Bagain 34

93 14 1
                                    

Harlan menghubunginya sore sekitar pukul empat dan setelah menghabiskan waktu berjam-jam duduk di ruang kerja Jim, Rita memutuskan untuk berpakaian dan pergi ke apartemen David. Ia mengendarai freed hitamnya keluar dari batas pagar dan meninggalkan rumah itu dengan cepat. Rita sengaja mengulur waktu, memperlambat lajunya untuk memberi dirinya kesempatan dan berpikir ulang.
Jangan lakukan ini.. jangan lakukan ini..

Ia mengatakan hal itu sepanjang jalan, merasakan adreanlinnya meningkat drastis dalam setiap jarak yang ditempuhnya untuk sampai di apartemen David. Sementara itu, jalanan membentang luas di hadapannya. Bangunan-bangunan tinggi yang mengisi setiap sudut jalan, toko-toko kecil, kedai kopi, tempat perberhentian bus, balai kota, rambu-rambu jalan, semua mulai terlihat buyar. Para pejalan kaki berkerumun di atas trotoar, mereka menunggu hingga lampu pejalan kaki berubah hijau sebelum menyebrangi jalan. Mobil-mobil berhenti di belakangnya, mengekor seperti ulat kemudian menyalipnya dan melesat pergi secepat kilat. Suara gemuruh mesin dan bunyi klakson keras yang memeringatinya terdengar sangat menganggu. Tapi Rita tidak sedikitpun mempercepat lajunya, ia memberi dirinya kesempatan untuk berpikir meskipun disaat seperti ini, berpikir jernih rasanya tidak mungkin.

Papan penanda jalan memberitahunya bahwa ia sudah semakin dekat dengan tempat yang ditujunya. Rita melirik arlojinya, saat itu pukul lima empat belas, sebentar lagi langit gelap akan menyelimuti jalanan, lampu-lampu akan dinyalakan dan bumi akan dipenuhi oleh kerlap-kerlip malam. Rita mengukur waktu, ia akan tiba di apartemen David dalam hitungan menit, kemudian ia tidak akan tinggal lama. Apa yang harus dikatakannya nanti?

Sembari memikirkannya, Rita berbelok di tikungan, kini ia memasuki jalur yang lebih sempit dimana jarang ada kendaraan yang berlalu lalang di sekitar dan bangunan-bangunannya tampak senyap. Tembok batu pada sebagain besar bangunan itu membelakangi apartemen David. Para penghuni di sana jarang terlihat berkeliaran dan bagian belakang bangunan menyediakan lahan parkir yang cukup luas.

Rita memarkirkan mobilnya disana, tepat di dekat pintu belakang. Ia dapat menggunakan tangga untuk sampai di ruangan David di lantai tiga kemudian ia berencana untuk mengetuk pintu kamar itu, mengatakan apapun yang terbesit dalam benaknya dan menyelesaikan urusannya.

Kini ia menatap wajahnya melalui spion dalam mobil, menyaksikan lingkaran hitam yang membesar di bawah kelopak matanya juga melihat keraguan disana. Masih ada waktu untuk mundur, tapi Rita sudah sampai disana, sudah terlambat untuk mundur.
Langit di balik kaca mobilnya berkabut, hawa dingin merayap di sekujur tubuhnya. Ia menggunakan mantel dan rompinya sebelum keluar dari mobil dan menaiki tangga untuk sampai di lantai tiga. Meski lututnya terasa sakit karena harus menahan beban, Rita tidak menyerah begitu saja. Tangga kayunya yang reyot berderit ketika diinjak. Dindingnya kusam dan beberapa bagaian di tempat itu kian menua dan rusak. Perjalanannya menuju ruangan David terasa panjang, untungnya itu berakhir.

Dari tempatnya berdiri di ujung lorong, Rita menyaksikan David tengah bercengkrama dengan Amelia yang kemudian berpamitan ketika menyadari kehadiran Rita di lorong. Hawa panas merayap di sekujur tubuhnya. Rita mengepalkan kedua tangannya dan menarik nafas ketika emosi itu mulai menguasainya. Namun Amelia pergi sebelum David membukakan pintu untuknya dan mempersilakannya masuk.

Udara panas di ruangan itu langsung menerpa wajahnya ketika Rita melangkah masuk, sementara itu David menutup pintu di belakangnya. Rita sanggup mendengar suara derap langkah kakinya yang ringan ketika David meninggalkan pintu dan berjalan menuju konter. Laki-laki itu tidak mengenakan pakaian di balik jubahnya, sementara ia membiarkan jinsnya menggantung rendah di bawah pinggul. Aroma krim cukur tercium jelas di wajahnya dan dari rambutnya yang lembab, laki-laki itu seperti baru saja berendam.

Rita mengusir pikiran itu cepat-cepat, namun ia tidak dapat mencegah apa yang disaksikannya: seprai di atas kasur yang berantakan, pakaian yang tergeletak di atas lantai, botol bir dan dua gelas kosong di atas nakas, bak pencuci piring yang dipenuhi oleh porselen kotor. Sebuah syal berwarna merah tergeletak di atas sofa, sebuah syal wanita. Mungkin, pikir Rita, kedatangannya mengganggu pertemuan mereka. Mungkin, Amelia terburu-buru hingga melupakaian syalnya dan Rita bertanya-tanya apa wanita itu juga lupa mengenakan pakaian dalam di balik celananya yang ketat dan polos?

PUNISHMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang