kisah fiksi, begitu kata Ed, suaminya. Tapi Louise tidak menyukai fiksi. Ia menikmati seni, menyukai torehan lembut dan keunikannya namun tidak dengan fiksi. Louise terbiasa dengan pandangan itu sejak kecil. Membiasakan diri melihat kehidupan dari sudut yang kasar adalah kemampuannya. Tutornya mengatakan bahwa Louise memiliki ketajaman insting dan kepekaan melebihi orang-orang di sekitarnya. (Mungkin) itu juga yang menjadi alasan Ed meninggalkannya. Tapi Louise tidak bisa menyalahkan keterbatasan Ed. Laki-laki itu cenderung berpikir dangkal dan jika ditanya, maka Louise akan mengakui bahwa Ed adalah peselingkuh nomor satu. Laki-laki hidung belang yang menyukai gadis-gadis muda. Itu masalah Ed jika laki-laki itu suka melirik gadis-gadis yang usianya lebih muda hingga lebih pantas disebut sebagai anaknya. Louise tidak bertanggungjawab atas kehancuran rumah tangga mereka. Lagipula, Louise sudah punya firasat bahwa mereka tidak akan bertahan lebih dari sepuluh tahun.

Masalahnya, Louise tidak memiliki rencana bagus untuk dilakukan. Ia tidak berencana menikah dalam waktu dekat, ia tidak tertarik untuk melakukan suatu kegiatan dan mengingat Ed hanya membawa pengaruh buruk yang membuat hidupnya semakin kacau hingga tidak terasa lima tahun telah berlalu. Louise hanya merangkak di bawah atap rumahnya, menghitung hari, menghabiskan waktu dengan anggurnya. Setiap jam terasa bergerak begitu lambat, setiap detiknya jadi terasa menyiksa, kemudian hidupnya tidak bisa menjadi lebih buruk dari neraka.

Siapa sangka Ed mampu memberikan dampak begitu besar bagi kehidupan Louise? Kehidupannya berubah sejak saat itu, Louise menyadarinya, ia merasakannya dengan jelas, namun sesuatu selalu menahannya untuk tetap merangkak, bersembunyi di balik kenyamanan yang dapat ditawarkan rumahnya dan berkubang disana selama bertahun-tahun hingga ia pikir ia akan segera membusuk. Dunia begitu mudah melupakannya. Pada akhirnya, orang-orang pergi meninggalkan Louise. Tiba masanya ketika Louise benar-benar sendirian, segalanya menjadi terasa salah. Sejauh yang ditahuinya, ia tidak pernah benar-benar keluar dari kubangannya. Yang dilakukannya sepanjang waktu hanya mengamati. Untuk alasan yang tidak dapat ia pahami, Louise menyukai kegiatan itu. Ia senang mengamati dunia di sekelilingnya: pasangan-pasangan muda, kehidupan teratur Mrs. Lawrence yang telah berusia paruh baya, remaja-remaja usil di sekitar rumahnya, juga pasangan muda yang menempati rumah mewah di seberang taman.

Louise sering melihat si wanita berdiri di atas balkon dengan mata menerawang ke depan – seolah-olah ia sedang berusaha membayangkan dirinya berada di tempat lain. Rambut cokelat gelapnya dipangkas sepanjang bahu, garis rahangnya tegas dengan sudut-sudut yang pas. Biasanya wanita itu akan mengenakan pakaian dengan kerah tinggi yang menutupi lehernya, hari ini Louise melihatnya mengenakan sebuah sweter merah, warna yang begitu mencerminkan dirinya.

PUNISHMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang