20. (Jalan-jalan)

46 12 27
                                    

Sudah beberapa kali Raka memejamkan matanya tidur tapi masih tidak bisa juga. Bukan dikarenakan dirinya yang insomnia tapi karena daritadi Jihan menggedor pintunya dengan brutal. Ingin mengabaikan nanti makin berisik, kalau diladeni Raka nya sedang tidak mood untuk bertemu dengan orang apalagi semenjak insiden dirinya bertengkar di perpus.

"Rak buka pintunya"

"WOY RAKMEJA BUKA!!!"

"GUA HANCURIN BENERAN PINTUNYA"

"Rak, gua bawa gergaji mesin nih"

Awalnya ingin Raka abaikan tapi mendengar bunyi deru mesin gergaji membuatnya terkelonjat kaget dan buru-buru buka pintunya. Raka takut kalau Jihan beneran hancurin pintunya pake gergaji mesin.

Raka buka pintunya, tapi yang ia temukan hanya Jihan dengan video youtube mesin gergaji di HPnya. Raka sadar kalau dirinya ditipu.

"Akhirnya dibuka juga"

Raka mendengus "mau ngapain kamu disini?"

Bukannya menjawab Jihan hanya menatap Raka dari atas sampai bawah lalu kembali lagi ke atas. "Ganti baju kamu trus pinjem kunci motornya"

"Han!"

"Ck udah sih dengerin aja"

Akhirnya mau tak mau Raka harus mendengarkan perintah Jihan.

"Jangan lama-lama ya!" Teriak Jihan dari luar. Soalnya Raka udah nutup pintu buat ganti baju.



"Han, kamu yakin bisa bawa motornya" Ujar Raka. Tadi Jihan bilang mau ngajak Raka jalan tapi Jihan sendiri yang bawa motornya.

"Kamu punya SIM?" Tanya Raka.

"Punya"

"Terakhir bawa motor kapan?"

"Sekitar 3 atau 4 tahun mungkin"

Raka menepuk jidatnya. Ingin dirinya aja yang bawa tapi Jihan nya kekeuh biar Jihan aja yang bawa.

"Tenang aja, lagian bawa motor sama sepeda gak beda jauh kan" Kini Jihan mulai menjalankan motornya.

Tidak mulus emang bawanya kadang tiba-tiba berhenti kadang jalannya lambat kadang juga bawanya ngebut.

"Baru tau aku seseru ini bawa motornya ngebut" Seru Jihan dan sesekali tertawa karena membawa motornya ngebut di jalanan.

Sedangkan di belakang Raka hanya bisa memanjatkan doa supaya malaikat maut jangan datang menjemput. Dirinya sayang Tuhan tapi gak mau bertemu secepat itu.

🦕🦕🦕🦕🦕

"Udah makan?" Tanya Jihan setelah memarkirkan motor vario milik Raka di salah satu kedai bakso.

"Belum"

"Yaudah yuk makan" Ajak Jihan berjalan ke dalam kedai.

"Gak nafsu"

"Yaudah kamu liatin aku makan aja"

Dengan menyebalkan Jihan meninggalkan Raka begitu saja. Mau gak mau Raka harus mengikuti Jihan walau sambil mendengus kesal.

Raka itu sebenarnya bingung sama Jihan. Di saat dirinya sudah menjauh dari Jihan kenapa cewek itu datang mendekatinya? Disaat dirinya sudah menyerah berbaikan malahan Jihan datang mengajaknya pergi. Apa Jihan sedang bermain-main denganya atau merasa kasihan karena kejadian kemarin-kemarin lalu. Raka yakin kalau Jihan sudah mendengar akar permasalahannya.

"Kamu kasihan sama saya?" Tanya Raka

Jihan mendongak ke arah Raka "kasihan? Apa yang harus di kasihanin dari kamu"

Tak lama kemudian pesanan datang dengan dua mangkok bakso dan dua gelas es teh manis. "Nih dimakan"

Raka tak menerima atau menolak dia diam beberapa saat habis itu ia makan baksonya. Baru saja satu suap Raka langsung minum es teh nya karena kepedesan.

"Kamu pesen apaan?"

"Bakso mercon, kenapa?" Ujar Jihan tanpa dosanya. Masalahnya Jihan tuh mesenin bakso mercon cuma buat Raka doang sementara Jihan sendiri bakso biasa.

"Rasa pedesnya bikin kamu emosi kan? Aku tau kamu pengen marah dan pengen nangis. Makanya aku pesenin ini buat kamu. Tenang aja baksonya aku yang traktir"

Akhirnya Raka melahap baksonya walau beberapa kali harus minum karena kepedesan.

"Kata orang kalau kita sedih kita harus tersenyum supaya bahagia. Tapi menurut aku tidak, kalau sedih maka menangislah kalau bahagia maka tersenyumlah" Ujar Jihan lalu melahap satu buah bakso dan melirik ke Raka.

Jihan tertawa melihat tampang Raka. Soalnya mukanya merah banget trus keringetan dan jangan lupakan dengan ingusnya. Jihan spontan mengambil tisu berniat mengelap. Tapi tisunya keburu diambil Raka dan jadilah ia elap sendiri.

Sekarang bakso pesanan mereka sudah habis. Tinggal sekarang siap-siap mau pulang. Jihan berjalan duluan ke parkiran dan mengeluarkan kunci motornya. Namun kuncinya sudah diambil sama Raka duluan.

"Aku aja yang nyetir, serem kalau kamu yang nyetir"

"Kenapa? Apa gara-gara aku bawanya ngebut?"

Raka menggeleng "bukan, tapi karena kamu nyalain lampu sen kanan tapi beloknya ke kiri"

_

"Makasih" Ujar Raka setelah Jihan turun dari motor di depan kosan Jihan.

"Makasih buat apa?" Karena menurut Jihan bukankah dirinya yang harus bilang makasih. Kan Raka yang udah nganterin Jihan.

"Buat yang tadi, tapi bukan buat bakso merconnya"

"Setidaknya kamu bisa mengeluarkan emosinya kan? Buktinya aja kamu nangis tadi"

"Itu karena kepedesan"

"Iyain"

Dan kembali hening. Jihan hanya menatap Raka dalam diam. Karena tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, Raka memilih pamit "Aku... Pulang dulu"

Tak ada sahutan dari Jihan. Jihan sedikit tak rela berpisah begitu saja. Dengan lancangnya ia menahan tangan Raka lalu menariknya ke dalam pelukannya.

"Sebentar saja"

Raka diam tak bergeming. Tak ada penolakan ataupun tak ada niat untuk membalas. Otaknya masih memproses apa maksud dari pelukannya ini. Pelukan ini tak berarti apa-apa kan? Sebaiknya Raka tak menyalahkan arti dari pelukan ini.

Dari semua itu justru yang paling gila adalah detak jantung Raka. Kenapa dirinya berdebar-debar?



Next>>>

Don't miss me √ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang