11

199 24 1
                                    

Assalamualaikum
Apa kabar?
Heii~
Aku update chapter baruuu..
Ada yang baca nggak nih???

Eh aku udah cerita belum sih? Karena aku tuh suka cowok yang cuek, jadi emang ceritaku hampir cuek semua karakter cowoknya>< mon maap nih buat semua para pecinta cowok humoris atau hangat atau humble dll:'))) agak susah sih bikin karakter cowok yang diluar sifat cuek (kalo untuk aku pribadi sih) hehe..

Jadi, semoga kalian menikmati semua cerita di work aku yaa ^^

Vote dan comment yaa kalau kalian suka dan menghargai kerja kerasku buat bikin cerita ini, maupun ceritaku yang lain~

Happy reading ❤️

🦋🦋🦋

Ihsan berdiri di sebuah halte bus dekat sekolah, menunggu angkutan umum berukuran besar itu menjemput dan membawanya sampai tujuan. Pria berkacamata bulat itu menatap jam tangannya, belum terlalu sore, matahari masih terasa panas menyinari walau warnanya sudah mulai berubah menjadi jingga.

Ihsan menoleh ke arah biasa bus datang, tampaknya bus kali ini akan sedikit terlambat, atau mungkin Ihsan yang terlalu cepat datang.
Entah, Ihsan agak buru-buru untuk segera pulang hari ini, bahkan beberapa pekerjaannya ia bawa pulang untuk dikerjakan nanti di rumah.

Ia harus menyiapkan keperluannya untuk besok. Esok adalah hari minggu, dan hari dimana Ihsan akan pulang ke kampung halamannya untuk pertama kalinya, setelah tiga minggu pindah ke kota ini.

Agak terlalu cepat memang, sebenarnya Ihsan bisa saja pulang beberapa bulan lagi, namun beberapa hal harus segera diselesaikan, salah satunya mengenai perjodohan. Ihsan juga  butuh merefresh otaknya, Ihsan tak yakin bila ia tak pulang sekali saja, ia akan tetap waras.

Astagfirullah,

Bukan, Ihsan bukan mendo'akan yang jelek pada diri sendiri. Namun pikirannya yang saat ini terus berputar pada satu orang itu amat sangat membuatnya tak keruan. Ihsan benar-benar butuh pengalihan.

Ihsan menatap sekeliling, beberapa siswa menyapanya dengan sopan, yang ditanggapi Ihsan dengan senyum dan anggukan.

Sampai akhirnya, tiba-tiba ada seseorang yang ikut berdiri tepat di samping Ihsan. Gadis berambut semampai yang tingginya bahkan tak sampai sepundaknya.

Tanpa Ihsan menolehpun, pria itu tahu siapa gadis itu. Menyadarinya, perasaan Ihsan langsung risi, ingin segera pergi menjauhi gadis tersebut.

Gadis bermata bulat itu berdehem, angin sore berhembus menerpa keduanya, seragam yang dikenakan sang gadis melambai tertiup angin, juga dengan lembut membelai kulit wajah cantiknya.

"Selamat sore, Pak." Sapa gadis itu.

Ihsan tak menggubris, fokus pada jalanan yang cukup padat sore itu.

Manuskrip Perjalanan Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang