18. (Past)

46 15 32
                                    

Duarr

"ANYIING KAGET GUAA!!"

Jihan menyentuh dadanya karena kaget mendengar letusan balon. Detak jantungnya berdegup kencang membuat kakinya sempat lemas sementara.

"Kaget gua, siapa sih yang letusin balon" Jihan berbalik dan ter tampaklah seorang anak kecil yang menangis karena balonnya pecah.

"Ckckck udah tau bakal pecah kenapa juga dibeli"

Setelah itu netranya menangkap seorang laki-laki yang berjongkok menutup telinganya mungkin karena kaget mendengar letusan balon tadi. Laki-laki itu ada Raka, bisa Jihan tebak karena mereka baru saja berpisah.

Awalnya Jihan berusaha tak mempedulikan lelaki itu karena ia pikir toh Raka akan bangun dengan sendirinya. Tapi kenapa lelaki itu jongkok nya lama sekali bahkan anak kecil tadi sudah pergi.

Jihan berjalan mendekat ke arahnya. Ia melihat lelaki itu persis seperti anak kecil yang ketakutan. Bahkan Jihan dapat melihat tangan yang menutupi kuping gemetaran dan suara nafas yang tersengal.

Jihan langsung berlari mendekat ke arahnya guna mengecek keadaan Raka.

"Rak, kamu kenapa?" Tanya Jihan.

Perempuan itu ikut panik apalagi melihat wajah pucat lelaki itu dan nafasnya masih tersengal. Tak lama kemudian Raka menangis persis anak kecil. Melihat wajahnya membuat Jihan tak tega. Segeralah ia tarik tangan Raka dan mendekap tubuhnya.

"Gapapa, semua akan baik-baik saja" Ujar Jihan sambil menepuk punggung lelaki itu guna menenangkan.

Walau tubuhnya masih gemeteran setidaknya tak sehebat tadi. Lama kelamaan lelaki itu mulai tenang terlihat dari deru nafas dan suara tangis yang mereda. Beberapa menit kemudian Raka menarik badannya hingga pelukannya terlepas.

"Sekarang aku baik-baik saja. Jangan terlalu dipikirkan" Gumamnya dan berdiri dari posisinya.

"Rak, dibanding kata aku baik-baik saja aku lebih tenang kalau kamu ngomong aku ketakutan" Ujar Jihan lalu membenarkan posisi tasnya.

🦕🦕🦕🦕

Sekarang Jihan sedang di cafe bersama Arin. Arin lah yang mengajaknya kemari-kemari dengan embel-embel 'ntar gua traktir'. Tentu saja oknum gratisan macam Jihan akan nerimanya.

Ternyata Jihan diajak Arin untuk mendengar curhatannya. Entah apa yang Arin ceritakan, Jihan tak mendengarnya. Karena tenggelam dengan pikirannya saat ini.

'Apa dia baik-baik saja? Kenapa mukanya kelihatan ketakutan gitu? Selama ini dia punya masalah apasih di hidupnya?'

'Tapi kenapa aku mikirin dia? Seharusnya aku gak usah peduliin dia? Apa jangan-jangan aku udah peduli sama dia? Eh nggak mungkin, lagian sebelumnya aku udah jahatin dia'

'Kalau udah tau jahat kenapa harus datengin dia kemarin? Seharusnya aku tinggalin aja kan di pinggir jalan kemarin. Kenapa juga aku harus narik tangan dia buat di peluk?!'

Jihan melirik tangan kanannya terus ia gigit tangannya sendiri merutuki tindakannya kemarin. Tindakannya ini memicu pertanyaan dari Arin "Lo kenapa?"

Setelah sadar Jihan menarik tangannya dan tersenyum canggung "gak kenapa-kenapa kok, hehehe coba lanjut lagi ceritanya"

"Terus solusi lo apa?"

"Hmm" Jihan bergumam memikirkan solusi yang tepat bagi Arin. Sayangnya sulit sekali dipikirkan terlebih lagi ia tak memperhatikan curhatan dari Arin.

Arin menunggu dengan harap menunggu saran dari temannya.

"Lo harus sabar"

Senyum Arin luntur seketika. Ia juga tau kalau orang lagi ada masalah pasti kuncinya sabar. "Gak asik lo"

Don't miss me √ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang