Bagian 30

59 12 1
                                    

Alarm di atas mejanya berbunyi dengan keras hingga membangunkan Louise dari tidurnya. Ia tersentak ketika suara nyaring itu menusuk telinganya. Sinar matahari telah menyusup masuk melalui celah jendela di kamarnya, jam di dinding memberi tahu Louise bahwa saat itu pukul sebelas, ia terlambat bangun tiga jam dari biasanya. Itu pasti karena pil tidur yang ditelannya semalam dan mimpi buruknya tentang Rita. Tapi, ia tidak bermimpi, kan? Rita Foster benar-benar berada di rumahnya semalam dan kejadian itu begitu nyata untuk menjadi mimpi belaka. Kekacauan di kamarnya menjadi saksi atas semua itu: foto-foto masih berserakan, catatan-catatan jurnalnya dan jendela kamarnya yang ia biarkan terbuka sehingga ia dapat mengawasi Rita dari sana.

Louise mabuk semalaman. Ia tidak punya ide yang lebih menarik dari itu. Mendengarkan musik atau menonton film terasa konyol dilakukan saat itu dan ia benar-benar hanya bergantung pada harapan agar semuanya membaik seiring berjalannya waktu. Tapi seandainya Louise memiliki keberanian untuk mengetuk pintu rumah Rita dan menjelaskan situasinya. Akankah wanita itu mengerti? Akankah Rita berbalik dan memaafkannya? Kemungkinannya adalah satu berbanding sepuluh yang mana itu berarti ‘TIDAK MUNGKIN’.

Louise tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Ia punya pilihan untuk bergerak keluar dari rumahnya dan mengetuk pintu wanita itu, kemudian ia akan mencoba menjelaskan sesuatu yang terdengar seperti: “kejutan, aku tidak gila!” Tapi tindakan itu lebih cenderung meninggalkan kesan: ‘ya, kau gila.”

Jadi ia tidak akan bertindak bodoh, tidak kali ini. Louise memiliki kesibukan yang akan mengalihkan pikirannya dari Rita. Ia memutuskan untuk keluar hari itu, berjalan meninggalkan rumahnya menuju keramaian kota dimana ia dapat merasakan suasana yang benar-benar berbeda.

Mataharinya cukup terik, jalanannya cukup padat oleh kendaraan. Suara-suara bising yang berdengung di sekitarnya terasa sangat mengganggu. Louise pergi meninggalkan halte beberapa menit yang lalu. Kali ini, ia bergerak menuju balai pertemuan besar yang terhubung ke terowongan bawah tanah. Orang-orang yang berkeliaran di sekitarnya terlihat baru saja keluar dari terowongan itu, sebagian yang lain menuruni tangga dan menghilang di dalam terowongan. Suara gemuruh mesin kereta di bawah tanah dan getaran yang muncul saat kereta itu bergerak menyadarkan Louise dari lamunan.

Ia bergeser mendekati mesin telepon umum. Louise sempat terpikir untuk menggunakan mesin telepon itu dan berbicara dengan Rita. Namun, itu adalah ide konyol lain. Ia tidak sedang terburu-buru, ia memiliki waktu untuk melakukan sesuatu, contohnya menghubungi seseorang dan menyapa. Meskipun kedengarannya konyol, namun Louise ingin berbicara dengan mereka. Ia tidak pernah mendapatkan kesempatan itu ketika berada di rumah. Orang-orang akan menutup telepon ketika tahu panggilan itu berasal dari Louise. Namun mereka tidak akan tahu jika Louise menggunakan telepon umum.

Tiba-tiba Ed menjadi nama yang pertama kali muncul di kepalanya. Louise penasaran dengan apa yang dikatakan Ally beberapa hari lalu, persis saat terakhir kali Ed mengunjunginya untuk mengepakkan semua barang-barangnya. Saat itu Ally mengatakan bahwa Ed menyesal. Memang Ally tidak mengungkapkan kalimat itu secara langsung namun setiap katanya menyiratkan maksud yang sama: bahwa Ed menyesali keputusannya untuk mengakhiri pernikahan mereka, atau bahwa laki-laki itu memilih untuk menikahi Lidia. Apapun itu, Louise ingin mendengarnya dari mulut Ed. Beberapa hari yang lalu ia bersumpah tidak akan berbicara pada Ed atau bahkan memikirkannya sedikitpun. Hari ini Louise melanggarnya hanya karena rasa penasaran. Butuh waktu bertahun-tahun baginya untuk belajar mengabaikan laki-laki itu, namun hanya perlu satu menit untuk mengacaukan usahanya.

Louise tidak sempat memikirkan keputusannya secara matang bahkan ketika ia telah berdiri di depan mesin telepon itu dan menekan nomor yang tersambung ke ponsel Ed. Dalam nada dering pertama, Louise merasa khawatir jika ia akan mendengar suara Lidia. Louise telah memutuskan bahwa ia akan mengakhiri panggilan itu jika Lidia yang menjawabnya. Namun suara yang terdengar di seberang adalah suara yang asing. Suara itu milik seorang wanita – itu bukan suara Lidia tentu saja karena Louise sangat mengenali intonasinya yang kasar. Suara yang didengarnya kali ini lebih berat. Suara seorang wanita, mungkin seusianya.

“Siapa disana?” tanya suara di seberang.

Alih-alih menjawab pertanyaannya, Louise bertanya balik. “Siapa kau? Dimana Ed?”

“Apa kau istrinya?”

Siapa wanita ini? Mengapa dia berbicara seolah-olah panggilan Louise telah berhasil mengacaukan harinya.

“Aku ingin berbicara dengan Ed,” tegas Louise. “Siapa ini? Dimana dia? Bagaimana ponselnya ada padamu..”

Louise mendengar suara berisik di seberang, seolah seseorang berusaha merebut ponsel dari wanita itu.

“Halo?”

Sejenak yang didengarnya hanyalah sebuah gumaman keras sebelum suara Ed muncul di seberang. Suaranya tidak terdengar seperti biasanya.

“Ini Ed, siapa ini?”

Sejenak Louise merasakan wajahnya memerah. Hawa panas menjalar naik dengan cepat ke atas wajahnya sementara ia kehilangan kata-kata untuk diucapkan. Louise punya firasat buruk tentang Ed dan wanita yang menjawab panggilan teleponnya. Ada banyak skenario di kepalanya, semua berisi dugaan-dugaan yang tak berdasar, tapi rasanya Louise telah menebak kesimpulan akhir yang tidak kalah menarik dari perjalanan kisah Rita Foster.

“Halo? Siapa disana?!”

Suara Ed meninggi. Louise menatap jam dinding yang menggantung pada salah satu sudut dinding di balai itu. Ia menjatuhkan pandangannya ke sekitar, dalam hitungan detik, tempat itu terlihat semakin padat. Suara bising menggema dimana-mana dan disaat yang bersamaan, Louise memutuskan sambungan teleponnya. Ia berjalan dengan terburu-buru ketika menuruni tangga menuju terowongan bawah tanah. Louise kemudian memperlambat langkahnya, mengikuti barisan orang-orang yang berjalan di sekitarnya dan mencoba untuk tidak terlihat begitu mencolok. Ia dapat melakukan itu. Mudah sekali untuk membaur dan bersikap normal. Rasanya tidak sulit sama sekali. Mungkin, ia hanya terlalu melebih-lebihkannya. Namun meskipun ia terus bergerak tanpa arah dan hanya mengikuti arus dari kerumunan orang, pikirannya masih tertinggal pada panggilan telepon itu. Rasanya Louise enggan untuk memusingkan masalah itu, namun memikirkan Ed berselingkuh dari Lidia benar-benar membuatnya geli.

--

PUNISHMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang