Sudah terhitung 7 hari Jihan mediamkan Raka. Dari ajakan arin makan di kantin, chat dari Raka yang cuma di waro. Jihan memutuskan untuk menghindari Raka sejauh mungkin sampai dirinya merasa kalau dihidupnya tak perlu adanya kehadiran lelaki itu.
"Belahan jiwa lu kemana?" Tanya Dean ke Arin
"Belahan jiwa gua? Siapa?"
"Itu si Jihan"
"Gatau gua dari tadi di perpus mulu. Biasalah menyibukkan diri" Jawab Arin sambil melirik ke arah Raka yang duduk di samping Dean. Raka yang merasa tersindir cuma diam aja pura-pura searching di hpnya.
Sebenarnya Raka juga bingung kenapa akhir-akhir ini Jihan menghindarinya padahal hubungan mereka sebelumnya sudah mulai membaik atau belum bisa dibilang juga setidaknya kemarin-kemarin Jihan masih rela menjawab sapaan Raka.
Raka berpikir apakah saat konser kemarin ia salah ngomong. Semua pemikiran-pemikiran itu memenuhi di benak Raka sampe cowok itu pernah gak konsen saat rapat BEM kemarin.
Akhirnya Raka bangun dari tempatnya. Kata Arin barusan, Jihan sedang di perpus. Sebaiknya ia tanya saja kesalahannya supaya dapat meminta maaf.
"Ini bakso lo baru aja dateng rak" Teriak Dean
"Buat kamu aja"
Setelah itu Raka menghilang dari pandangan Dean. Menyisakan Dean yang tersenyum senang dapat dua porsi bakso.
"Rejeki anak soleh ini mah"
"Tapi Dean, Raka kan belom bayar bakso nya"
Senyum Dean luntur seketika menyemburkan kuah bakso sampe kena muka Arin.
"Jorok BEGO!!!"
"Kehed sia, udah tau urang teu duit!!!!" itu Dean yang ngomong. Kesel dia, sama aja harus bayar dua mangkok.
. .
.
.Jihan baru saja keluar dari perpustakaan. Kelar juga akhirnya tugas dari profesor, tinggal ngerjain tugas dari profesor yang lain. Setidaknya Jihan bersyukur dengan padatnya jadwal bisa membuat dirinya beralasan agar tak bertemu Raka. Baru aja di pikirkan udah muncul aja orangnya. Jihan bingung mungkin makhluk satu ini punya kekuatan teleport kali, ke mana-mana selalu muncul.
"Han, Jihan!"
Jihan gak denger, Jihan lagi jalan.
"Jihan Radinka!!" Panggil Raka lagi sambil mempercepat langkahnya supaya bisa menyusul.
Sampai akhirnya tangan Jihan di pegang membuat langkah gadis itu berhenti.
"Apa sih rak?"
"Kalau orang manggil berhenti makanya"
"Oh kamu manggil rupanya"
"Han, ini perasaanku aja atau bener kalau kamu lagi ngehindar dari aku?" Tanya Raka Mukanya memelas banget.
Jihan menatap lelaki itu tajam dan menghempaskan lengannya yang tadi di pegang Raka. "Akhirnya sadar juga. Tinggal ikuti alur aja sih, anggap kalau kita ini saling gak kenal. Kayak dulu"
Setelah itu Jihan berbalik berniat meninggalkan Raka tapi sebelum itu...
"Aku gak tau aku salah apa tapi aku minta maaf"
Jihan cuma melihat lelaki itu dari atas sampai bawah. "Kenapa kamu minta maaf kalau gak tau kamu salah apa? Berarti kamu minta maaf untuk apa kamu sendiri aja gatau kesalahan kamu"
Raka terdiam, benar juga sih. Tapi cowok itu bingung salah dia apa kemarin. Atau jangan-jangan...
"Kamu masih dendam sama aku karena kejadian 5 tahun yang lalu"
Jihan akui kalau ia masih dendam sama Raka karena kejadian 5 tahun yang lalu. Bukan karena dirinya yang ditolak, tapi karena cowok itu yang pergi tanpa pamit dan meninggalkan dirinya saat butuh sandaran.
Raka meremas tangannya kuat "5 tahun yang lalu itu.... Aku punya alasan"
"5 tahun lalu itu" Gumam Jihan. Matanya mulai berair dan menoleh ke sebelah kanan enggan menatap Raka yang berdiri di depannya. "Kamu tau Waktu kamu menghilang, sehari setelah itu Mama aku meninggal"
Tidak ada sahutan dari Raka, Jihan pikir diamnya lelaki itu merupakan suatu keterkejutan. Namun saat ia menoleh menghadap Raka. Lelaki itu cuma menunduk terdapat sorot penyesalan di matanya.
"Kamu udah tau rupanya" Walau tatapan Jihan sangat tajam terdapat bulir air mata yang jatuh.
"Kamu udah tau tapi kamu masih aja pergi. Setidaknya jawab telepon aku, saat itu aku butuh sandaran" Jihan terkekeh sarkastis "Sekarang udah telat. Saya gak nerima pengkhianat seperti kamu"
"Aku punya alasan, Jihan"
"KALAU GITU JELASIN!!!" bentak Jihan. Bentakannya membuat semua perhatian ke arahnya. Jihan gak peduli sekarang emosinya sudah memuncak.
Raka terhenyak di posisinya. Ia mundur selangkah. Melihat diamnya Raka, Jihan memilih pergi meninggalkan lelaki itu sendiri.
"Bangsat" Umpat Raka sarat akan frustasi.
Raka sadar kalau dirinya memang pantas untuk di benci. Bahkan sampai sekarang ia rasa dirinya masih berperilaku jahat ke Jihan. Tidak akan semudah itu memaafkan teman yang meninggalkan dimana saat orang itu butuh sandaran.
Apakah Raka masih ada kesempatan untuk menerima maaf dari Jihan barang sepersen pun. Raka rasa tidak, ia tak pantas dimaafkan.
Tanpa Jihan sadari bukan Jihan saja yang sakit, tapi Raka juga sakit saat itu.
🦕🦕🦕🦕🦕
"Jihan tunggu bentar"
Jihan semakin mempercepat langkahnya. Saat ini ia semakin tidak mau melihat wajah lelaki itu. Secepat mungkin Jihan berjalan ke arah gerbang untuk ke halte bus, tapi tetap saja langkah Raka lebih cepat sehingga lelaki itu bisa menyusulnya.
"Jihan, aku gak mau ya pertemanan kita terputus" Ujar Raka tak patah semangat.
"Sorry, emangnya kita temenan ya?"
"Pas SMA dulu kita kan temenan"
"Raka, 5 tahun itu waktu yang lama. Mungkin dulu kita emang berteman tapi sekarang tidak. Apa yang terjadi di masa lalu biarlah tetap di masa lalu" Jihan menepis tangan Raka yang berusaha meraih lengannya.
"Kalau gitu ayo kita mulai dari awal lagi"
"Gak mau!"
Raka mengerut keningnya frustasi dengan tingkah Jihan yang kelewat keras kepala "sebegitu susahnya baikan sama aku"
"Susah" Jawab Jihan mutlak. "Apa alasannya karena kamu sakit parah yang membuat kamu mendekati kematian terus tiba-tiba kamu harus ninggalin aku biar sembuh. Dan sekarang secara mukjizat kamu sembuh makanya berani berdiri di hadapanku dengan muka nyebelin itu. Apa itu alasan kamu?!!"
"Bukan begitu han" Raka sudah kelewat pusing hal apa yang harus ia lakukan supaya di maafkan.
"Kalau gitu jelasin alasanya supaya aku bisa kasih maaf ke kamu"
Lagi-lagi Raka memilih bungkam. Tindakannya ini membuat Jihan kecewa dan memilih meninggalkan lelaki itu.
Sejujurnya Jihan lebih memilih Raka menjelaskan kejadian 5 tahun lalu daripada bungkamnya mulut lelaki itu. Apa sesulit itukah? Setidaknya Jihan ada pertimbangan setelah mendengarkan penjelasan Raka.
Dan Jihan juga lelah harus membenci lelaki itu terus menerus.
Next>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't miss me √ [END]
Fiksi Penggemar"Aku rindu kamu" "Jangan rindu padaku" "Kenapa?" "Karena aku bukan orang yang pantas kau rindukan" Bagi Jihan bertemu kembali dengan Raka merupakan kesialan baginya. Jihan membenci segala dari seluruh di Raka. Perempuan itu benci dari cara Raka m...