7. (hujan dan manis)

88 43 46
                                    

Hujan datang lagi. Jihan menyaksikan tetesan demi tetesan air dari halte bus. Perempuan itu berdiri sesekali melihat arlojinya bentar lagi kelas akan dimulai. Jihan memekik kesal inilah yang ia tak sukai dari hujan, selalu datang disaat yang tidak tepat. Sebenarnya jarak antara halte dan kampus tak jauh, cukup berjalan 6 menit. Perempuan itu menimang-nimang haruskah ia terobos saja.

Dan jawabannya adalah terobos. Jihan menggunakan tottebagnya sebagai payung untuk melindungi dari kebasahan. Tapi tetap aja cewek itu kebasahan.

Tak berselang lama Jihan kebingungan bukankah seharusnya ia kebasahan seperti tadi. Cewek itu mengernyit heran melihat ada payung di atasnya. Setelahnya ia reflek berbalik.

"Pake" katanya dan langsung memberikan pegangan payungnya ke Jihan dan setelahnya cowok itu berjalan menerobos hujan tak lupa menutupi kepalanya dengan tudung hoodienya.

Jihan menatap punggung cowok itu keheranan. Kejadian ini terulang kembali.

Lantas Jihan mengejar cowok itu dan memayunginya.

"Payung ini punya kamu jadi kamu yang pake" Jihan menyentuh tangan Raka supaya megang payungnya.

"Kamu aja yang pake nanti kamunya sakit" dan setelah itu raka kembali menerobos hujan

Jihan menatapnya jengah. Dasar kepala batu, pikirnya.

"Kalau gak mau dipake yaudah aku buang aja payungnya biar sama-sama kehujanan" Teriak Jihan membuat Raka berbalik ke arahnya.

Cowok itu menatap ke arah bawah secara Jihan itu lebih pendek darinya. "Yaudah payungnya dipake bareng aja biar sama-sama gak kehujanan"

Mereka berjalan berbarengan dibawah payung yang sama. Waktu berjalan terasa lambat padahal jarak antara halte dan kampus dekat. Suasana begitu hening hanya suara tetesan hujan yang terdengar. Tiba-tiba Jihan mendorong payungnya ke arah Raka.

"Pundak kamu kebasahan" otomatis Raka melihat ke pundaknya. Benar kata Jihan pundaknya kebasahan mungkin dirinya terlalu fokus mengarahkan payungnya ke Jihan.

"Kamu benci hujan ya?" tanya Raka secara tiba-tiba mungkin karena suasana nya terlalu sunyi.

"Iya, karena merepotkan. Kalau basah harus ganti lagi bajunya belum lagi cipratannya" jelas Jihan menunjukkan betapa bencinya terhadap hujan, Raka tau itu terlihat sekali dari wajahnya.

"Trus kenapa kamu benci aku?" tanyanya lagi merubah atmosfer antar keduanya. Mungkin seharusnya Raka jangan menanyakan ini tapi apa daya rasa penarasannya sudah menggerogotinya.

Jihan masih diam entah enggan menjawab atau malas. "Karena kamu ninggalin aku" itu jawaban Jihan menghentikan langkah Raka. Perkataannya cukup menggetarkan lelaki berhoodie merah satu ini.

"Udahlah lupain aja lagian ga ada yang berubah" ujar Jihan melihat raut wajah lelaki di sampingnya berubah.

Tanpa sadar sampailah mereka di depan falkutas Jihan. Tapi sebelum itu "Maaf" setelah itu Raka berjalan menuju Falkutasnya mungkin.

Jihan tak langsung masuk ke dalam melainkan masih berdiri di depan falkutasnya. Mungkin ucapan Raka cukup mengagetkannya mungkin.

"Bengong aja lo!" panggil Arin melihat Jihan dengan tatapan kosong.

"Apaan sih? Udah yuk masuk ke kelas"

"Ngapain masuk ke kelas orang dosennya aja gak jadi ngajar"

"Loh kok?!"

"Lo ga baca grup nih pasti, Pak Kadirnya izin nemenin istrinya lahiran" jelas Arin lalu menunjukkan riwayat chat grupnya.

Tau gitu ngapain Jihan buru-buru masuk kelas sampe rela satu payung bareng Raka, begitu pikirnya.

Don't miss me √ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang