21

142 20 1
                                    

Makasih buat kalian yang selalu baca dan dukung cerita ini 🤗
Semoga kalian gak pernah bosen sama cerita ini yaa..

Selamat membaca 💕

🦋🦋🦋




Ihsan terdiam, ia kehabisan kata. Usai mendengar cerita dari gadis dengan surai hitam semampai itu pikirannya benar-benar kacau, ia berada di antara percaya dan tidak percaya. Namun, melihat keadaannya yang seperti ini, sisi hatinya memilih untuk mempercayai semuanya, dan satu-satunya hal yang membuat Ihsan tak habis pikir adalah, mengapa Ibunya sampai tega melakukan hal ini pada putrinya sendiri? Dan kini, dimana sang Ibu gadis itu?

Ihsan melirik sekilas gadis yang kini tengah sesenggukan tak jauh darinya. Mungkin, jauh di lubuh hati gadis itu, ia tak mau menjalani hari-hari kelam seperti ini, ia pasti ingin seperti remaja seumurnya yang tak perlu memikirkan masalah besok mau makan apa?

Di tengah kesunyian malam yang semakin larut itu, hanya terdengar isak tangis memilukan milih Hina. Angin malam berhembus dari pintu yang terbuka lebar, Ihsan sengaja tak menutupnya, agar siapapun dapat melihat apa saja yang Ihsan lakukan di sini, menghindari fitnah juga rayuan setan sang pendengki.

Pria berkacamata bulat dengan kaos putih kebesaran itu menghela napas, entah sudah berapa kali parunya menghirup dan mengeluarkan udara dengan amat berat, sepanjang hari ini rasanya selalu membuat dadanya sesak.

Matanya menatap jam dinding di ruangan tersebut, sudah pukul 22.35, sudah mulai larut malam itu.

Ihsan kembali melirik sekilas gadis yang kini tangisnya mulai mereda, sebenarnya ia tak tega jika harus meninggalkan gadis itu seorang diri saat keadaannya seperti ini. Namun ia bisa apa?dan lagi sekarang sudah sangat malam, ada banyak tugas juga yang harus ia kerjakan, Ihsan tak bisa berlama-lama lagi di sini.

Pria berkacamata bulat itu akhirnya bangkit dari sofa, membuat Hina yang saat itu tertunduk lesu mengangkat wajah menatapnya.

"Bapak mau kemana?" Tanya Hina lirih.

Sebenarnya Ihsan merasa kurang ajar, setelah membuat gadis itu mengulik masalalu kelamnya dan membuatnya menangis seperti ini, Ihsan malah pergi begitu saja meninggalkannya.

Tapi lagi-lagi, Ihsan bisa apa? Lagipula tak baik bila laki-laki dan perempuan bukan mahram berlama-lama berdua di satu tempat, Ihsan tak mau ada setan masuk ke sela-sela mereka dan memperdayakannya.

"Saya pulang dulu, maaf saya membuatmu harus mengingat kembali masa-masa menyakitkan itu. Saya turut bersimpati, dan maaf atas segala sikap kasar saya tempo lalu.." ujar Ihsan pada akhirnya.

Sebenarnya, masih banyak hal yang ingin Ihsan ketahui mengenai cerita gadis itu. Tapi waktunya sangat tidak pas, mau tak mau ia harus mengubur dalam-dalam semua pertanyaan yang saat ini memenuhi benaknya.

Hina diam di tempatnya, tampak tengah menggigit bibir dalamnya kuat-kuat.

Kening Ihsan tertaut bingung, ada apa lagi dengan gadis itu?

"Saya takut.." cicit Hina tiba-tiba.

Ihsan tak mengerti, "Takut?"

Hina mengangguk kecil, "Sudah beberapa minggu ini ada orang yang nguntit saya, orang itu tadi ada di sekitar kontrakan ini, itu yang buat saya menjerit takut dan pingsan tadi.." bergetar suara Hina ketika ia menjelaskan hal tersebut.

Manuskrip Perjalanan Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang