Bagian 31

75 10 1
                                    

Rita baru saja berbicara dengan Harlan lewat telepon ketika telepon berikutnya berdering. Kali ini ia berharap panggilan itu bukan berasal dari kepolisian dan ketika ia menjawabnya suara di seberang memperkenalkan dirinya sebagai Scott.

“Aku teman Jim, apa kau ingat?”

“Scott?” Rita meletakkan satu tangannya di atas kening seolah berusaha mengingat-ingat kemudian menjawab, “oh ya, tentu saja. Aku ingat.”

“Aku ikut menyesal tentang Jim, tidak ada seseorang yang memberitahuku kabar itu. Sejujurnya ini terlalu terlambat.”

“Tidak, aku yakin situasinya akan sama dalam beberapa bulan kedepan.”

“Itu benar-benar mengejutkan karena beberapa minggu sebelum kejadian itu, dia menghubungiku dan mengajakku untuk pergi memancing. Aku menolaknya karena ada banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan di restoran, dan aku benar-benar menyesal.”

“Kita semua merasa begitu, kurasa..”

“Ya. Aku hanya ingin mengatakan kalau polisi mendatangiku dan mereka berbicara dengan istriku, Karen, saat aku tidak ada di rumah. Karen benar-benar ketakutan soal itu..”

“Aku minta maaf..”

“Tidak.. bukan itu maksudku. Kita tidak bisa menghentikan polisi, tapi tampaknya mereka berpikir sesuatu terjadi padaku dan Jim. Entah bagaimana mereka menganggap kami mengalami perdebatan. Jim memang menghubungiku beberapa minggu terakhir, dan aku lebih seringnya menolak panggilannya, tapi aku ingin memberitahumu bahwa aku menolaknya karena.. aku ingin berada jauh sampai dia menghentikan kebiasaan minumnya. Sifatnya berubah sejak beberapa pekan terakhir. Kau tahu maksudku? Tidak seperti biasanya. Itu sedikit aneh.”

“Dia mabuk?”

“Ya, maaf mengatakan ini. Aku seharusnya tidak mengatakan sesuatu yang buruk tentangnya, tapi polisi ingin mengetahui segalanya dan kita harus berbicara terus terang, kan? Kupikir kau orang yang benar-benar tahu apa yang terjadi padanya.”

“Tidak, tidak, aku benar-benar tidak tahu dia mabuk, karena saat dia kembali semuanya tampak baik-baik saja.”

“Ya, dia sangat pandai menyembunyikan sesuatu, bukan? Aku berbicara dengannya beberapa hari sebelum kejadian itu. Dia datang ke restoranku untuk minum, dia tidak pernah minum sebanyak itu. Aku tanya kenapa, dan dia mulai mengamuk. Dia membuat kegaduhan di restoranku dan membentak salah satu karyawanku. Maksudku.. itu baik-baik saja sampai Jim memukulnya..”

“Apa?” wajah Rita semakin pucat dan ia kehilangan kata-kata.

“Ya, itu terjadi. Dia benar-benar lepas kendali hari itu, tapi dia tidak ingin berbicara denganku. Kami sempat berdebat tentu saja, aku mengusirnya dari tempatku. Tampaknya dia sangat marah karena dia tidak menghubungiku lagi sejak saat itu, tapi.. aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi sampai aku mendengar kabar kematiannya. Aku benar-benar ingin tahu kejadiannya. Karen mengatakan padaku kalau polisi menduga insiden itu bukan kecelakaan. Mungkin itu wajar mengingat Jim memiliki segalanya dan berhubungan dengan banyak pihak yang mungkin merasa iri atau semacamnya. Namun aku tahu dia jarang mencari masalah dengan seseorang. Seharusnya itu tidak terjadi. Ini pasti sangat berat untukmu.”

“Aku tidak tahu mengapa,” Rita menatap dinding-dinding kacanya dan mengamati langit cerah menggantung di luar sana. Kedua matanya berkaca-kaca, namun perasaan yang dialaminya kali ini berbeda. Setidaknya, untuk satu alasan, ia tidak menyakiti Jim. “Kami berbicara satu malam sebelum kejadian itu. Kemudian paginya dia pergi cepat dan dia tidak kembali hingga larut. Kemudian itu terjadi begitu saja. Rasanya terlalu cepat.”

“Ya,” ada rasa simpati dalam suara Scott. “Aku mengerti. Polisi memintaku untuk datang ke kantor, aku tidak tahu informasi apa yang mungkin dapat kuberikan, tapi kuberitahu kau aku benar-benar tidak bermaksud melawan keluarganya, termasuk kau. Aku akan menyampaikan apa yang kutahu, kemudian sisanya kepolisian akan menarik kesimpulan sendiri. Aku tidak tahu cara baik untuk mengatasi ini, tapi apapun itu, itu tidak akan mengembalikannya, kan? Jadi aku akan ke kantor polisi besok. Jika ada hal yang dapat kubantu, kau bisa menyampaikannya.”

“Tidak. Katakan saja yang sebenarnya.”

Scott mengakhiri percakapan mereka dengan mengatakan kalimat untuk menghibur Rita. Teman Jim yang satu itu cukup baik bahkan Scott menawarkannya bantuan. Namun Rita menolak dengan cepat. Namun semua tidak berakhir di sana. Ia baik-baik saja sampai Helen berbicara dengannya melalui panggilan telepon dan mengolok-oloknya seperti biasa.

“Apa saja yang dikatakan Harlan padamu?” desak wanita itu ketika pembicaraan mereka mulai mengarah pada wasiat yang ditinggalkan Jim. Helen adalah satu-satunya orang dalam keluarga Foster yang bersikeras membatalkan wasiat Jim karena menurutnya itu sangat tidak adil. Jika dipikirkan kembali, Helen memang benar. Jim menulis nama Rita untuk semua aset dan harta yang dimilikinya, yang mana itu berarti keluarga Foster tidak memiliki hak sedikitpun atas uang Jim. Mereka tidak memiliki akses dan menyewa pengacara untuk menindaklanjuti hal itu adalah tindakan nekat yang memiliki peluang sangat kecil untuk berhasil. Kecuali, seperti yang dikatakan ibunya, jika Rita memberitahu semua orang bahwa ia tengah mengandung anak dari laki-laki lain.

“Jika itu menyangkut hubungan yang berkepentingan denganmu, dia akan memberitahumu. Dia akan berbicara langsung seperti yang biasa dia lakukan, jadi jika dia tidak mengatakan apapun padamu, maka itu berarti tidak ada hal yang perlu kau tahu.”

Rita merasa bangga dengan dirinya setelah mengucapkan itu. Namun, seperti yang sudah dapat ia tebak, Helen tidak menyerah sampai di sana.

“Kau tahu kalau Jim masih memiliki keluarga, kan?”

“Itu jelas.”

“Mengabaikan keluarganya adalah hal yang tidak pernah dia lakukan. Dia sudah seperti itu sejak kecil. Orangtua kami mendidiknya dengan sangat baik dan dia begitu mencintai keluarganya melebihi apapun.”

“Apa maksudmu?”

“Maksudku, mengabaikan nama keluarganya dalam surat wasiat nyaris tidak mungkin dia lakukan.”

“Tapi dia melakukannya, kan?”

“Aku tidak berpikir dia melakukan itu.”

“Jadi apa? Kau pikir aku mengubah wasiatnya?”

“Tidak secara langsung.”

Wanita itu berhasil memancing amarahnya, namun itu adalah hal yang biasa dilakukan Helen. Mereka nyaris tidak pernah sepakat untuk satu halpun dan percakapan akan berakhir dengan perdebatan tentang siapa yang akan keluar sebagai pemenang.

“Apa yang kau bicarakan?” tanya Rita dengan tidak sabaran.

“Apa yang kau lakukan pada adikku? Kau bisa saja memengaruhinya untuk mengubah wasiat itu.”

Rita mendengus keras, masih tidak memercayai apa yang dipikirkan Helen tentangnya. Apa itu inti dari semua ini? Uang?

“Kau terdengar konyol.”

“Jadi apa yang lebih konyol dari isi wasiat itu? Itu omong kosong terbesar yang tidak akan disepakati adikku.”

“Mungkin Jim berpikir praktis, keluarganya tidak kekurangan uang, kan?”

“Kau bukan orang yang berhak untuk itu.”

“Kau salah. Aku satu-satunya orang yang berhak. Aku istrinya.”

“Benarkah? Mengapa adikku menjadi pemabuk dan sikapnya berubah dalam beberapa hari terakhir?”

“Apa?”

“Scott mengatakan itu dalam kesaksiannya. Jim tidak pernah menjadi pemabuk. Kita sama-sama tahu itu. Adikku tidak pernah berubah selama bertahun-tahun. Tidak sampai dia bersamamu. Sesuatu terjadi, aku yakin itu.”

“Apa yang ingin kau katakan sebenarnya?”

“Kenapa kita tidak bicara empat mata dan membahas ini lebih lanjut?”

“Kau menginginkan wasiat itu, hanya itu yang ingin kau katakan,” simpul Rita dengan cepat. “Kenapa kau membuang-buang waktumu?”

“Aku tidak ingin berdebat denganmu di sidang. Itu memalukan untuk keluarga Foster. Kita dapat membicarakan ini, kita bisa mencegahnya, tidak perlu ada sidang, tidak perlu ada perdebatan. Yang kuinginkan adalah keadilan untuk adikku, dan keluarga kami.”

“Aku tidak melawan kalian, kalian memulainya.”

“Kita perlu mendiskusikan ini. Secara kekeluargaan.”

Rita punya firasat bahwa percakapan apapun yang akan mereka lewati nanti tidak akan meninggalkan kesan kekeluargaan barang sedikitpun. Tapi Helen telah menyepakati pertemuan itu secara sepihak dan berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, melawan keluarga Foster nyaris tidak mungkin. Mereka akan datang dan mendesaknya tidak peduli jika Rita tidak menyetujui hal itu. Posisinya sangat lemah dan ia tidak memiliki kuasa hukum yang cukup kuat untuk melindungi dirinya. Keluarga Foster dapat melakukan apa saja termasuk membayar hukum. Pada tahun pertama pernikahannya dengan Jim, mereka berhasil merenggut karier Rita sebagai balerina, kemudian secara perlahan namun pasti, mereka merenggut hidupnya, memisahkannya dari Julie sebagai satu-satunya keluarga yang ia miliki dan meniadakannya dari muka bumi serta mengurungnya di dalam istana besar itu. Kali ini apa yang akan mereka lakukan? Pada posisi teraman sekalipun, situasi bisa berbalik kapan saja. Sementara Rita tidak punya rencana tentang apa yang akan dilakukannya setelah ini. Jika Jim hadir di sana, laki-laki itu bisa saja melindungi Rita dari keluarganya. Namun, setelah mengetahui usaha Rita untuk meracuninya, mungkinkah Jim tetap akan melindugi Rita dari keluarganya dan bukannya berbalik menyerangnya? Siapa yang tahu, situasinya bisa menjadi lebih buruk dari sekarang. Anggaplah insiden kecelakaan yang menewaskan Jim tidak pernah terjadi, apa yang akan direncanakan laki-laki untuknya? Akankah laki-laki itu memaafkan perbuatannya? Hal itu nyaris mustahil. Namun Rita percaya bahwa di balik sarang mewahnya yang menawan, Jim tidak pernah pergi untuk menghantuinya.

Ia menghabiskan sepanjang sore untuk duduk di belakang mejanya, berpikir tentang keputusannya untuk menyerahkan wasiat itu. Julie tidak akan senang mengetahui bahwa Rita masih mempertimbangkan wasiat Jim, tapi Helen - dan keluarganya yang lain akan terus mendesaknya hingga Rita menandatangani pembatalan wasiat. Perlawanannya terhadap keluarga Foster akan menjadi bumerang tersendiri untuknya. Seperti yang dikatakan Julie, Rita punya pilihan untuk berbohong dengan mengatakan bahwa ia tengah mengandung anak Jim. Hal itu akan memperkuat posisinya di mata hukum dan kemungkinan kalah dalam sidang nyaris tidak mungkin. Bagaimanapun pilihan-pilihan itu akan menjadi alternatif lain hingga Rita melihat kondisinya.

Ia bergegas untuk mandi dan berpakaian sore itu. Rita berniat untuk berjalan-jalan keluar dan menenangkan dirinya, atau ia bisa menemui David. Ia dapat melakukan apa saja sekarang. Aneh rasanya ketika ia dapat melakukan itu namun ia justru memilih untuk mengurung dirinya. Seperti yang dikatakan Julie, Rita akan terbiasa dengan kondisi itu. Benarkah? Ia masih memiliki segudang pertanyaan yang tak terjawab, namun jawaban itu tidak harus muncul secepat kilat.

Malam ini pilihannya jatuh pada sweter lengan panjang berwarna biru lembut yang ia padankan dengan mantel besar dan jins gelap. Rita hanya memberi polosan bedak yang tipis di wajahnya, kemudian ia bergerak keluar meninggalkan pintu rumahnya. Dari seberang, ia menyaksikan jendela kamar Louise tertutup. Lampunya dipadamkan tidak seperti biasanya. Ia mencari-cari keberadaan wanita itu, namun tidak berhasil menemukannya. Louise bisa berada dimana saja, Rita membayangkan ia bisa saja sedang duduk di ruang tengah, menyantap makanan kaleng dan minum bir dari botolnya. Apapun itu, Louise seharusnya berhenti mengamatinya.

Ketika Rita berhasil keluar dari jalur yang mengarahkannya menuju pusat kota, ia masih harus berjalan sejauh tiga blok dan bergerak mengikuti kerumunan orang menuju stasiun. Tempat itu cukup padat. Jalanan telah diselimuti langit gelap, orang-orang berlalu lalang di sekitarnya, tergesa-gesa ketika memasuki jalur di dalam stasiun. Seorang pria besar baru saja menabraknya, namun ia tidak repot-repot untuk berbalik dan meminta maaf. Rita hanya memandanginya hingga pria itu berlalu di dalam lift.

Ia telah membeli kopi panas untuk dirinya, berdiri di sekitar stasiun selama satu jam sebelum memutuskan untuk pergi menuju tempat teater. Jalanan untuk sampai disana masih tampak sama seperti yang diingat Rita. Kali terakhir ia mengunjungi tempat teater itu, beberapa bulan yang lalu bersama Jim. Mereka terpaksa harus berhenti di bengkel karena mesin mobil mengalami kerusakan. Rita ingat, mereka duduk dan menempati salah satu kursi panjang disana. Jim menciumnya namun ia tidak bereaksi sehingga mereka sempat berdebat. Ingatan itu menetap di kepalanya hingga bangunan setinggi tiga lantai mengalihkan perhatiannya.
Seorang penjaga pintu yang berdiri di depan sana mengenal Rita. Chad menyambutnya dengan hangat dan mempersilakan Rita masuk.

“Kau masih mengingat tempatnya?” tanya Chad ketika laki-laki itu mengantarnya sampai di lorong.

“Ya.”

“Harold ada disana.”

“Terima kasih.”

“Nikmati pertunjukanmu!”

Chad baru saja berlalu pergi ketika Rita menyaksikan tiga orang balerina berkeliaran di belakang panggung. Masing-masing dari mereka tertawa cekikikan. Saat ia melewati ruangan yang diingatnya sebagai ruang ganti, Rita menyaksikan seorang balerina lain, duduk di kursi yang pernah didudukinya selama bertahun-tahun, memoles wajahnya di depan cermin dan memasangkan aksesoris pada rambutnya. Rita menyaksikannya dari balik pintu hingga ia menyadari bahwa sang balerina kini menatapnya balik melalui cermin. Wanita kecil bertubuh ramping yang memakai kostum miliknya dulu itu kemudian memutar wajah. Ekspresinya menunjukkan ketidaksukaan yang jelas.

“Apa?” katanya.

Rita menggeleng, ia kemudian berbalik dengan cepat dan pergi meninggalkan lorong. Kini Rita sedang berjalan menuju ruangan di belakang panggung. Ada begitu banyak wajah-wajah baru yang tidak dikenalinya. Para kru yang dulu bekerja bersamanya tidak terlihat lagi dan sejauh ini, Rita tidak melihat keberadaan Harold. Musik mulai terdengar dari arah panggung, sementara para balerina sibuk menunggu giliran tampil, Rita menatap ke sekitar, mencari-cari hingga ia menemukan David tengah berdiri di bawah lampu keemasan, masih mengenakan kostum dan tampak sedang berbicara dengan seseorang. Laki-laki itu mengangkat punggungnya dari sandaran, tersenyum hangat pada lawan bicaranya, kemudian dengan cara yang tidak biasa, ia melingkarkan lengannya ke seputar tubuh wanita yang berbicara dengannya, memeluknya sambil tersenyum lebar.

Jauh sebelum Rita mendekat ia sudah dapat menebak bahwa wanita itu adalah Amelia. Pakaiannya cukup rapi, wajahnya tampak bersemi-semi ketika ia berbicara dengan David dan wanita itu terus meletakkan jari-jarinya di atas rahang David. Sesekali tertawa kemudian menarik laki-laki itu dan memeluknya sekali lagi.

Rita menyaksikannya dengan jelas: terlalu jelas untuk dapat dipungkiri. Ia melangkah mundur menjauhi ruangan di belakang panggung, merasakan tubuhnya bergetar hebat ketika David mengangkat wajah dari bahu Amelia dan menatapnya lurus. Kekosongan tampak jelas pada kedua matanya. Namun kali ini laki-laki itu tidak berusaha mengejarnya. Rita berbalik meninggalkan lorong dan menghilang di dalam kegelapan. Ia menyusuri sekat-sekat panjang yang masih diingatnya, tergesa-gesa ketika mencapai pintu. Chad sempat menghentikannya, namun Rita mengabaikan laki-laki itu. Ia telah menghentikan kendaraan umum dan pergi meninggalkan gedung teater menggunakan kendaraan itu.

Dalam perjalanan kembali, kedua matanya terasa menyengat, tubuhnya bereaksi. Ia tidak punya cara untuk menyembunyikan emosinya, karena itu Rita turun di tengah jalan, ia telah memutuskan untuk berjalan melewati blok-blok menuju rumahnya. Namun Rita tidak segera menuju ke sana. Ia berhenti di sebuah pub, memesan alkohol untuk dirinya sendiri dan duduk disana selama berjam-jam. Ketika hari semakin larut, Rita memutuskan untuk kembali namun pikirannya menguar di sepanjang perjalanan. Amarahnya meluap-luap. Ia berusaha menghibur dirinya dengan membeli sejumlah pakaian dan aksesori baru di sebuah toko. Rita berlama-lama di sana hingga petugas toko itu mengusirnya karena toko akan tutup beberapa menit lagi. Ia kemudian duduk di belakang pagar yang membatasi taman kota, menyaksikan kendaraan melintas dan orang-orang berlalu lalang.

Sekitar pukul satu, Rita berjalan semponyongan menyusuri rawa yang basah menuju rumahnya. Ia terjatuh beberapa kali saat kakinya menaiki undakan tanah yang licin. Seseorang dari belakang memanggilnya, suaranya semakin jelas.

“Ma’am!” serunya. “Ma’am!”

Rita tidak berbalik untuk memastikan suara itu, ia hanya mempercepat lagkahnya. Jalanan di depannya dipenuhi kabut dan kini pandangannya mulai kabur. Rita berjalan melewati terowongan, mendapati suara derap langkah kaki seseorang yang bergerak mendekatinya, suaranya terlalu cepat. Orang itu mungkin berlari ketika mendekatinya. Rita menjadi panik, ia berbalik dan mengayunkan tasnya dengan kuat, membentur tubuh pria di belakangnya, kemudian Rita berlari menghindari laki-laki itu. Namun, lubang di jalanan menghentikannya. Ia terpeleset jatuh di atas aspal. Wajahnya menghantam jalanan dengan kasar. Kini suara langkah itu semakin dekat..

***

Suara gemuruh mesin kendaraan di luar yang berdesing keras membangunkan Rita. Ketika itu ia mendapati dirinya berbaring di tengah-tengah ruangan kosong dengan cat dinding putih yang tampak menghimpitnya. Hanya ada sebuah jendela di dekat pintu berwarna coklat yang ada di depan sana, dan seseorang sedang berdiri mengawasinya di sudut ruangannya. Pandangannya tampak kabur, Rita tidak dapat memastikan siapa orang yang berdiri di sudut ruangan hingga suara pintu digeser terbuka dan kemunculan pria lain mengejutkannya. Pria itu adalah detektif Clooney, berseragam lengkap, dan mengenakan tanda pengenal di atas pakaiannya. Pria yang berdiri di ujung ruangan mulai terlihat jelas, ia adalah petugas kepolisian yang diminta untuk menjaganya.

Pertanyaan pertama yang muncul dalam benaknya adalah: apakah ia sedang bermimpi buruk? Jika tidak bagaimana ia bisa berakhir disana? Kemudian potongan ingatan-ingatan menyerbu kepalanya dan memberitahunya bahwa ia mabuk malam itu ketika seorang pria - yang ia pikir penjahat - berusaha menolongnya saat terjatuh di dekat terowongan.

“Mrs. Foster..” sapa Detektif Clooney saat mendekatinya. Laki-laki itu berhenti tepat di samping Rita. “Bagaimana keadaanmu?”

“Bagaimana aku ada disini?”

“Kau mabuk,” tegas Detektif Clooney dengan cepat. Kemudian, ia menunjuk meja kecil di samping Rita, tepat dimana barang-barang di dalam tasnya kini tergeletak secara terpisah. Rita merasakan wajahnya memerah saat menahan rasa malu.

“Sedikit parfum, tidak masalah. Pil tidur, dan.. Xanax,” Detektif Clooney memandanginya. “Saya tidak tahu Anda mengonsumsi obat itu. Dua puluh persen air, dan sisanya campuran etanol. Wiski, bukankah itu mengejutkan?”

Rita meletakkan satu tangannya di atas kening, tidak ada gunanya mengelak dari semua itu.

“Aku merasa sedikit pusing.”

“Mengapa kau mabuk, Mrs. Foster?”

Mengabaikan pertanyaan itu, Rita bertanya. “Apa aku di kantor polisi?”

“Pusat medis umum. Brian Hayt menghubungi polisi untuk pertolongan cepat.”

“Siapa?”

“Pria yang menolongmu. Berterima kasihlah karena dia menyelamatkan hidupmu. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada seseorang yang berkeliaran di tempat umum pada pukul dua. Meskipun kesaksiannya meragukan, dia mengaku sedang membawa anjingnya berjalan-jalan keluar ketika menemuimu, tapi aku akan memastikannya lagi nanti, lagipula.. dia menyelamatkanmu dan menghubungi polisi tepat waktu.”

Detektif Clooney menarik kursi dan duduk di sana. Jari-jarinya saling bertaut dan laki-laki itu memusatkan perhatian penuh padanya.

“Aku tahu ini berkesan terburu-buru, tapi apa kau dapat menjelaskan situasinya Mrs. Foster?”

Rita menelan liurnya, ia membiarkan keheningan menggantung di sekitar ruangan untuk sejenak sebelum bertanya, “apa yang harus kujelaskan?”

“Kau pergi kemana sore itu?”

“Pusat kota, pub..” tidak ada gunanya berbohong. “Kupikir aku ingin minum dan sedikit menghibur diri.”

“Kau tidak berniat menemui seseorang atau melakukan sesuatu?”

“Maksudmu selain berjalan-jalan? Tidak.”

Detektif Clooney mengangguk-angguk. “Mengapa kau melewati stasiun?”

“Apa itu aneh?”

“Kau bisa menemudikan mobilmu, menaiki taksi atau bus, kau harus memutar jalan untuk sampai di stasiun. Alternatif terakhir yang letaknya cukup jauh, kecuali tentu saja, aku melihat letaknya cukup dekat dengan Bill’s and Barry.”

“Apa?”

“Pertunjukan teater. Kau menyaksikannya? Istriku rela membayar mahal untuk pertunjukan itu.”

Rita mendengus. “Tidak. Aku bahkan tidak pernah mendengar namanya.”

“Jadi mengapa kau melewati stasiun?”

“Oke kau benar, aku tahu kedengarannya konyol, tapi aku hanya ingin berlama-lama menghabiskan waktuku. Maksudku, berada di rumah sendirian, itu benar-benar membuatku gila.”

“Bagaimana dengan Xanax?”

“Aku tidak menggunakannya,” sahut Rita dengan cepat.

“Itu lucu karena obatnya ada ditasmu.”

“Itu pemberian ibuku, dia berpikir itu akan membantuku, tapi aku tidak pernah menggunakannya. Aku hanya meletakkannya sebagai.. kau tahu.. mungkin itu akan membuat seseorang merasa tenang.”

“Aku mengerti.”

“Apa aku bisa pulang sekarang?”

“Aku akan mengantarmu.”

“Apa? Tidak! Tidak perlu.”

“Aku tidak yakin mereka membiarkanmu pulang tanpa pengawasan. Aku akan mengantarmu, Mrs. Foster, dan itu bukan tawaran, itu bagian dari pekerjaanku.”

Rita tidak berkutip lagi. Ia menunggu hingga detektif Clooney bangkit dari kursinya kemudian berjalan menuju pintu dan menghilang di balik sana.

--

PUNISHMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang