After 24

814 61 3
                                    

Kebersamaan Shopia dan Wildan benar-benar sudah menjadi hal biasa di rumah sakit itu, bahkan kadang menjadi hal yang ditunggu-tunggu bagi sebagian orang yang ikit berbahagia untuk Shopia. Karena mereka tau Shopia sebatang kara, jarang dikunjungi, dan akhir-akhir ini sering mengurung diri di kamar-sebelum kedatangan Wildan.

Seperti kali ini Shopia yang puas tertawa setelah Wildan mengajaknya berkeliling rumah sakit, Shopia memanfaatkan hal itu agar bisa berlama-lama dalam gendongan Wildan.

"Mbak Shopia bener-bener beruntung bisa dapet mas Wildan, mereka setiap hari seperti gak pernah kehilangan moment romantis."

Perbincangan antar perawat sudah bukan hal baru, tapi perbincangan tersebut berhenti saat wanita yang berbicara tadi meninggalkan rekannya demi melihat salah satu pasien yang sudah sering ia dampingi setiap kesini.

"Ella gak papa?" Perawat itu menanyakan keadaan wanita berkursi roda yang hampir saja tergelincir.

"Gak papa."

"Kenapa gak bilang kesini, Ella?"

Wanita tersbeut mengangkat pergelangan tangan yang diperban, sang perawat hanya Tersenyum masam. Banyak bekas sayatan di tangan wanita tersebut. Sudah ratusan kali dia mencoba melakukan tindakan bunuh diri.

"Kali ini apa alasannya?"

Wanita tersebut seperti menimbang jawaban apa yang akan ia lontarkan, sebelum berdecak kesal. "Lagi, lagi aku kesal karena tubuh ini tidak bisa mencerna obat."

"Ella akan sembuh tanpa obat, ingat?"

"Sembuh tapi akan gila? Gak mau. Mati tuh lebih baik!" tungkasnya tanpa ingin dibantah.

Perawat tersebut tidak ingin mendebat, ia mendorong kursi roda ke posisi ia dan rekannya tadi berbincang soal Shopia.

"Disaat orang mati-matian ingin bertahan lebih lama di dunia, kamu pengen pergi?"

Terdiamnya Ella membuat perawat tersebut melanjutkan cerita. "Liat wanita disana, hampir 4 tahun berjuang sendiri dalam kanker."

Ella mengikuti arah pandang perawat lalu protes. "Itu orang berdua. Pacaran, gak sendiri."

"Setahun sejak memilih rawat inap gadis itu sendiri, kabur dari semua keluarganya dan tidak ingin membuat orang khawatir." Si perawat terus bercerita.

"Dia akan mati?" kata Ella dengan kasar.

"Dia sedang melakukan serangkaian pengobatan, ditambah dukungan penuh keluargannya mulai menujukan hal positif."

Ella diam. Merenung lalu tanpa terasa air matanya menetes, hal itu tentu saja membuat khawatir.

"Ella, what wrong?"

"Inikah akhirnya?"

Si perawat bingung, ia menunggu Ella melanjutkan ucapannya. Namun Ella tak kunjung berbicara, gadis itu hanya memajukan kursi roda semakin dekat dengan posisi Wildan dan Shopia. Si perawat dengan setia mengikuti.

"Aku menjauhkan semua orang darinya, disaat dirinya sehat dulu. Dan inilah balasannya, semua orang mendekati dirinya dan memberikan dukungan penuh. Berkebalikan dengan yang aku alami. Semuanya meninggalkan aku."

"Ella-"

"Aku bukan Ella! Aku Marsella, memanggilku dengan nama berbeda tidak akan merubah kenyataan bahwa aku adalah gadis itu. Gadis yang tidak tau diri hingga akhirnya keluargaku sendiri enggan mendampingi aku!"

Perawat segera mendorong Ella-Marsella menjauh. Beberapa orang menatap Marsella dengan pandangan kasihan, dan itu yang paling dibenci Marsella.

Kondisi tubuhnya benar-benar mengenaskan sekarang. Banyak luka sayatan di tubuhnya, tangan, kaki, bahkan wajahnya sudah rusak digores pecahan kaca.

AFTER FRIENDzone (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang