"Selamat pagi semua."
"Pagi!!!"
Ihsan mengulas senyum tipis ketika melihat wajah berseri para muridnya pagi ini.
Hari ini cuaca cukup cerah, matahari bersinar terang, langit biru berhias awan awan putih membentang luas, dan juga udara pagi yang begitu menyegarkan. Semua itu cukup untuk membuat Ihsan melupakan sedikit perkara tentang perjodohan yang orang tuanya lakukan, juga tentang kejadian malam tadi.
Ihsan meletakan sling bag nya di atas meja, lalu duduk di kursi guru. Pria itu membetulkan letak kacamatanya, sebelum merogoh tasnya untuk mengambil buku absen.
"Oh iya, ketua kelas tolong ambilkan buku-buku tugas yang kemarin dikumpulkan, ada di atas meja saya di kantor." Ujar Ihsan sesaat sebelum mengambsen.
Sang ketua kelas, Fahri, mengangguk lalu berdiri dari tempat duduknya. Siswa berbadan tinggi itu lalu melenggang meninggalkan kelas, menuju ke arah tempat kantor guru berada.
Ihsan mulai mengabsen satu persatu muridnya pagi ini. Para siswa-siswi mengacungkan tangan silih berganti saat Ihsan memanggil nama mereka, hingga tibalah Ihsan disatu nama yang sukses membuat perasaannya tak keruan. Benaknya tiba-tiba memutar kembali memori malam tadi, kejadian yang hampir membuat Ihsan tak bisa tidur sepanjang malam.
"Hinari Amora,"
Gadis dengan rambut dikepang rapi mengacungkan tangan dari bangku paling belakang di samping jendela. Matanya menatap Ihsan dengan tajam, "Hadir." Katanya dengan suara rendah.
Ihsan mengalihkan matanya, mencatat kehadiran gadis itu di buku absennya.
Entah mengapa, ada rasa yang mengganjal dalam hatinya. Perasaan percaya namun juga tidak percaya akan semua yang ia ketahui dari gadis itu. Hina, tak mungkin ada yang percaya bahwa gadis itu memiliki tabiat yang tidak baik ketika dalam kondisi 'normal' seperti saat ini. Gadis berparas manis itu tampak seperti remaja biasa, seperti siswi SMA biasa, tak ada sedikitpun cela darinya.
Namun yang membuat Ihsan masih tak mengerti, adalah apa alasan gadis itu sampai 'seperti itu'.
Sebenarnya, malam itu bukan kali pertama Ihsan memergoki Hina bersama seorang pria sambil melakukan aksi senonoh tersebut. Beberapa kali, ketika Ihsan tengah menenangkan diri di luar rumah dengan menikmati hilir angin malam, matanya menangkap kejadian serupa di persimpangan menuju rumah sewa mereka.Awalnya, Ihsan tak berniat ikut campur, walau jauh di lubuh hatinya ia merasa semua itu tidak benar. Berhari-hari Ihsan diam, menyimpan semua pertanyaan mengenai gadis itu dalam benaknya sendirian. Hingga akhirnya, Ihsan tak tahan lagi untuk tidak bersuara.
Dan malam itu adalah puncaknya. Puncak dari segala rasa gundahnya mengenai gadis itu.
Ihsan tak tahu apapun mengenai gadis itu, ia hanya tahu bahwa gadis itu adalah salah satu siswi yang ia ajar. Maka ketika mendengar bagaimana respon Hina atas pertanyaannya, Ihsan sedikit terkejut.
Dari ucapan Hina yang tak bersahabat, Ihsan menebak bahwa gadis itu bukan sekadar remaja nakal yang suka main malam dan pulang pagi.
Mungkin, dunia malam memang hidupannya.
Ihsan menghela napas, sang ketua kelas sudah tiba ketika Ihsan selesai mengabsen. Tumpukan buku tugas para siswanya di taruh di atas meja, Ihsan meminta tolong lagi pada sang ketua kelas untuk membagikannya.
"Kita akan bahas sekali lagi materi kemarin, baru setelahnya kita lanjut ke materi berikutnya." Ujar Ihsan mengawali kelasnya hari ini.
Tiba-tiba, ada seorang siswi mengacungkan tangan. Gadis dengan rambut dicat pirang tersenyum ke arah Ihsan, ia ternyata teman sebangku Hina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manuskrip Perjalanan Hati
Spiritual⛔Nggak perlu baca cerita ini kalau menurutmu cuma buang-buang waktu⛔ [18+] HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN Sinopsis: Hinari dan Ihsan seperti dua sisi mata uang yang berbeda. Kepribadian mereka bertolak belakang, logika mereka tak sejalan, impian h...