19. (Arti)

51 16 25
                                        

Seperti biasa hari ini Jihan sedang shift di minimarket. beberapa kali Jihan menguap entah karena lelah mengantuk atau bosan menunggu pelanggan. Sesekali ia membuka hpnya mengecek grup kali aja ada yang penting. Ternyata tak ada, isinya hanya spam berupa stiker aneh yang Jihan sendiri tak tau stiker itu dapat darimana.

Kring!

Lonceng di pintu masuk berbunyi menandakan ada pelanggan yang datang. Jihan taruh hpnya kembali dan berdiri.

Matanya membola melihat pelanggan kali ini "kak Jeff?"

Jeffrey hanya tersenyum menanggapinya. Entah kenapa Jihan merasa canggung setelah lusa yang lalu ia menolak Jeffrey. Takut jika kata-kata nya terkesan kejam.

15 menit kemudian Jeffrey makan mie cupnya di dalam minimarket yang dimana telah disediakan kursi untuk pelanggan.

"Kemari han, kalau kamu ngejauh gini sedih loh rasanya" Jihan mengangguk dan berjalan mendekati Jeffrey.

"Awalnya aku bingung kenapa aku ditolak. Tapi setelah kemarin aku berpikir aku mengerti" Jihan menutup mulutnya membiarkan telinganya mendengar dengan seksama.

"Ternyata aku belum bisa ngebuang liontin ini" Jeffrey menunjukkan liontin yang Jihan lihat lusa kemarin.

"Aku sempat bertanya-tanya kenapa aku belum bisa membuang liontin ini, kin sekarang aku mengerti karena aku belum bisa melupakannya. Maaf ya Jihan aku merepotkanmu"

"Kakak jangan merasa begitu. Aku tau kakak itu ingin cepat move on"

"Mungkin sebaiknya aku jangan terburu-buru, lebih baik perlahan-lahan lalu bisa melepaskan semuanya" Jeffrey tersenyum  entah senang atau merasa sedih. Pria itu memandang foto di liontin itu.

"Kak, 2 tahun 8 bulan itu bukan waktu yang cepat jadi wajar saja kakak belum bisa melupakannya"

Setelah memandang liontin itu Jeffrey menaruhnya ke saku jaket. Ia memutar posisi mengahadap Jihan. "Lalu bagaimana denganmu? Aku sadar kalau dari awal aku nembak kamu, pertanyaan itu takkan terbalas"

"Maksud kakak apa?"

Jeffrey tersenyum memperlihatkan dimple kebangsaannya "Raka? Bagaimana dengan Raka?"

Mendengar nama Raka disebut mulut Jihan langsung bungkam.

"Sungguh kau tak ada perasaan terhadapnya?"

Jihan bingung sendiri kan dirinya membenci Raka tapi kenapa dirinya tak bisa memberi jawaban seperti itu ke Jeffrey. Segera Jihan geleng-geleng kuat dan langsung menjawab.

"Aku benci dia kak"

"Tapi menurutku sebenarnya kamu bukan benci. Kamu berusaha menutupi perasaanmu dengan kata benci"


"Han coba tanya pada dirimu sendiri, apa arti Raka bagi kamu?"

🦕🦕🦕🦕🦕


Setelah kelas selesai buru-buru Raka keluar kelas pergi ke perpustakaan. Ia harus meminjam buku untuk tugas yang harus di kumpulkan esok hari.

Setelah sampai Raka langsung berlalu menuju rak buku. Samar-samar ia mendengar beberapa orang yang heboh bergosip. Raka menggeleng kepalanya gak cewek gak cowok sama aja demen ngegosip. Bahkan mereka tak ingin bersusah payah mengecilkan volume walau mereka sedang berada di perpustakaan.

"Lo tau Raka? Yang sebelumnya sempet jadi ketua ospek?"

"Tau gue. Dendam gue sama tuh orang. Pacar gue minta putus gara-gara dia"

Raka menggeleng kepalanya. Ada-ada saja omongan orang ini.

"Denger-denger nih, temen gua dulu satu SMA sama Raka. Katanya dia pindah sekolah gara-gara ibunya itu ternyata selingkuhan ayahnya dulu"

"Seriusan lo, pantesan demen rebut cewek orang ternyata keturunan dari emaknya toh"

Raka mengepalkan tangannya kuat. Ia tak peduli jika dirinya di jelekkan tapi kalau ibunya. Sungguh Raka tak dapat menerimanya. Sudah kepalang emosi, Raka menghampiri orang tersebut dan meninju nya sampai orang itu tersungkur.

"Maksud lo apa-apaan ini?" Tanya orang itu tak Terima sambil mengelap dari di sudut bibirnya.

Tanpa perlawanan, Raka kembali meninju orang itu secara membabi buta. Tak peduli dengan dirinya sedang di perpustakaan dan menjadi pusat perhatian.

"Kalian boleh ngejelekin aku" Ucap Raka dengan sorot mata dingin lalu melayangkan tinju "tapi kalian gak boleh ngejelekin orang tua orang lain yang jelas kalian gak kenal" Dan kembali meninju nya.


"Raka!"

Raka tak menoleh masih meninju orang itu. Sampai akhirnya ada seseorang memeluknya dari belakang diikuti dengan suara isak tangis.

"Udah ya rak"

Suara itu melembut hingga isakannya terdengar di telinga Raka. Membuat Raka menghentikan tinjunya. Raka sadar kalau ia sudah melakukan hal yang keterlaluan.

Orang yang di tinju Raka itu dibawa ke ruang kesehatan. Sedangkan Raka hanya diam melihat orang yang tadi memeluknya dari belakang memandangi nya dengan sorot terkejut.

Tanpa bicara Raka meninggalkan tempat. Rasanya sudah lama ia berbuat onar seperti. Seharusnya Raka menahan dirinya sekali lagi.

.
.

"Lo pasti syok ya han?" Tanya Dean. Jadi tadi Dean manggil Jihan saat pertengkaran tadi. Sebelumnya Dean sudah berusaha menghentikan Raka tapi imbasnya malah dia terlempar oleh Raka menyebabkan badan Dean biru terantuk meja.

"Orang yang luka itu kemana?" Tanya Jihan

"Ke ruang kesehatan, kenapa?"

Tanpa pamit Jihan berjalan untuk pergi ke ruang kesehatan. Tapi sebelum itu,

"Lo mau ngapain disana?" Tanya Dean, takut Jihan ikut-ikutan kayak Raka lagi.

"Dean, seseorang mukul orang itu pasti ada sebabnya kan?" Setelah itu Jihan pergi meninggalkan Dean dengan seribu pertanyaannya.

.
.

Jihan membuka pintu ruang kesehatan dengan kencang menyebabkan bunyi dubrak. Bagi siapaun yang di dalam sana pasti akan kaget. Mata Jihan mencari keberadaan orang itu. Setelah ketemu ia menghampiri orang yang ditinju Raka.

Jihan meneliti lebam di wajah orang yang ditinju itu. Ternyata tinjuannya gak main-main. Jihan sempat bertanya-tanya seberapa lama Raka menahannya hingga menyebabkan lebam seperti ini.

"Lo siapa? Lo pacarnya Raka?" Tanya orang itu dengan wajah songongnya. Lukanya sudah diobati ternyata.

"Mau siapanya bukan urusan lo. Yang gua tanya adalah lo siapanya Raka sampai berani-beraninya congor lo ngomongin orangtuanya" Sebelumnya Jihan sempat bertanya asal-usul kejadiannya ke Dean

Orang itu sempat diam beberapa saat abis itu ia membuka mulutnya kembali "pacar lo gak pernah cerita, Kalau dulu sebelum menikah ibunya itu selingkuhan ayahnya"

Jihan tersenyum sinis lalu memajukan tubuhnya "bacot, lo mau gua bikin lo gak bisa berproduksi. Gada gunanya itu lo panjang kalau omongannya sebelas-duabelas kayak perempuan" Walau ucapannya rendah dan tenang ada intimidasi didalamnya.

Jihan memundurkan badannya kembali. Orang itu bergidik ngeri sambil memegang menutup bagian pribadinya.

"Kalau sampe mulut lo bacot lagi, gua gak akan segan melakukan seperti yang gua bilang sebelumnya" Ancam Jihan setelah itu Jihan pergi meninggalkan tempat.

Sambil berjalan kata-kata Jeffrey kembali terngiang.




"Han, coba tanya pada dirimu sendiri. apa arti Raka bagi kamu?"



Next>>>

Don't miss me √ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang