25. (ketahuan)

12 2 0
                                    

Jihan berusaha mengalihkan perhatiannya karena sedari tadi Arin terus menatapnya dengan seksama. Dari atas sampai bawah. Dari ujung kepala sampai ujung kaki. Semua Arin liatin ditambah lagi perempuan itu melihat Jihan curiga.

"Jujur sama gue, lo pasti udah punya pacar?" interogasi Arin.

"Enggak kok, sejak kapan," jawabnya menatap ke arah lain asalkan bukan ke arah Arin.

Saat ini keduanya lagi di kamar Arin. Arin nyuruh Jihan main kemari, kesepian katanya. Abangnya lagi ngapel sama pacarnya di malam minggu. Seolah tidak ingin ketinggalan sama anak muda, orang tuanya juga pergi ngapel entah kemana.

"Trus ini apa?" Arin menunjukkan foto yang ia temukan di lambe turah. Captionnya begini: " Mantan Ketua BEM kita udah punya pawang? Siap-siap lingkarin tanggal sebagai hari patah hati nasional"

Foto ceweknya gak keliatan karena diambilnya dari belakangan. Di foto itu yang keliatannya cuma muka Raka doang.

"Anget banget ya pegangan di belakang gang," sarkas Arin masih menyodorkan fotonya.

"Kan bisa aja itu cewek lain," elak Jihan. Sampai sekarang Jihan masih gak habis pikir kok bisa-bisanya sih ketahuan. Padahal sudah dijaga keamanannya seketat mungkin.

"Lo bisa bodohin orang lain, tapi lo gak bisa bodohin gue," ucap Arin.

Jihan menghela nafasnya, kemudian ia menghadap Arin dengan mata terpejam.

"Iya gua ngaku gua jadian sama dia!"





"Trus abis itu gimana?" tanya Raka yang saat ini keduanya lagi duduk di kursi penonton lapangan futsal.

Sebelumnya Raka diajak main sama anak-anak. Dan sekarang permainan telah usai, kini keduanya masih mengobrol perihal Jihan yang ketahuan sama Arin.

"Gak gimana juga sih, dia cuma nanya kenapa kita sembunyi-sembunyi yaudah abis itu dia ngasih selamat buat kita," jelas Jihan.

"Baguslah kalau gitu. Kan udah kubilang ngapain kita ngumpet-ngumpet segala," ujar Raka badannya bersandar di sandaran kursi.

Jihan mengambil handuk kecil kemudian mengelap keringat cowoknya. Rambutnya basah karena keringat. Posisinya sekarang lagi hadap-hadapan. Raka memejamkan matanya menikmati bagaimana Jihan mengeringkan kepalanya.

Tanpa sadar jarak wajahnya dekat. Jihan menelan ludahnya gugup karena beberapa senti lagi hidung mereka deketan. Raka belum sadar karena masih terpejam. Padahal Jihan sendiri sudah bisa merasakan deru nafas lelaki itu menyentuh permukaan wajahnya.

Hingga akhirnya Raka membeku matanya dan ikut terkejut dengan jarak mereka. Dia masih gak tau bagaimana caranya wajah mereka bisa sedeket itu.

Hingga sampai akhirnya suara rendah lelaki itu bersuara membuat pacuan jantung Jihan makin cepat,

"Boleh?" tanya Raka dan Jihan sendiri sudah tau arahnya kemana.

Wajah perempuan itu memerah gugup. Hingga akhirnya Jihan menganggukkan kepala sebagai jawaban.

Lelaki itu tersenyum tipis dan tak butuh waktu lama bibir keduanya bersentuhan. Menciptakan sensasi yang sebelumnya tak pernah dirasakan dan sulit digambarkan.

___

"Lo tuh kenapa sih?" tanya Jihan soalnya dari tadi Arin uring-uringan gak jelas.

"Jadi tadi tuh... Udahlah gak jadi," daritadi Arin selalu jawab gitu pas ditanya. Katanya pengen cerita pas ditanya katanya gak jadi. Kan bikin orang kesel jadinya.

"Bodo amatlah terserah lo mau cerita atau gak," sekarang Jihan yang bete karena kelakuan temennya.

"Kok jadi lo yang sewot sih!"

"Abisnya lo gak jelas. Cerita tinggal cerita kalau gak mau yaudah gak mau."

"Gua juga bingung sama diri gua sendiri," ucap Arin pada akhirnya. Kemudian ia mengunyah es batunya sampai abis. Kebiasaan Arin di kala banyak pikiran.

Setelah dirasa tenang akhirnya perempuan itu bercerita, "kemarin gua ditembak."

"Terus?"

"Sama Dean."

Jihan terbatuk saking kagetnya. Sebenarnya udah curiga tapi masih gak nyangka aja Dean akan seberani itu. Jihan ngira Dean bakal sembunyiin selamanya secara mereka itukan teman.

"Dia bilang suka sama gue udah lama. Abis itu dia bilang, dia gak maksa gua buat suka balik. Dia cuma mau ngungkapin aja dan temenan kayak biasa."

"Tapikan mana bisa gua temenan sama dia kayak biasa pas tau dia ada rasa. Lo ngerti gak sih kita temenan lama trus tiba-tiba dia bilang suka, kan gak nyaman gimana gitu," cerita Arin menceritakan yang menjadi beban pikirannya.

Sampai saat ini Arin berusaha menghindari Dean entah sampai kapan.

"Tapi lo gak bisa ngehindar terus."

"Gua tau tapi kayak gak nyaman trus canggung."

Jihan mengangguk paham lalu melirik ke orang yang lagi berdiri di belakang Arin.

Arin yang penasaran dengan arah pandang Jihan, ia langsung menengok ke belakang dan terkejut melihat Dean berdiri tak jauh dari belakangnya.

"Gua cari kemana ternyata disini," ucapnya.

Arin langsung melirik ke Jihan seolah berkata "kok lo gak ngasih tau ada orangnya."

Jihan yang paham hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban.

"Gua izin pergi dulu," ucap Jihan membawa tasnya.

"Eh kok main pergi aja, gua ikut dong."

"Yakin mau ikut? Yang ada jadi nyamuk."

Akhirnya Arin membiarkan Jihan pergi. Karena sesungguhnya menjadi nyamuk itu sangatlah tidak enak. Setelah Jihan pergi Arin langsung pergi lari sampai Dean sendiri kaget.

"Si tuyul sejak kapan larinya cepet," ucap Dean. Kemudian ia memutuskan tak mengejarnya mungkin karena Arin masih butuh waktu.

Kini beralih ke Jihan yang lagi makan bakso bareng Raka. Gak ada yang istimewa juga sih dari obrolannya cuma entah kenapa jadi hal seru aja bagi keduanya.

Hingga akhirnya ada sebuah pesan masuk yang mengubah ekspresi wajah lelaki itu. Tangannya ia kepal menutupi bagaimana tangannya yang gemetar.

Jihan yang sadar menggenggam tangan Raka sembari mengelus. Dengan halus ia bertanya, "ada apa?"

Mata lelaki itu berair dan berusaha ia paksakan senyumannya, "tante bilang ibu aku dateng dan minta ketemu aku."

Don't miss me √ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang