22. (perasaanmu)

50 15 37
                                    

"Kamu beneran mau nganterin aku?" Tanya Jihan begitu melihat Raka di depan kosannya dengan motor matic nya.

"Kalau aku bohong, ngapain juga aku nungguin kamu disini"

Jadi kemarin Jihan ngasih tau Raka alasan dia gabisa dateng karena besoknya hari peringatan kematian ibunya. Pas tau itu Raka maksa buat nganterin Jihan ke pemakaman yang letaknya di pinggir kota.

.
.

Motor Raka sudah memasuki daerah pemakaman. Terik hangat matahari seolah-olah menyambut kedatangan mereka.

Sesampainya disana Jihan langsung turun dari jok motor lalu berjalan ke makam ibunya. Jihan beneran ingat dengan jelas letak posisi dimana peristirahatan terakhir ibunya.

Makam disini benar-benar terawat. Petugas yang jaga pemakaman ini benar-benar menjaga dan merawatnya dengan baik.

Jihan melihat Makam ibunya. Seketika air matanya menetas dan perasaan sesak jadi berkumpul. Jihan mengingat kembali kenangan manisnya dengan ibunya semasa hidup.

"Ma kenalin ini Raka"

"Selamat pagi ibunya Jihan" Katanya sembari menunduk memberi hormat.

" Tadi aku dianterin kesini sama Raka. Sayang banget ya mama belum pernah ketemu sama Raka." Perasaan Raka sedikit menghangat mendengar perkataan Jihan.

"Maaf ya ma, bang Johnny gak bisa dateng hari ini. Tapi bang Johnny udah janji bakal dateng besok. Kabar aku sama abang baik-baik aja kok, kalau mama gimana? Pasti mama bahagia disana bisa ketemu papa" Jihan mengelap pinggiran matanya yang basah.

Jihan pun menutup matanya memanjatkan doa untuk mamanya. Diam-diam Raka melirik Jihan dan Makam mamanya Jihan secara bergantian. Entah kenapa ada perasaan bersalah yang terselip di dalamnya. Perasaan karena telah meninggalkan Jihan tanpa pamit padahal saat itu Jihan butuh sandaran. Setelah itu Raka menutup matanya ikut berdoa.

"Amin" Gumam Jihan lalu membuka matanya kembali.

Jihan melirik ke arah Raka. Jihan menyadari adanya perubahan di dalam diri Raka di sorot matanya. "Kamu kenapa?"

Raka menggeleng lemah "setelah aku sampai dimakam ibumu aku jadi semakin merasa bersalah karena telah ninggalin kamu saat itu"

Walau Jihan tidak tau alasan di balik itu semua, tapi Jihan yakin kalau Raka pada saat itu memiliki alasan setelah mendengar cerita dari Dean.

"Yuk makan, aku udah laper" Kata Jihan mencoba mencairkan suasana.

.
.
.

Jihan sedang memandang Raka yang sedang melihat jalanan dari balik jendela restoran. Entah apa yang dipikirkan pria itu sampai makanan dihadapannya mulai dingin tak kunjung dimakan.

"Kamu kenapa lihatin aku?" Tanya Raka begitu menyadari dirinya di tatap.

Jihan yang kepergok langsung menyendokkan makanannya. "Apaan sih? orang aku lagi makan"

"Bukan itu maksud aku"

"Maksud aku kenapa kamu melihatku dengan tatapan itu?"

"Tatapan apa?"

"Tatapan yang merasa iba dengan anjing jalanan yang kelaparan" Katanya lalu melahap makanannya.

"Raka?"

"Hm"

Jihan menaruh sendoknya dan menatap lurus ke arah Raka "kalau ada yang mau kamu ceritain, ceritain aja. Aku bakal nunggu"

🦕🦕🦕🦕


"Raka!"

"Astaga, ngangetin aja kamu dean" Pekik Raka kaget. Seseorang menepuk bahunya dan memanggilnya dengan suara keras. Untung saja HPnya tidak kebanting.

Dean hanya tertawa cengengesan. Tanpa permisi ia meminum es teh milik Raka.

"Gua mau nanya- eh maksudnya mau ngasih tau- eh apasih kok gua jadi bingung sendiri"

Raka menaruh HPnya melihat Dean yang menggaruk tengkuknya kebingungan. "Kamu tuh mau ngomong apasih Dean?"

"Auah intinya dua-duanya"

Dean random dan Raka mencoba bersabar.

"Oh iya si Jihan tau gak soal orang tua lo?"

Raka menggeleng "dia belum tau apa-apa"

Sejurus kemudian Dean menabok mulutnya menyesali mulutnya yang kelewat lemes itu. "Sebenarnya rak, gua ngasih tau soal orang tua lo ke Jihan"

Raut wajah Raka mulai berubah serius "maksud kamu?"

"Sumpah rak, gua kira lo udah ngasih tau ke Jihan. Makanya mulut gua ngalir aja ngomongnya"

"Seberapa banyak dia tau?"

"Enggak semuanya kok rak, dia cuma tau lo yang pindah ke rumah tante lo trus orang tua lo yang lepas tangan itu"

Raka menghela nafasnya kasar kemudian mendelik melihat Dean "ITU KAMU NGASIH TAUNYA SEMUANYA DEAN!" Sembur Raka kemudian dia bangun dan berlari meninggalkan kantin sambil membuka aplikasi WA untuk mengechat Jihan menanyakan keberadaan Jihan.

Dean langsung shock karena baru kali ini dia kena gas sama Raka.

---

"Kenapa nyari aku rak?" Tanya Jihan.

Sekarang mereka ada di taman kampus. Raka masih diam tak menjawab pertanyaan Jihan. Raka mengerti kenapa akhir-akhir ini sikap Jihan baik kepadanya? Kenapa Jihan selalu menjawab sapaannya? Kenapa Jihan berperilaku ramah padanya? Raka mengerti semua itu.

"Kenapa gak bilang ke aku?" Akhirnya Raka bersuara dari kebisuannya. Manik matanya seolah minta penjelasan.

"Bilang apa?"

"Kenapa gak bilang kalau kamu udah tau semuanya?" Tanya Raka dengan suara beratnya.

Dilihat dari tatapannya, Jihan mengerti arah maksud pembicaraan ini. Gadis itu menunduk dan mengigit bibirnya karena gugup. Membuat cairan merah keluar akibat gigitannya.

Raka mengeluarkan sapu tangannya dan mengelap darah tersebut. "Jangan di gigit bibirnya. Sekarang kasih tau kenapa kamu gak bilang kalau kamu udah tau"

Jihan menarik nafas lalu membuangnya menenangkan pikiran. "Bukannya aku gak mau bilang tapi aku nunggu kamu bilang. Aku ingin dengar ceritanya dari sisi kamu"

"Kenapa nunggu aku cerita? Kenapa enggak langsung nanya aja?"

"Karena aku gak mau buat kamu sakit karena mengingat masa lalu kamu"

"Kenapa mikirin perasaan aku? Bukannya kamu ingin tau. Bukannya ini semua penting bagi kamu"

"Enggak, semua itu bukan lagi hal yang penting bagiku" Jihan menengadah kan kepalanya menahan supaya air matanya tidak keluar "karena yang penting bagiku itu perasaan kamu"


Next>>>

Huaahhh aku lagi mandek nih idenya. Tapi makasih banget buat kalian yang masih mau baca ff ini

Don't miss me √ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang