Semoga kalian suka dan mendapatkan feel yang bagus, gak tau kenapa menurut Uma sendiri ini kacau.
Uma hanya ingin menyelesaikan apa yang Uma mulai.
Happy reading
****
Menuju akhir, kita akan bertemu di awal kembali. Awal yang baru.
Wildan mendapatkan berbagai macam omelan ketika masuk ke ruang rawat Shopia, gadis itu seperti kesetanan karena Wildan tidak kunjung kembali.
Lalu saat kembali pun Wildan tidak dalam keadaan baik-baik saja, saat ditanya pun hanya gelengan yang di ucapkan. Karena Wildan tau Shopia tidak akan percaya alasan klasik seperti terjatuh.
"Kamu akan terus diam tanpa menjawab kenapa dengan wajah kamu?" Shopia bersedekap menatap Wildan penuh curiga, sementara Wildan hanya duduk dan menopang dagu menatap Shopia.
"Aku baik-baik ajah, sayang."
Shopia akan mendebat sebelum kemudian pintu ruang rawat di ketuk dan membuat keduanya menoleh ketika seorang perawat masuk.
"Pak Wildan, Dokter Allan ingin bertemu."
Wildan menatap dengan tidak percaya, "dia ada jadwal operasi kan?"
"Dokter Allan digantikan oleh Dokter Alfian, mohon untuk segera ikut, Pak."
Wildan mencium kening Shopia sambil menekan tombol di samping banker dan begitu seorang perawat datang ia pergi untuk menemui Allan sementara Shopia aman di ruang inap.
Suster tersebut tidak membawa Wildan ke ruangan Allan, tapi ke ruangan IGD. Allan keluar begitu Wildan sampai disana, tanpa basa-basi Allan mengajak Wildan untuk masuk lewat isyarat mata.
Langkah Wildan awalnya tergesa-gesa, tapi begitu melihat siapa yang terbaring tak berdaya di ranjang operasi membuat Wildan mundur tanpa sadar.
Tatapan nanar pasien membuat Allan berbalik dan menarik tangan Wildan agar mendekat, Wildan terus menjauh agar tidak melihat keadaan wanita tersebut. Emosinya akan selalu meledak ketika wajah itu membayang di ingatan.
"Dia sudah melakukan percobaan bunuh diri berulang kali, tapi selalu dapat terselamatkan. Ini yang terparah, keadaannya kritis dan banyak kehilangan darah."
"Aku tidak ada hubungannya dengan semua ini, Allan!"
Allan melihat Marsella sejenak sebelum kemudian menatap Wildan meminta pengertian, "Marsella ingin bertemu kamu."
Wildan hendak protes sebelum kemudian Allan memberikan Wildan ruang agar mendekat ke arah Marsella. Tubuh ringkih penuh luka di separuh wajahnya, goresan-goresan di bahu hingga pergelangan tangan. Bahkan kedua pergelangan di perban, menandakan begitu kuat usaha Marsella untuk meninggalkan dunia.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Marsella?"
Senyuman kecil terukir di wajah Marsella, matanya yang sayu nan lemah menatap Wildan begitu memuja. Pria yang ia cintai sudah menjadi milik Shopia, orang yang paling ia benci.
"Aku sakit, aku terluka melihat kamu dengan dia. Dia mendapatkan semua yang aku mau dengan mudah, sedangkan aku harus banyak berkorban bahkan untuk bisa mempertahankan kamu di sisiku dulu."
"Aku menyerah untuk semuanya, Wildan. Aku ingin pergi membawa semua rasa sakit ini, tapi kenapa semuanya selalu membuatku kembali disini bahkan tepat di hadapan kalian."
"Aku sadar sebesar apapun kebencian dan ambisi untuk mendapatkan dirimu semuanya sia-sia. Maafkan aku untuk semuanya, terutama kepada Shopia."
Wildan membuang nafas, ia tersenyum menatap Marsella. Masa lalu tidak akan bisa diubah, tapi masa depan bisa diperbaiki. Wildan akan melangkah ke masa depan bersama Shopia, dan untuk itu ia harus mulai memaafkan semua yang terjadi terutama memaafkan dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER FRIENDzone (Completed)
Literatura FemininaKita bertemu lagi saat ini, untuk menyelesaikan beberapa hal yang tak sempat aku utarakan. Namun sungguh, jangan mengharapkan hal yang sama pada kisahku saat ini. Teman dan Musuh hanyalah hasil dari salah satunya. **** Cek dulu cerita FRIENDzone unt...