15

192 22 1
                                    

Jangan lupa vote dan comment kalau suka cerita ini yaa ^^

🦋🦋🦋


Ihsan berjalan melewati sebuah lorong dengan cat dinding yang serba putih, melewati beberapa pintu ruangan yang berjejer rapi di sana, melewati bangku panjang yang diletakan di beberapa tempat di sekitar.

Sebenarnya, ini bukan tempat yang asing bagi Ihsan. Sebelum pindah ke tempat baru, Ihsan sering mampir ke sini. Tempat dengan bau obat-obatan yang khas, yang selalu tercium di seluruh sudut tempat, yang anehnya Ihsan begitu rindu dengan suasana di sana.

Ya, ini adalah rumah sakit. Tempat dimana Adnan, sahabat sekaligus abangnya itu bekerja, yang juga tempat  dimana Jasmine (istri Adnan) di rawat.

Ihsan, pria berkacamata bulat itu akhirnya sampai di depan sebuah pintu kamar, di tangannya tertenteng plastik berisi bermacam buah-buahan segar, juga beberapa makanan ringan untuk camilan. Rencananya akan ia berikan pada Jasmine sebagai buah tangan.

Tangannya terangkat, mengetuk beberapa kali daun pintu berwarna putih itu, kemudian mengucap salam.

Beberapa detik Ihsan menunggu, suasana lorong rumah sakit sore itu tampak lengang, hanya beberapa nurse saja yang hilir mudik di sana. Cahaya matahari tampak menembus kaca jendela yang terbuka, cahanya tampak kekuningan, mungkin karena hari sudah mulai petang.

Dan tak lama, seseorang akhirnya membukakan pintu. Ihsan menoleh, lalu wajahnya langsunh berseri saat melihat siapa yang berdiri menyambutnya kini.

"Wiiih! Akhirnya yang ditunggu datang juga.." Ujar pria berjas putih yang berdiri di ambang pintu.

Ihsan terkekeh, "Assalamualaikum, Bang. Sesuai sama perintah yang Abang minta aku buat ke sini. Nih, aku sekalian beli oleh-oleh." Ia mengulurkan plastik bawaannya pada Adnan, pria berjas putih di hadapannya itu.

Adnan mengambil plastik tersebut, "Ha ha, makasih loh ini. Masuk ayo, Jasmine ada di dalam." Ujarnya.

Ihsan mengangguk saja, setelahnya kedua pria itu masuk ke dalam ruangan sambil beriringan.

🦋🦋🦋

Vika menggeram kesal, ia menatap layar ponselnya yang menghitam dengan perasaan dongkol, sudah berkali-kali gadis dengan rambut dicat pirang itu mencoba menelpon sahabatnya, namun semua panggilannya malah diabaikan. Dimana sebenarnya Hina berada saat ini?!

Gadis dengan rambut dicapol asal itu menatap sekekeliling, ia tengah berdiri di trotoar jalan, lalu lintas tampak padat siang menjelang sore hari itu, beberapa pejalan kaki tengah menunggu lampu merah menyala untuk bisa menyebrangi jalan. Vika tengah di perjalanan menyusul sahabatnya setelah mendapat telepon dari gadis itu, dari nada yang Hina lontarkan sepertinya kesadaran gadis itu tengah diawang-awang.

Apa yang terjadi pada gadis itu? Kenapa ia sampai harus mabok di siang bolong seperti ini?! Terlebih, gadis itu minum hanya seorang diri, membuat Vika khawatir tak keruan.

Namun saat datang ke 'tempat minum' yang biasa didatangi Hina tadi, Vika tak melihat keberadaan gadis itu di sana. Seorang bartender bernama Nao bilang kalau Hina sudah dibawa pulang oleh seorang laki-laki yang mengaku bernama Teo.

Hei! Teo itu siapa? Vika tak pernah mendengar nama Teo dalam list orang-orang yang Hina kenal selama ini. Hina selalu bercerita apapun padanya, termasuk masalah tentang Ibunya, namun baru kali ini Vika mendengar nama Teo yang katanya mengaku temannya Hina.

Tak menunggu lama, Vika bergegas menuju rumah Hina. Semoga saja Teo memang benar kenal dengan Hina, bukan orang asing maksudnya, jadi tak ada hal yang tak diinginkan terjadi pada sahabatnya saat ini.

Manuskrip Perjalanan Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang